JENIS-JENIS KETAATAN
Ketaatan merupakan wujud pengabdian. Ketaatan ini dapat
ditujukan kepada sebuah prinsip, ideologi, aturan atau kepada oknum. Untuk
ketaatan yang ditujukan kepada oknum, biasanya ketaatan ini dikenakan untuk
bawahan atau orang yang statusnya lebih rendah dari yang harus ditaati.
Mereka-mereka itulah yang harus taat; dan mereka yang di atas harus ditaati.
Ada tiga jenis ketaatan yang biasa ditampilkan bawahan kepada
atasannya. Ketiganya adalah:
1. Ketaatan Semu
Ketaatan semu adalah jenis ketaatan
yang kelihatannya taat, namun sebenarnya tidak. Dengan kata lain, di depan
pimpinan akan diungkapan ketaatannya, akan tetapi di belakang lain ceritanya.
Ungkapan ketaatan di depan pimpinan hanyalah sekedar menyenangkan atasan, dan
kebetulan pimpinan juga senang demikian. Mirip seperti ABS (Asal Bapak Senang).
Contoh menarik untuk jenis ketaatan ini ditampilkan oleh anak sulung dalam
perumpamaan dua anak laki-laki (Mat 21: 28 – 29). Ketika bapanya meminta si
sulung bekerja di kebun untuk hari ini, anak itu dengan lantang menjawab,
“Baik, Bapa!”, namun ia tidak pergi.
Ketaatan semu ini juga sering
ditampilkan dalam pemerintahan kita. Banyak kinerja pemerintahan tidak berjalan
sebagaimana seharusnya. Presiden sering mengeluh dan curhat. Padahal dalam
rapat kabinet, semuanya menyatakan siap menyukseskan program pemerintah.
2. Ketaatan Buta
Ketaatan buta ibarat kerbau dicocok
hidungnya. Ke mana arah tali ditarik, ke sanalah kerbau akan pergi. Dengan kata
lain, pimpinan bilang A, maka A juga hasilnya; tidak ada peluang Δ, Å, atau a, a, dll, apalagi B.
Contoh menarik untuk jenis ketaatan ini adalah kisah pilot yang diperintahkan
komandannya untuk menjatuhkan bom di lokasi yang sudah ditentukan. Ketika
komandan berkata, “Do it!”, maka sang
pilot langsung menekankan tombol pelepasan bom; dan .... perintah terlaksana.
Dia tak peduli akibat perbuatannya bagi warga yang tidak bersalah.
Contoh humor untuk ketaatan buta
dapat kita lihat dari perilaku Harmoko, Menteri Penerangan di masa rezim Orde
Baru. Segala sesuatu yang dilakukannya adalah “menurut petunjuk Bapak
Presiden.” Bahkan, ketika ditanya, kenapa rambut Pak Menteri selalu disisir ke
kiri, jawabannya pun “Ini menurut petunjuk Bapak Presiden.”
3. Ketaatan Dialogis
Ketaatan dialogis merupakan jenis
ketaatan yang di dalamnya masih terbuka ruang dialog. Jadi, bukan sekedar taat
buta atau sekedar taat untuk menyenangkan pimpinan, melainkan mencari nilai
dari ketaatan itu. Kita ambil contoh di atas. Jika sang pilot sadar bawah di
target sasarannya itu banyak warga sipil, maka ia akan menjadikan hal itu
sebagai pertimbangan. Ia akan menyampaikan kepada komandannya, “Pak, di sana
banyak warga sipil.” Beda dengan yang taat buta; ia tak akan mengajukan
pertanyaan atau pernyataan apapun. Pilot yang memiliki ketaatan dialogis akan
memberikan masukan dan saran untuk pertimbangan.
Bagi orang kristen, ketaatan dialogis
ini ditunjukkan oleh Yesus Kristus. Dia taat kepada kehendak Bapa sampai wafat
di kayu salib. Ketaatan Yesus ini bukanlah ketaatan buta, karena sebelumnya
Yesus sempat berdialog dengan Bapa-Nya. “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26: 39)
Sebagai seorang bawahan, ketaatan apa yang Anda hayati?
Jakarta, 2 Maret 2014
by: adrian
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar