Rabu, 26 Februari 2020

PANTANG SESAAT VS PANTANG SEHAYAT


Masa pra-paskah sering dikenal dengan istilah retret agung, karena retret ini diikuti oleh semua umat katolik seluruh dunia dan waktunya juga panjang, yaitu 40 hari. Ada beberapa kegiatan yang sering diisi selama masa retret agung ini. Salah satunya adalah puasa dan pantang. Karena itu juga masa ini dikenal dengan sebuatan masa puasa.
Pantang adalah penolakan terhadap sesuatu yang menjadi kelekatan tiap individu. Soal apa saja yang dapat dipantangi tergantung tiap-tiap orang, karena tiap-tiap orang memiliki kelekatan dalam hidupnya yang berbeda satu dengan yang lain.
Di sini kami akan menampilkan satu cerita pantang. Cerita ini merupakan kisah fiksi, namun jamak terjadi di manapun. Karena itu, bila ada kesamaan cerita, bukan maksud kami untuk mempromosi, melecehkan atau hal lainnya. Alangkah bijak jika pembaca mencoba pada pantang yang lain; atau dengan kata lain mengganti pantang yang ada dalam cerita ini dengan pantang yang lain.
Pada umumnya kaum pria punya kelekatan pada rokok. Karena itu, sering terdengar atau terlihat ungkapan dan aksi penolakan selama masa pra-paskah. Ada banyak kaum Adam berjuang untuk tidak merokok selama masa pra-paskah. Jika bisanya sehari ia bisa menghabiskan 2 hingga 3 bungkus rokok, kini ada yang hanya 2 hingga 3 batang rokok saja dalam sehari. Malah ada yang sama sekali tidak merokok selama masa pra-paskah (40 hari). Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa.

ASAL MULA MASA PRAPASKAH


Masa Prapaskah merupakan masa istimewa untuk berdoa, bertobat, bermatiraga dan melakukan karya belas kasihan; sebagai persiapan menyambut perayaan Paskah. Dalam kerinduannya untuk memperbaharui praktek-praktek liturgi Gereja, Konstitusi tentang Liturgi Kudus Konsili Vatikan II menyatakan, “Dua ciri khas Masa Prapaskah - mengenang atau mempersiapkan pembaptisan, dan membina tobat - haruslah diberi penekanan yang lebih besar dalam liturgi dan dalam katekese liturgi. Masa Prapaskah merupakan sarana Gereja dalam mempersiapkan umat beriman untuk merayakan Paskah, sementara mereka mendengarkan Sabda Tuhan dengan lebih sering dan meluangkan lebih banyak waktu untuk berdoa.” (no. 109).

Sejak masa awal Gereja, terdapat bukti akan adanya semacam masa persiapan menyambut Paskah. Sebagai contoh, St. Ireneus (wafat 203) menulis kepada Paus St. Victor I, perihal perayaan Paskah dan perbedaan-perbedaan dalam perayaannya antara Timur dan Barat, “Perbedaan tidak hanya sebatas hari, tetapi juga ciri puasa yang sesungguhnya. Sebagian berpendapat bahwa mereka wajib berpuasa selama satu hari, sebagian berpuasa selama dua hari, lainnya lebih lama lagi; sebagian menetapkan 'masa' mereka selama 40 jam. Berbagai perbedaan dalam perayaan tersebut bukan berasal dari masa kita, melainkan jauh sebelumnya, yaitu sejak masa para leluhur kita.” (Eusebius, Sejarah Gereja, V, 24). Ketika Rufinus menerjemahkan bagian berikut ini dari bahasa Yunani ke bahasa Latin, tanda baca yang dibubuhkan antara “40” dan “jam” menjadikan maknanya tampak seperti “40 hari, dua puluh empat jam sehari.” Namun demikian, maksud pernyataan di atas adalah bahwa sejak masa “para leluhur kita” - sebutan bagi para rasul - suatu masa persiapan selama 40 hari telah ada. Tetapi, praktek nyata dan lamanya Masa Prapaskah masih belum seragam di seluruh Gereja.

PANTANG DAN PUASA DALAM GEREJA KATOLIK


Banyak umat islam kaget setelah tahu bahwa Gereja Katolik punya tradisi berpuasa. Tak sedikit umat islam menilai bahwa orang karolik meniru kebiasaan mereka. Hal ini seolah-olah bahwa puasa itu hanya milik orang islam saja. Perlu diketahui, ketika umat katolik berpuasa, tidak terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok di pasar, tidak seperti kalau umat islam yang berpuasa.
Bagaimanakah berpuasa yang benar menurut ajaran Gereja Katolik? Kapan dan bagaimana puasa itu dilakukan?
Pertama-tama perlu diketahui dulu alasan kenapa umat katolik berpuasa dan berpantang. Bagi orang Katolik, puasa dan pantang artinya adalah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda mempersatukan sedikit pengorbanannya dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa dan demi mendoakan keselamatan dunia. Jadi puasa dan pantang bagi umat katolik tak pernah lepas dari doa. Dalam masa prapaska, maka puasa, pantang dan doa disertai juga dengan perbuatan amal kasih bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain. Dengan demikian, pantang dan puasa bagi orang Katolik merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama, dan bukan untuk hal lain, seperti diit/supaya kurus, menghemat, dll.
Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak umat. Dan karena kehendak Tuhan yang terutama adalah keselamatan dunia, maka melalui puasa dan pantang, umat diundang Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia, dengan cara yang paling sederhana, yaitu berdoa dan menyatukan pengorbanannya dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Umat katolik pun dapat mulai mendoakan keselamatan dunia dengan mulai mendoakan bagi keselamatan orang-orang yang terdekat dengannya: orang tua, suami/istri, anak-anak, saudara, teman, dan juga kepada para imam, pemimpin Gereja, pemimpin negara, dst.
Berikut ini ketentuan tobat dengan puasa dan pantang, menurut Kitab Hukum Gereja Katolik: