Minggu, 22 Agustus 2021

MENANGGAPI USTAD MENACHEM ALI SOAL SURAH AN-NISA 157



Seorang teman facebook menyarankan saya untuk mencari di youtube soal rasa penasaran saya tentang kajian islam atas QS an-Nisa: 157. Ketika meluncur di youtube, saya langsung berkenalan dengan Ustad Menachem Ali (UMA). Saya langsung tertarik dengan kajiannya karena lucu dan mengusik akal sehat saya. Terus terang, bagi orang yang kurang memiliki daya kritis, tentulah dengan sangat mudah terbuai oleh kata-kata UMA ini. Untuk mengetahui kajian UMA soal topik ini, silahkan klik di sini (jika tak bisa dibuka, coba klik DI SINI).

Karena itulah, saya terpanggil untuk memberikan catatan kritis terkait kajian UMA ini. Pertama-tama perlu diketahui bahwa kajian UMA dalam video tersebut secara umum membahas soal persoalan siapa yang mati di kayu salib. Sebagaimana diketahui, umat islam percaya kalau yang mati itu bukan Yesus, seperti yang diyakini oleh orang Kristiani dan juga Yahudi, didasarkan pada surah an-Nisa: 157. Akan tetapi, dalam kajian tersebut UMA hanya memfokuskan pembahasannya pada pernyataan orang Yahudi, yang dikutip oleh Allah: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Putra Maryam.”

Memang benar apa yang dikatakan UMA bahwa pernyataan di atas merupakan perkataan komunal atau kolektif, bukan personal. “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Putra Maryam.” merupakan pernyataan orang Yahudi. UMA tidak mempersoalkan kata “membunuh” dalam pernyataan itu. Secara tidak langsung mau ditegaskan bahwa benar Al-Masih, Isa Putra Maryam telah dibunuh. Yang menarik justru kata “Al-Masih”. Di sini UMA mempersoalkan antara Al-Masih asli dan palsu. Benar apa yang dikatakan UMA bahwa pernyataan tersebut merupakan ungkapan satir, meski UMA gagal memahami makna kata “satir” itu.

“Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Putra Maryam.” memang merupakan pernyataan satir. Ini merupakan kalimat ejekan, sama seperti kalimat yang ada di salib: “Yesus Raja Orang Yahudi”. Menjadi menarik ketika UMA memahaminya dengan Al-Masih asli atau palsu. UMA mengatakan bahwa orang Yahudi yakin bahwa yang mereka bunuh bukan Al-Masih asli tetapi Al-Masih palsu. Sepertinya UMA tidak tahu kalau orang Yahudi sejak awal tidak mengakui Yesus atau Isa itu sebagai Al-Masih. Mereka membunuh juga karena pengakuan Yesus sebagai Al-Masih atau mesias. Jadi, pernyataan orang Yahudi itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan keyakinan akan Al-Masih asli atau palsu. Apa yang dikatakan itu bukan lantas berarti bahwa orang Yahudi yakin bahwa yang mereka bunuh adalah Al-Masih palsu. Pernyataan itu murni sebagai ejekan.

Kemudian UMA membeberkan “bukti” yang diambilnya dari Kitab Taurat. Memang benar apa yang dikatakannya bahwa ada 5 Kitab Taurat, yang diyakini berasal dari Musa. UMA mengutip, katanya, dari Kitab Taurat sebagai bukti akan keyakinan orang Yahudi bahwa yang dibunuh itu adalah Al-Masih palsu. UMA mengatakan, “Bila ada orang yang mati tergantung di kayu salib, maka tidak boleh mayatnya seharian di situ, karena itu akan menajiskan tanah Israel.” Kutipan ayat itu mungkin merujuk pada kitab Ulangan 21: 23. Dari kutipan ayat Taurat ini, UMA kemudian menjelaskan dasar keyakinan orang Yahudi bahwa yang dibunuh itu adalah Al-Masih palsu. Karena jika memang Yesus itu sungguh Al-Masih tidak mungkin Dia mati seperti itu dan tak mungkin mati di salib.

Jadi, kutipan kitab Ulangan 21: 23 tersebut dijadikan dasar pembuktian bahwa yang dibunuh itu adalah Al-Masih palsu. Dan itu dikatakan sebagai keyakinan orang Yahudi. Untuk menguatkan pembenarannya, UMA mengatakan bahwa dirinya bersahabat dengan orang Yahudi sampai saat ini. Saya tidak paham maksud pernyataan UMA yang masih bersahabat dengan orang Yahudi sementara Allahnya sendiri mengajarkan umat islam untuk memusuhi orang Yahudi. Karena itulah, saya yakin kalau pernyataan UMA itu bertujuan untuk menguatkan pembenarannya.

Saya sama sekali tidak menyalahkan tafsiran atau pemahaman UMA atas kitab Ulangan 21: 23. Orang kristen sama sekali tidak mengaitkan kutipan kitab Ulangan itu dengan soal Al-Masih asli atau palsu. Ayat 23 kitab Bilangan itu tak bisa dipisahkan dari ayat 22, yaitu bahwa yang mati digantung (di salib) itu adalah orang berdosa. Karena itulah, orang kristen menafsirkan bahwa Yesus telah disamakan dengan orang berdosa, sekalipun Dia tidak berdosa, karena dengan itu Dia menebus orang berdosa. Rasul Paulus mengatakan, “kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.” (1Kor 1: 23).

Satu persoalan lain adalah tafsiran UMA atas frase “Isa Putra Maryam”, yang terdapat dalam kutipan surah an-Nisa itu. Jika sebelumnya UMA menjelaskan bahwa ke-Al-Masih-an Yesus dipersoalkan, dengan frase ini UMA juga mengatakan bahwa adanya “penolakan bertumpuk tiga” alias sangat kuat. UMA menjelaskan bahwa Al-Masih Yesus dipersoalkan, pribadinya dipersoalkan dan keturunannya juga demikian. Menjadi menarik adalah tafsiran UMA atas “penolakan bertumpuk tiga”. Secara akal sehat atau menurut logikanya, sesuai cara pikir UMA terhadap Al-Masih, maka yang dibunuh itu seharusnya bukan juga Isa Putra Maryam. Dengan kata lain, orang Yahudi sepaham dengan Al-Qur’an bahwa yang dibunuh adalah orang yang menyerupai Isa Putra Maryam, yang adalah Al-Masih palsu. Akan tetapi, UMA justru mengatakan “Orang yang disebut Isa, putra dari Maryam, namanya Al-Masih itu bukan sebagai orang yang benar.” Di sini UMA kembali lagi ke masalah benar atau tidak benar, asli atau palsu. UMA tidak konsisten dengan pernyataan awalnya tentang “penolakan bertumpuk tiga”, yang dalam kutipan surah an-Nisa berarti penolakan atas gelar al-Masih, pribadi dan juga keturunan dari Isa atau Yesus sebagai orang yang dibunuh. Jika kata “Al-Masih” ditafsir sebagai bukan Al-Masih asli yang dibunuh, maka seharusnya frase “Isa Putra Maryam” yang mengikuti kata “Al-Masih” harus juga ditafsirkan bukan Isa putra Maryam yang sebenarnya yang dibunuh.

Kesimpulan dari penjelasan UMA sungguh sangat menarik. Dia mengatakan bahwa menurut keyakinan orang Yahudi yang mati di salib bukan Al-Masih; menurut keyakinan orang islam yang mati di salib bukan Isa Al-Masih; menurut keyakinan orang kristen yang mati di salib adalah Yesus atau Isa Al-Masih. Jika kesimpulan ini tidak dikritisi, tentulah banyak orang akan salah paham. Sekilas ada kesamaan keyakinan antara orang Yahudi dan islam, sementara keyakinan kristen berdiri sendiri. Padahal jika dikritisi, dengan alat bantu penjelasan UMA sendiri, justru yang berbeda sendiri itu adalah keyakinan umat islam. Orang Yahudi yakin yang mati di kayu salib itu adalah Isa atau Yesus, tapi mereka tidak mengakuinya sebagai Al-Masih. Dasarnya seperti yang sudah dijelaskan UMA. Sementara orang kristen yakin yang mati itu adalah Yesus, yang adalah juga Kristus atau Al-Masih. Dengan kata lain, orang Yahudi dan kristen sama-sama yakin yang mati itu adalah Yesus atau Isa, sementara islam meyakini yang mati itu bukan Yesus atau Isa.

Dari tinjauan kritis ini tetap saja keyakinan islam ini bertentangan dengan fakta sejarah. Kita tidak mempersoalkan Al-Masih asli atau palsu. Yang dipersoalkan di sini adalah apakah yang mati itu Yesus atau bukan. Orang Yahudi dan kristen yakin yang mati itu adalah Yesus, sementara islam mengatakan bukan. Umat islam, menurut QS an-Nisa: 157, tidak hanya menyakini bahwa yang mati di salib itu adalah bukan Al-Masih, tetapi juga bukan Isa putra Maryam. Sikap inilah yang seharusnya dimaknai sebagai  “penolakan bertumpuk tiga”. Inilah inti permasalahan dari surah an-Nisa ayat 157. Terlihat jelas kalau wahyu Allah ini bertentangan, bukan saja dengan keyakinan iman orang kristen, tetapi juga dengan catatan sejarah.

Bukti sejarah tentang kematian Yesus di kayu salib dapat dibaca dalam catatan sejarah yang ditulis oleh orang bukan kristen. Tacitus (56 M – 107 M) adalah seorang sejarahwan Romawi. Dia menulis, “Kristus ... menderita hukuman ekstrem pada pemerintahan ....” Hukuman ekstrem dimaknai dengan penyaliban. Mar bar Serapion adalah seorang filsuf Stoikisisme yang berasal dari Siria. Dia menulis sekitar tahun 73 Masehi tentang pembunuhan Raja Bijaksana oleh orang Yahudi. Meski tidak menyebut nama Yesus, Raja Bijaksana dimaknai sebagai Yesus. Seorang sejarahwan Yahudi abad pertama, Flavius Josephus, pada sekitar tahun 93 Masehi menulis The Antiquities of the Jews. Dalam tulisannya itu, Josephus terang benderang menyebut nama Yesus dan juga jenis hukumannya. Seorang satiris Yunani, Lucianus Samosata, (115 M – 200 M), pada sekitar tahun 165 menulis tentang orang Palestina yang disalibkan.

Keempat sejarahwan ini, 3 di antaranya hidup dalam abad pertama, tak jauh dari peristiwa penyaliban, sekalipun berbeda dalam bahasa, namun satu dalam pemahaman, yaitu Yesus mati di kayu salib. Semuanya hidup tidak jauh dengan peristiwa kematian Yesus, yang diperkirakan terjadi pada tahun 33 Masehi. Sementara wahyu Allah dalam QS an-Nisa: 157 baru turun dalam tahun 600-an. Karena itu, fakta kebenaran Al-Qur’an patut diragukan. Keyakinan islam bahwa yang mati itu bukan Yesus, memakai istilah Nararya dalam "Sumber-sumber Sejarah Kuno Non-Kristen Mengenai Penyaliban Yesus", hanya didasarkan pada fantasi historis, bukan berdasarkan fakta historis.

Apa yang kita dapat setelah menonton video kajian UMA secara kritis? Ada beberapa poin penting yang bisa disampaikan di sini.

1.    Penjelasan UMA sama sekali tidak menerangkan kenapa wahyu Allah bertentangan dengan fakta sejarah. Justru terkesan kalau UMA hendak mengaburkan inti persoalan dengan topik asli atau palsu.

2.    Jika membaca teks wahyu Allah secara utuh, ada kesan penjelasan UMA terlepas dari konteks wahyu Allah secara keseluruhan. Kutipan pernyataan orang Yahudi, yang dijadikan bahan pembahasan UMA, sama sekali kurang nyambung dengan kalimat sebelumnya “dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, ...” Dalam kalimat ini Allah justru hendak mempermasalahkan pernyataan orang Yahudi itu. Dengan kata lain, kalau dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, ditegaskan bahwa Allah menghukum mereka yang mengatakan, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Putra Maryam.” Pemahaman ini jelas bertentangan dengan penjelasan UMA dalam video tersebut. Penjelasan UMA ini terlihat jelas bertentangan dengan penjelasan Ustad DR Musthafa Umar, Lc, MA. Tafsiran mana yang benar, karena tidak mungkin keduanya benar? Inilah salah satu bukti betapa islam itu membingungkan.

3.    Kebenaran Al-Qur’an patut diragukan. Bagaimana mungkin Allah yang maha mengetahui dan mahabenar, sebagai sumber Al-Qur’an, salah dalam memberi informasi tentang siapa yang disalibkan itu. Atau dengan perkataan lain, kenapa informasi yang diberikan Allah bertentangan dengan data sejarah.

4.    Konsekuensi logis dari poin ketiga di atas adalah bahwa Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah. Patut diduga ia hanyalah rekayasa manusia, yang bernama Muhammad. Hal ini sebenarnya sudah diungkapkan oleh orang-orang yang menolak kenabian Muhammad. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an hanyalah rekayasa Muhammad (bdk. QS  al-Anbiya: 5).

5.    UMA perlu memahami makna, nilai dan pesan yang hendak disampaikan dari kematian Yesus di salib. Kalau UMA sungguh memahaminya, tentulah dia sadar bahwa hal ini bukan cuma soal asli atau palsu.

6.    Tidak adanya penjelasan yang sejelas-jelasnya soal QS an-Nisa: 157 tentang bukan Yesus yang mati di salib membuat saya yakin adanya pengaruh aliran gnostisisme atau juga aliran nestorianisme. Kebetulan 2 aliran ini sudah ada jauh sebelum islam hadir, atau sebelum Muhammad dikandung. Orang kristen yang ada di tanah Arab, baik di Mekkah maupun di Madinah, adalah orang kristen dari aliran nestorianisme.

7.    Bagi umat kristiani semoga video UMA ini tidak mempengaruhi iman. Tidak perlu juga marah, karena jika dikritisi ternyata video tersebut justru tetap mengungkapkan borok islam. Masak Allah keliru? Mengikuti nasehat Petrus, hendaklah umat kristen “teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima” (2Ptr 1: 12).

Dabo Singkep, 19 Juni 2021

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar