Selasa, 19 Mei 2015

(Inspirasi Hidup) Nasehat Yehezkiel buat Para Imam

NUBUAT NABI YEHEZKIEL MASA KINI
Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku, "Hai anak manusia, bernubuatlah melawan para imam, yang adalah gembala-gembala umat. Bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu. Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah imam-imam, yang menggembalakan dirinya sendiri! Seharusnya domba-domba yang digembalakan oleh mereka.

Dewasa kini banyak imam hanya menikmati susu dari dombanya, dari bulunya mereka buat pakaian, yang gemuk disembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak digembalakan. Yang lemah tidak mereka kuatkan, yang sakit tidak diobati, yang luka tidak mereka balut, yang tersesat tidak dibawa pulang, yang hilang tidak dicari, melainkan diinjak-injak dengan peraturan dan kepentingan pribadi.

Dengan demikian umat-Ku berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi, tanpa ada yang memperhatikan atau yang mencarinya.”

Tiga paragraf di atas merupakan nubuat Nabi Yehezkiel versi masa kini. Kita dapat melihat versi aslinya dalam Yehezkiel 34: 1 – 6.

Nubuat Nabi Yehezkiel di atas, sekalipun disampaikan untuk para gembala umat Israel di masa Perjanjian Lama (sekitar 593 – 571 SM), akan tetapi tetap relevan untuk para gembala umat, kapan dan dimana saja. Saat ini, nubuat itu sangat mengena pada para gembala umat, yaitu Uskup dan para imam.

Apa yang dikatakan Nabi Yehezkiel, sangat nyata terlihat dalam diri para imam. Ada begitu banyak imam yang hanya sibuk dengan urusannya sendiri. Pengembangan umat diabaikan. Mereka bekerja bukan untuk melayani, melainkan untuk mendapat uang dan popularitas. Umat dijadikan lahan untuk mendapatkan uang, dan jabatan dijadikan untuk menunjukkan kekuasaan.

Paus Fransiskus sendiri sudah mengungkapkan adanya gembala yang buruk. Dalam pembukaan Sinode Keluarga di Vatikan, Paus yang dikenal serba pertama ini, menyinggung soal para gembala – uskup dan para imam – yang haus akan uang dan kekuasaan. Dapat dilihat bahwa akarnya ada pada uang. Karena nafsu akan uang itulah, maka muncul keserakahan akan jabatan. Ada banyak imam yang tak puas dengan satu jabatan, melainkan rangkap jabatan. Rangkap jabatan ini bukan karena kemampuan, melainkan karena uang dan nafsu akan kekuasaan.

Oleh karena itu, nubuat Nabi Yehezkiel ini dapat menjadi bahan refleksi bagi para imam dan juga uskup. Di balik nubuat itu terkandang pesan supaya para imam, yang adalah gembala umat, benar-benar memperhatikan umat Allah. Mereka harus seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, “datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” (Mat 20: 28).
Pangkalpinang, 24 Juli 2014
by: adrian
Baca juga:

Orang Kudus 19 Mei: St. Dunstan

SANTO DUNSTAN, USKUP & PENGAKU IMAN
Dunstan lahir di Glastonbury pada tahun 910. Ia terhitung sebagai salah seorang ‘peletak dasar bagi negeri Inggris’ yang berperanan penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan politik dan kehidupan agama selama abad X.
Putera bangsawan ini dididik oleh rahib-rahib Irlandia di Glastonsbury. Setelah itu ia tinggal beberapa tahun di istana Raja Athelstan sebelum menerima tahbisan-tahbisan suci. Pengganti Athelstan, Raja Edmund, mengangkat dia sebagai penasehatnya dan pada tahun 943 sebagai Abbas biara Glantonsbury. Pada waktu itu biara Glanstonbury, yang porak poranda karena serangan bangsa Denmark, mengalami suatu kemerosotan luar biasa seperti halnya banyak biara lainnya di Inggris. Namun di bawah bimbingan Abbas muda Dunstan, biara Glanstonbury bangkit dengan semarak kembali. Dunstan dengan sekuat tenaga berusaha memperbaiki bangunan-bangunan biara Glanstonbury, menghidupkan kembali disiplin hidup monastik, dan menjadikannya sebagai suatu pusat belajar dan pusat monastik di Inggris pada masa itu. Usaha-usahanya ikuti oleh biara-biara lainnya.
Setelah terbunuhnya Raja Edmund pada tahun 946, Dunstan menjadi ketua dewan penasehat Raja Edwy. Dalam kedudukan ini, ia memprakarsai manuver-manuver politik untuk memperkuat kekuasaan kerajaan, mempersatukan kembali negeri Inggris, dan mendamaikan semua orang Denmark yang menetap di Inggris. Ia juga berusaha memberantas praktek kekafiran dan berhasil membaharui kehidupan moral bangsa Inggris dan imam-imam di seluruh keuskupan. Ketika Ederd diangkat oleh Raja Edwy pada tahun 955, Dunstan terlibat dalam perselisihan besar dengan penguasa baru itu. Ia mengkritik sikap kepala batu Ederd yang tidak pantas bagi seorang raja pada waktu pesta pemahkotaannya. Akibatnya Dunstan dikucilkan dari Inggris. Dunstan mengasingkan diri ke Flanders. Di Flanders ia mendapat kesempatan untuk membaharui biara-biara yang ada di sana. Di kemudian hari semua pengalamannya di Flanders mempunyai pengaruh besar terhadap seluruh gagasannya tentang pembaharuan hidup monastik.
Namun pengungsian Dunstan tidak berlangsung lama. Pada tahun 957 pecahlah pertempuran antara orang-orang Mercian dan Northumbria di wilayah-wilayah Utara dan Timur Inggris. Ederd dipaksa turun takhta dan Edgar, saudara Ederd, memanggil kembali Dunstan ke Inggris dan mengangkat dia menjadi Uskup Worcester dan Uskup London. Sepeninggal Ederd pada tahun 959, Edgar berhasil mempersatukan kembali seluruh Inggris. Pada waktu Dunstan diangkat menjadi Uskup Agung Canterbury. Ketika ia pergi ke Roma untuk menerima pakaian kebesaran jabatannya, ia diangkat sebagai utusan oleh Paus Yohanes XII (955 – 964). Dipersenjatai dengan kekuasaan besar ini, ia kembali ke Inggris dan dengan penuh semangat membaharui disiplin Gereja di seluruh negeri. Di bawah kepemimpinannya, banyak biara di Inggris dibaharui dan banyak lagi biara baru didirikan.
Dunstan terus menjadi penasehat raja selama kepemimpinan Raja Edgar, dan kemudian menjadi juga penasehat Raja Edward Martir. Namun ia tidak mengambil bagian dalam pemerintahan setelah Ethelred dimahkotai pada tahun 970. Ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya dii Canterbury sampai meninggal dunia ada 19 Mei 988. Jenazahnya dikuburkan di Katedral Canterbury.
sumber Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 19 Mei:

Renungan Hari Selasa Paskah VII - B

Renungan Hari Selasa Paskah VII, Thn B/I
Bac I  Kis 20: 17 – 27; Injil       Yoh 17: 1 – 11a;

Injil hari ini menampilkan doa Yesus kepada Allah Bapa. Bisa dikatakan bahwa doa tersebut merupakan refleksi Yesus atas karya perutusan-Nya. Ditegaskan bahwa tugas perutusan yang dijalani Yesus merupakan pelaksanaan mandat dari Allah Bapa. Ada dua hal penting dalam refleksi Yesus terkait dengan tugas perutusannya. Pertama, tugas perutusan tersebut bertujuan supaya para murid mengenal Allah dan Yesus Kristus (ay. 3). Mengenal di sini dapat diartikan sebagai percaya. Jadi, tugas perutusan yang dikerjakan Yesus membuat orang percaya kepada Allah dan diri-Nya. Kedua, lewat karya perutusan-Nya, Yesus telah mempermuliakan Allah di dunia (ay. 4).
Semangat dan teladan Tuhan Yesus dalam melaksanakan karya perutusan-Nya terlihat juga dalam diri Rasul Paulus. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari kitab Kisah Para Rasul, Paulus menyampaikan bahwa tugas perutusannya bertujuan "supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus." (Kis 20: 21). Kepada jemaat di Miletus, Paulus menyampaikan bahwa ia telah melaksanakan tugas pewartaan yang diterimanya dari Tuhan Yesus (ay. 20, 27). Dalam melaksanakan tugasnya, Paulus sama sekali tidak memikirkan kepentingan pribadinya bahkan nyawanya (ay. 24). Semua dilakukan Paulus semata untuk kemuliaan Allah.
Sabda Tuhan hari ini sangat cocok menjadi bahan permenungan bagi umat kristiani dewasa kini. Lewat baptisan yang telah diterima, setiap orang, sesuai dengan peran, kemampuan dan jabatannya, ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus sebagai Nabi, Imam dan Raja. Sebagai nabi, tugas yang harus dijalankan adalah pewartaan. Sabda Tuhan hari ini menampilkan sosok pewarta ideal sebagai teladan, yaitu Tuhan Yesus sendiri dan Paulus. Tuhan menghendaki agar umat kristiani lebih memperhatikan misi pewartaannya, bukan pada kepentingan pribadi. Melalui pewartaan itu sangat diharapkan agar orang lain mau bertobat dan mengenal Yesus Kristus dan karya keselamatan-Nya. Pewarta hanyalah alat atau sarana, yang dengannya orang lain dapat memuliakan Allah dan Yesus Kristus.
by: adrian