Minggu, 11 November 2012

Dokumen Konsili Vatikan II: Konstitusi Dogmatis Wahyu Ilahi



PENDAHULUAN

Sambil mendengarkan SABDA ALLAH dengan khidmat dan mewartakannya penuh kepercayaan, Konsili suci mematuhi amanat S. YOHANES: “Kami mewartkan kepadamu hidup kekal, yang ada pada Bapa dan telah nampak kepada kami: Yang kami lihat dan kami dengar, itulah yang kami wartakan kepadamu, supaya kamupun beroleh persekutuan kita bersama Bapa dan Putera-Nya Yesus kristus” (1Yoh 1:2-3). Maka dari itu, sambil mengikuti jejak Konsili Trente dan Konsili Vatikan I, Konsili ini bermaksud menyajikan ajaran yang asli tentang wahyu ilahi dan bagaiman itu diteruskan, supaya dengan mendengarkan pewartaan keselamatan seluruh dunia mengimaninya, dengan beriman berharap, dan dengan berharap mencintainya.[1]

BAB SATU
TENTANG WAHYU SENDIRI

2. (Hakekat wahyu)
Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Ef 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (lih. Ef 2:18; 2Ptr 1:4). Maka dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan (lih. Kol 1:15; 1Tim 1:17) dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya (lih. Kel 33:11; Yoh 15:14-15), dan bergaul dengan mereka (lih. Bar 3:38), untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka didalamnya. Tata perwahyuan itu terlaksana melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat terjalin, sehingga karya, yang dilaksanakan oleh Allah dalam sejarah keselamatan, memperlihatkan dan meneguhkan ajaran serta kenyataan-kenyataan yang diungkapkan dengan kata-kata, sedangkan kata-kata menyiarkan karya-karya dan menerangkan rahasia yang tercantum di dalamnya. Tetapi melalui wahyu itu kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang Allah dan keselamatan manusia nampak bagi kita dalam Kristus, yang sekaligus menadi pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu.[2]

3. (Persiapan wahyu ilahi)
Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui sabda-Nya (lih. Yoh 1:3), serta melestarikannya, dalam makhluk-makhluk senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rom 1:19-20). Lagi pula karena Ia bermaksud membuka jalan menuju keselamatan di sorga, Ia sejak awal mula telah menampakkan Diri kepada manusia pertama. Setelah mereka jatuh, dengan menjanjikan penebusan Ia mengangkat mereka untuk mengharapkan keselamatan (lih. Kej 3:15). Tiada putus-putusnya Ia memelihara umat manusia, untuk mengurniakan hidup kekal kepada semua, yang mencari keselamatan dan bertekun melakukan apa yang baik (lih. Rom 2:6-7). Adapun pada saat yang ditentukan Ia memanggil Abraham untuk menjadikannya bangsa yang besar (lih. Kej 12:2). Sesudah para Bapa bangsa Ia membina bangsa itu dengan perantaraan Musa serta para Nabi, supaya mereka mengakui Diri-Nya sebagai satu-satunya Allah yang hidup dan benar, Bapa Penyelenggara dan hakim yang adil, dan supaya mereka mendambakan Penebus yang dijanjikan. Dengan demikian berabad-abad lamanya Ia menyiapkan jalan bagi Injil.

4. (Kristus kepenuhan wahyu)
Setelah berulang kali dan dengan berbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para Nabi, “akhirnya pada zaman sekarang Ia bersabda kepada kita dalam Putera” (Ibr 1:1-2). Sebab Ia mengutus Putera-Nya, yakni sabda kekal, yang menyinari semua orang, supaya tinggal di tengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih. Yoh 1:1-18).

Maka Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai “manusia kepada manusia”[3], “menyampaikan sabda Allah” (Yoh 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5:36; 17:4). Oleh karena itu Dia – barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh 14:9) – dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizatnya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.

Adapun tata keselamatan kristiani, sebagai perjanjian baru dan tetap, tidak pernah akan lampau; dan sama sekali tidak boleh dinantikan lagi wahyu umum yang baru, sebelum Tuhan kita Yesus Kristus menampakkan Diri dalam kemuliaan-Nya (lih. 1Tim 6:14 dan Tit 2:13).

5. (Menerima wahyu dan iman)
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rom 16:26; lih. Rom 1:5; 2Cor 10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”[4], dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”.[5] Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya.

6. (Kebenaran-kebenaran yang diwahyukan)
Dengan wahyu ilahi Allah telah mau menampakkan dan membuka diri-Nya sendiri serta keputusan kehendak-Nya yang abadi tentang keselamatan manusia, yakni “untuk mengikutsertakan manusia dalam harta-harta ilahi, yang sama sekali melampaui daya tangkap akalbudi insani”.[6]

Konsili suci mengakui bahwa “Allah, awal dan tujuan segalan sesuatu, dapat diketahui dengan pasti dengan kodrati nalar manusia dari apa yang diciptakan” (lih. Rom 1:20). Tetapi Konsili mengajarkan juga bahwa berkat wahyu Allah itulah “segala, yang dalam hal-hal ilahi sebetulnya tidak mustahil diketahui oleh akalbudi manusia, dalam keadaan umat manusia sekarang dapat diketahui oleh semua dengan mudah, dengan kepastian yang teguh dan tanpa tercampuri kekeliruan mana pun juga”.[7]

Bersambung minggu depan.....


[1] Lih. S. AGUSTINUS, Tentang mengajar agama kepada mereka yang serba tidak tahu, bab IV, 8: PL 40:316.
[2] Lih. Mat 11:27; Yoh 1:14 dan 17; 14:6; 17:1-3; 2Kor 3:16 dan 4:6; Ef 1:3-14.
[3] Surat kepada Diognetus, bab VII, 4: FUNK, Patres Apostolici, I, hlm. 403
[4] KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis tentang iman katolik, bab 3 tentang iman: DENZ 1789 (3008)
[5] KONSILI ORANGE II, kanon 7: DENZ. 180 (377); KONSILI VATIKAN I, dalam Konstitusi itu juga: DENZ. 1791 (3010).
[6] KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatik tentang iman katolik, bab 2 tentang wahyu: DENZ. 1786 (3005).
[7] KONSILI VATIKAN I, dalam bab yang sama: DENZ. 1785 dan 1786 (3004 dan 3005).

Orang Kudus 11 November: St. Martinus Tours

Santo Martinus Tours, uskup & Pengaku Iman
Martinus lahir di Sabaria, Pannoia (sekarang: Szombathely, Hungaria Barat) pada tahun 335 dan dibesarkan di Italia. Ayahnya seorang perwira tinggi Romawi yang masih kafir. Sulpicius Severus, pengikut dan penulis riwayat hidupnya, mengatakan bahwa Martinus pada umur 10 tahun diam-diam mengikuti pelajaran agama kristen tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ayahnya sangat mengharapkan diri menjadi perwira Romawi seperti dirinya. Oleh karena itu pada usia 15 tahun ia memasukkan Martinus dalam dinas militer.

Dalam suatu perjalanan dinas ke kota Amiens, pada musim dingin tahun itu, Martinus berpapasan dengan seorang pengemis malang yang sedang kedinginan di pintu gerbang kota. Pengemis itu mengulurkan tangannya meminta sesuatu dari padanya. Kasihan ia tidak membawa uang sesen pun pada waktu itu. Apa yang dilakukannya? Tergerak oleh belas kasihannya yang besar pada pengemis malang itu, ia segera menghunuskan pedangnya dan membelah mantelnya yang indah itu: sebagian untuk dia dan sebagian diberikan kepada pengemis itu. Ketika memasuki kota Amiens banyak orang menertawakan dia karena mantelnya yang aneh itu.

Pada malam itu juga Yesus bersama sejumlah malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya.Dalam penglihatan itu Martinus melihat Yesus mengenakan mantel setengah potong yang sama dengan bagian mantel yang diberikan kepada pengemis malang tadi. Kepada para malaikat itu Yesus berkata, "Martin, seorang katekumen, memberikan Aku mantel ini." Tak lama kemudian ia dipermandikan dan segera mengajukan permohonan pengunduran diri dari dinas kemiliteran. Kepada atasannya ia berkata, "Saya ini tentara Kristus, karena itu saya tidak boleh berperang." Atasannya dan perwira-perwira lainnya mencerca dan menuduhnya pengecut. Tetapi dengan tegas Martinus menjawab, "Saya berani pergi berperang dan bersedia berdiri di front terdepan tanpa membawa sepucuk senjata pun." Akhirnya permohonannya dikabulkan dan ia secara resmi berhenti dari dinas militer Romawi.

Sesudah itu ia menjadi murid Santo Hilarius, Uskup Poiters. Setelah beberapa lama dididik oleh Santo Hironimus, ia ditahbiskan menjadi imam dan diutus ke Illirikum, Yugoslavia untuk mewartakan Injil di sana. Tetapi karena ia banyak mendapat tantangan dari para penganut aliran sesat Arianisme, ma ia mengundurkan diri dan hidup bertapa di sebuah pulau dekat pantai selatan Perancis. Kemudian ia bergabung lagi dengan Santo Hilarius dan mendirikan sebuah biara di Liguge, Perancis. Inilah biara pertama di Perancis. Di dalam biara itu ia menjadi pembimbing bagi rahib-rahib lain yang ingin mengikuti jejaknya.

Kemudian pada usia 55 tahun, ia ditahbiskan menjadi Uskup Tours. Ia tidak mempunyai istana yang istimewah, hanya sebuah bilik sederhana di samping sakristi gereja. Bersama rahib-rahibnya, Martinus giat mewartakan Injil. Kotbah-kotbahnya diteguhkan Tuhan dengan banyak mujizat. Dengan berjalan kaki, naik keledai atau dengan perahu layar ia mengunjungi semua desa di keuskupannya. Ia tak gentar menghancurkan tempat-tempat pemujaan berhala dan tanpa takut-takut menentang praktek hukuman mati yang dijatuhkan kaisar terhadap tukang-tukang sihir dan penyebar ajaran sesat. Itulah sebabnya ia tidak disukai oleh orang-orang kristen yang fanatik. Tetapi Martinus tetap pada pendiriannya: menjunjung tinggi keadilan dan menentang sistem paksaan. Martinus adalah salah seorang dari para kudus yang bukan martir. Ia meninggal dunia pada 8 November 397.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Minggu Biasa XXXII-B

Renungan Hari Minggu Pekan Biasa XXXII B/II
Bac I : 1Raj 17: 10 – 16; Bac II         : Ibr 9: 24 – 28
Injil  : Mrk 12: 38 – 44

Bacaan pertama dan Injil hari ini memiliki kesamaan dan kemiripan cerita. Kesamaan ada pada subyek cerita, yaitu janda. Kemiripannya ada pada tema, yaitu memberi. Baik dalam bacaan pertama maupun Injil, berisi ajakan untuk memberi. Sikap memberi berarti mengutamakan orang lain daripada diri sendiri.

Sikap memberi yang ada pada bacaan pertama dan Injil ini direfleksikan dengan sangat bagus oleh penulis surat kepada orang Ibrani. Sosok refleksi penulis ini adalah Yesus. Dengan tema yang sama, yaitu memberi, penulis melihat sosok Yesus sebagai Imam Agung, yang mau memberikan dirinya sebagai kurban pelunas dosa umat manusia. Kurban itu merupakan bukti cinta Allah kepada umat manusia.

Karena itu, menjadi jelas apa yang menjadi pesan sabda Tuhan pada kita hari ini. Tuhan menghendaki agar kita mau memberi apa yang ada dalam diri kita kepada sesama kita yang membutuhkan. Memberi itu bukan sebatas maeri saja, melainkan juga hal-hal yang bersifat non material juga. Memberi merupakan sikap yang berorientasi ke luar dari diri sendiri. Dengan memberi kita akan menerima dan berkelimpahan.

by: adrian