Selasa, 04 Desember 2012

Orang Kudus 4 Desember: St. Barbara

Santa Barbara, perawan & martir
Barbara dihormati sebagai pelindung orang-orang yang tertimpa bahaya angin taufan dan pelindung para arsitek. Legenda tentang riwayat hidupnya baru mulai beredar pada abad ketujuh dan menjadi sangat populer sekitar abad kesembilan. Kebenaran legenda itu sulit dibuktikan, namun apa yang dibeberkan di bawah ini adalah cerita yang ditemukan di dalam buku-buku tua.

Konon Barbara hidup di Yunani pada awal abad III dan meninggal dunia pada 4 Desember 300. Ia anak Dioscorus, seorang pedagang Romawi yang kaya raya. Apabila ayahnya mengadakan perjalanan jauh untuk urusan-urusan perdagangan, Barbara ditinggalkan sendiri terkunci di dalam kamarnya di atas menara rumah mereka.

Pada suatu ketika ayahnya harus pergi karena sesuatu urusan bisnis.

“Manisku, ayah harus pergi!” kata Dioscorus kepada Barbara. “Selama ayah pergi,” lanjutnya, “ayah akan menguncimu di loteng atas menara rumah kita, supaya kau selamat. Dalam menara itu akan kubuatkan dua buah jendela untukmu, supaya kau dapat memandang keindahan laut, dan bila ayah kembali kau bisa mengetahuinya.”

Ketika Dioscorus pulang, ia melihat suatu keganjilan pada menara puterinya: ada tiga jendela dan di atas pintu menara terpaku sebuah salib. Dengan teliti dan tertegun ia heran akan semuanya itu. Ia cemas. Kemudian dengan lantang ia menghardik Barbara, “Apa yang telah kau lakukan?”

Dengan tenang Barbara menerangkan apa yang terjadi selama ayahnya bepergian. “Ketika ayah pergi aku memanggil seorang imam. Ia sangat baik dan mengajariku tentang Bapa yang Mahabaik yang mengutus Putera Tunggal-Nya ke dunia ini untuk menyelamatkan kita. Tetapi Putera yang bernama Yesus itu dibunuh di kayu salib.”

“Lalu?” Tanya ayahnya dengan gusar.

Kata Barbara lebih lanjut, “Kini Tuhan Yesus mengutus Roh Kudus untuk membimbing kita kepada Bapa di surga. Aku sungguh yakin dan mohon diselamatkan Tuhan Yesus. Maka imam itu membaptis aku. Untuk menghormati Tritunggal Mahakudus itu, aku menyuruh orang membuat jendela ketiga; dan supaya Yesus yang di salib itu tetap melindungi aku, maka kupasang salib di atas pintu masuk.”

Ayahnya melotot! Ia geram dan tidak senang dengan perbuatan Barbara. Sebab, ayah itu masih percaya kepada dewa-dewi. Dengan mata gelap, Dioscorus menyeret Barbara yang amat dicintainya itu sambil berteriak, “Ikuti aku ke pengadilan. Kau harus menyangkal kepercayaanmu yang tidak masuk akal itu!”

Ketika itu Barbara baru berusia 14 tahun, sehingga hakim tidak berani berbuat apa-apa. Ayahnya bertambah berang dan menyeret Barbara untuk diserahkan kepada para algojo agar disiksa dan bisa menyangkal imannya. Namun sia-sia saja usahanya. Barbara tetap setia pada imannya. Akhirnya ia menghunuskan pedangnya dan menebas leher Barbara, buah hatinya sendiri. Pada saat itu pun Dioscorus disambar petir dan mati seketika.

Konon Henry Koch, pria berkebangsaan Belanda, yang hidup pada abad kelimabelas, menaruh devosi besar kepada Barbara. Ketika rumahnya terbakar, ia diselamatkan secara ajaib dari amukan api dan bertahan hidup sampai ia menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Sejak saat itu, banyak orang berdoa dengan perantaraan santa Barbara agar bisa mati dengan damai. Barbara juga dihormati sebagai santa pelindung orang-orang yang menghadapi ajalnya dan pelindung orang-orang yang mengalami kematian mendadak.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

(Pencerahan) Terima Apa Adanya

JANGAN BERUBAH
Aku sudah lama mudah naik darah. Aku serba kuatir, mudah tersinggung dan egois sekali. Setiap orang mengatakan bahwa aku harus berubah. Dan setiap orang terus menerus menekankan betapa mudah aku menjadi marah.

Aku sakit hati terhadap mereka, biarpun sebetulnya aku menyetujui nasehat mereka. Aku memang ingin berubah, tetapi aku tidak berdaya untuk berubah, betapapun aku telah berusaha.

Aku merasa paling tersinggung ketika sahabat karibku juga mengatakan bahwa aku mudah naik pitam. Ia juga terus menerus mendesak supaya aku berubah. Aku mengakui bahwa ia benar, meskipun aku tidak bisa membencinya. Aku merasa sama sekali tidak berdaya dan terpasung.

Namun pada suatu hari ia berkata kepadaku, “Jangan berubah! Tetaplah seperti itu saja. Sungguh, tidak jadi soal, apakah engkau berubah atau tidak. Aku mencintaimu sebagaimana kau ada. Aku tidak bisa tidak mencintaimu.”

Kata-kata itu berbunyi merdu dalam telingaku: “Jangan berubah. Jangan berubah. Jangan berubah ... aku mencintaimu.” Dan aku menjadi tenang. Aku mulai bergairah. Dan, oh, sungguh mengherankan, aku berubah!

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Renungan Hari Selasa Adven I-C

Renungan Hari Selasa Adven I, Thn C/I
Bac I : Yes 11: 1 – 10; Injil       : Luk 10: 21 – 24

Dalam Injil diungkapkan bahwa Kerajaan Allah itu Tuhan "sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil." (ay. 21). Mendengar pernyataan Yesus ini tentulah kita agak heran. Bukankah manusia itu harus jadi bijak dan pandai? Tapi kenapa rahasia kerajaan Allah itu disembunyikan dari mereka dan justru dinyatakan kepada orang kecil?

Dalam kehidupan sehari-hari, orang pandai dan bijak selalu banyak pertimbangan: baik buruk, untung rugi, dan lain sebagainya. Berbeda dengan orang kecil. Tentulah mereka juga mempunyai pertimbangan, namun pertimbangannya tidak serumit orang bijak dan pandai. Dasar pertimbangan orang kecil adalah apakah sesuatu itu baik dan berguna bagi hidupnya? Selagi baik dan berguna, ia akan menerimanya, tanpa perhitungan untung rugi dan resikonya bagi dirinya.

Sikap orang kecil inilah yang dikehendaki Allah pada kita. Allah, melalui Yesus Kristus, menawarkan kerajaan Allah. Karena sumbernya dari Allah, tentulah ia itu baik dan berguna. Mana mungkin Allah menghendaki umat-Nya menderita.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita menerimanya tanpa pertimbangan atau perhitungan lainnya. Sabda Tuhan menghendaki agar kita menerima dan melaksanakan kehendak-Nya tanpa pertimbangan-pertimbangan seperti orang pandai dan bijak.

by: adrian