Sabtu, 13 Desember 2014

Persepsi Bukanlah Kebenaran

ANTARA FAKTA, PERSEPSI DAN KEBENARAN
Contoh Kasus
Pastor Eko adalah mantan pastor pembantu Paroki A. Pastor Eko pernah berkata bahwa di Paroki A telah terjadi kasus korupsi. Yang mencuri uang Gereja atau yang melakukan korupsi adalah Pastor Paroki; dan kemungkinan juga bendahara paroki.

Untuk membenarkan pernyataannya, Pastor Eko memberikan beberapa fakta. Pertama, tidak ada transparansi keuangan di paroki A. Soal keuangan hanya Pastor Paroki dan bendahara paroki saja yang tahu. Bahkan Pastor Eko dihalang-halangi untuk mengetahui keuangan. Kedua, setidaknya dua kali Pastor Eko menemukan ketidakcocokan data kolekte yang dicatat oleh petugas penghitung uang dengan yang diumumkan di gereja. Pastor Eko pernah menceritakan hal ini kepada salah seorang umat, dan umat itu menegaskan bahwa kasus ini pernah juga terjadi sebelum Pastor Eko di Paroki A. Ketiga, Pastor Paroki selalu menghindar jika diminta pertanggungjawaban keuangan. Keempat, HP Pastor Paroki selalu gonta-ganti; dan harganya mahal-mahal.

Pernyataan Pastor Eko dengan segala dasar pembenarannya sampai ke telinga umat dan beberapa rekan imam lainnya. Mereka semua pada percaya. Mereka percaya bahwa telah terjadi korupsi di Paroki A; atau setidak-tidaknya Pastor Paroki A telah melakukan tindak korupsi. Sikap percaya yang tumbuh dalam diri umat dan beberapa rekan imam membuat pernyataan “Pastor Paroki A melakukan korupsi” telah menjadi sebuah kebenaran.

Akan tetapi, menjadi persoalan, apakah benar Pastor Paroki A melakukan korupsi? Atau dengan kata lain, apakah pernyataan “Pastor Paroki A melakukan korupsi” merupakan suatu kebenaran?

Fakta, Persepsi dan Kebenaran
Dari contoh kasus di atas, setidaknya ada tiga hal berbeda yang terpisah namun disatukan. Ketiga hal itu adalah fakta, persepsi dan kebenaran. Dalam kasus di atas, ada empat fakta. Dari fakta ini lahirlah persepsi: “Pastor Paroki A melakukan korupsi” atau “Di Paroki A telah terjadi kasus korupsi yang dilakukan Pastor Paroki, juga bendahara paroki.” Dan dari persepsi muncullah kebenaran: “Pastor Paroki A (mungkin juga bendahara paroki) melakukan korupsi”.

Di sini terlihat bahwa orang menggabungkan begitu saja ketiga hal itu, antara fakta, persepsi dengan kebenaran. Orang merasa bahwa persepsi itu sama dengan fakta. Lantas orang berpikir bahwa persepsi adalah kebenaran, karena mereka menilai bahwa  kebenaran itu sama dengan persepsi. Jelas, ini merupakan kekeliruan berpikir.

Persepsi itu bukanlah fakta, meski ia lahir darinya. Demikian pula persepsi itu bukanlah kebenaran. Fakta, persepsi dan kebenaran berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, ada baiknya terlebih dahulu orang memahami arti dan makna dari ketiga istilah itu.

Fakta, menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa fakta merupakan sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Seperti dalam kasus di atas, empat contoh yang dikemukakan Pastor Eko adalah memang fakta, karena semuanya benar-benar ada dan terjadi. Semua itu dialami sendiri oleh Pastor Eko.

Renungan Hari Sabtu Adven II - B

Renungan Hari Sabtu Adven II, Thn B/I
Bac I    Sir 48: 1 – 4, 9 – 11; Injil                Mat 17: 10 – 13;

Hari ini bacaan pertama diambil dari Kitab Putera Sirakh. Dalam kitabnya, penulis menyampaikan kekecewaan Allah kepada umat pilihan-Nya, yaitu bangsa Israel. Dikatakan bahwa jauh-jauh hari Tuhan Allah sudah mengingatkan bangsa Israel akan bencana yang akan menimpa mereka jika mereka tidak mengindahkan perintah-Nya. Akan tetapi, seperti yang dikatakan Tuhan sendiri, bangsa Israel tidak mempedulikannya. Di mata Allah, mereka ini “tegar tengkuk, keras kepala dan berkepala batu.” (ay. 4).

Sifat “tegar tengkuk, keras kepala dan berkepala batu”, seperti yang digambarkan penulis Kitab Putera Sirakh dalam kitabnya, kembali terlihat dalam kehidupan umat Israel jaman Yesus. Dalam Injil Tuhan Yesus membicarakan tentang Nabi Elia yang akan datang lebih dahulu, sebagaimana yang diutarakan para murid berdasarkan informasi dari ahli-ahli Taurat. Bagi Tuhan Yesus kedatangan Nabi Elia untuk memulihkan segala sesuatu. Para ahli Taurat sudah mengetahuinya. Akan tetapi, Tuhan Yesus menegaskan bahwa Nabi Elia sudah datang. Namun orang tidak mengenalnya dan memperlakukannya menurut kemauan mereka.

Kehidupan manusia yang digambarkan Tuhan dalam bacaan pertama dan Injil sepertinya dapat kita temui dalam kehidupan kita dewasa ini. Ada banyak manusia memiliki sifat “tegar tengkuk, keras kepala dan berkepala batu”. Sifat ini membuat kita tidak menghiraukan sapaan Tuhan dalam hidup kita. Di masa adven ini, kita diajak untuk mempersiapkan hati kita menyambut kedatangan Tuhan. Salah satu persiapan kita adalah tobat. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mengubah sifat “tegar tengkuk, keras kepala dan berkepala batu” kita, supaya kita dapat menerima sapaan Tuhan dalam hidup kita. Perlu disadari bahwa terkadang Tuhan menyapa kita secara tidak langsung, melalui sesama, peristiwa alam ataupun hal lainnya. Jika kita memiliki sifat kepekaan hati, maka kita dapat memahami sapaan Tuhan untuk kita.

by: adrian