SANTA YULIANA KORNILLON, PENGAKU IMAN
Hari
Raya Tubuh Darah Kristus (Corpus Christi)
– yang sama dengan hari raya Sakramen Mahakudus – masuk dalam lingkaran
penanggalan liturgi atas wahyu Tuhan kepada Santa Yuliana dari Kornillon. Prosesnya
sangat rumit dan lama serta meminta pengorbanan yang tidak kecil dari suster
Yuliana sendiri. Penglihatan ajaib yang dialaminya membawa dia kepada
penderitaan yang lama hingga hari raya itu direstui oleh pemimpin Tertinggi Gereja
dan dirayakan oleh seluruh Gereja. Pesta ini dirayakan pada minggu biasa
setelah masa paskah, tepatnya pada hari minggu biasa sesudah Hari raya
Tritunggal Mahakudus.
Yuliana
lahir di Liege, Belgia, pada tahun 1192. Pada umur 5 tahun, ia sudah menjadi
anak yatim piatu. Maka ia dititipkan di sebuah biara di Mount Cornillon. Pada tahun
1200 terdapat di gunung ini dua buah biara Santo Agustinus: yang satu untuk
kaum pria dan yang satu untuk wanita. Di sana terdapat beberapa buah rumah, ada
usaha perkebunan dan peternakan sapi. Di beberapa rumah para biarawan/wati itu
merawat banyak orang sakit lepra. Untuk menghindari bahaya ketularan penyakit
lepra, maka Yuliana bersama adiknya Agnes dipisahkan di sebuah rumah pertanian
yang tidak jauh dari rumah induk. Di situ mereka diasuh oleh Sr. Sapiensia. Tugas
mereka adalah belajar, membersihkan rumah, memelihara bunga-bunga dan menjaga
sapi. Kedua kakak beradik ini selalu ikut serta dalam doa, perayaan ekaristi
dan upacara-upacara lainnya. Yuliana menaruh hormat yang tinggi kepada Sakramen
Mahakudus yang diterimanya setiap kali mengikuti perayaan ekaristi. Ia juga
suka sekali membaca buku-buku karya Santo Agustinus, Santo Bernardus dan
lain-lainnya di perpustakaan.
Pada
usia 16 tahun, Yuliana mengalami suatu penglihatan ajaib. Ia melihat bulan
purnama yang aneh sekali; pinggirannya tercabik. Ia ragu-ragu memastikan arti
penglihatan itu, apakah itu suatu godaan dari roh jahat atau pewahyuan Tuhan. Ia
berdoa memohon agar Tuhan Yesus menerangkan kepadanya arti penglihatan itu. Dua
tahun kemudian Tuhan Yesus menampakkan diri kepadanya dan menerangkan arti
penglihatan itu: bahwasanya bulan itu adalah lingkaran tahun liturgis Gereja
dengan berbagai hari raya. Sedangkan cabikan pada pinggir bulan purnama itu
menandakan bahwa lingkaran tahun liturgi Gereja belum sempurna oleh karena
tidak adanya hari raya khusus untuk menghormati sakramen mahakudus.