Jumat, 30 Juli 2021

ADA JEJAK GNOSTISISME DALAM AL-QUR’AN

 


Al-Qur’an diyakini oleh umat islam sebagai wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an sekarang merupakan kata-kata Allah sendiri. Karena itulah, umat islam menilai Al-Qur’an itu suci sehingga harus dihormati. Pelecehan terhadap Al-Qur’an dinilai sebagai pelecehan terhadap Allah. Umat islam sudah diperintahkan untuk membunuh orang yang melakukan hal tersebut.

Benarkah apa yang tertulis dalam Al-Qur’an itu sungguh perkataan Allah, tanpa campur tangan atau pengaruh luar? Tentulah umat islam tidak akan mau menerima klaim adanya pengaruh luar dalam kitab sucinya. Karena itulah, dalam islam tidak ada studi terhadap Al-Qur’an. Kitab tersebut diterima begitu saja.

Padahal, bila dilakukan tinjauan dan perbandingan ilmu-ilmu lain, maka dapat terlihat adanya pengaruh asing dalam Al-Qur’an. Ketika mengkritisi Al-Qur’an, Ibn Warraq menemukan ada banyak sumber yang menjadi rujukan Al-Qur’an. Dengan demikian, ia tidak murni dari Allah. Warraq menyebut sumber Al-Qur’an 10% dari Kitab Talmud Babilonia, 5% dari potongan Injil yang diselewengkan, 25% dari Hindu, 10% dari kepercayaan animisme Arab dan 40% khayalan Muhammad. Temuan Warraq ini dituangkannya dalam buku yang berjudul “Membedah Asal Usul Al-Qur’an”.

Kami sendiri menemukan adanya jejak ajaran Nestorianisme dalam Al-Qur’an. Kebetulan, kaum nasrani yang ada di Mekkah dan Madinah pada masa Muhammad adalah kaum nasrani yang beraliran Nestorian. Mereka sudah dinyatakan sesat oleh Konsili Efesus pada 431 Masehi. Lebih lanjut mengenai jejak nestorianisme ini, siahkan baca di “Menemukan Jejak Nestorianisme dalamIslam”.

Akan tetapi, ternyata bukan hanya ajaran nestorianisme saja yang ada dalam Al-Qur’an, melainkan juga ajaran Gnostisisme turut memberi pengaruh. Kebetulan ajaran nestorianisme tak bisa juga dipisahkan dari ajaran gnostisisme. Pada abad pertama, aliran ini menjadi ancaman bagi keyakinan iman kaum kristiani. Pengaruh aliran gnostisisme dalam Al-Qur’an tampak dalam pandangannya terhadap Yesus atau Isa Almasih.

Kamis, 29 Juli 2021

JIKA BERADA DALAM GENGGAMAN PENGUASA

 


Di dunia ini penguasa itu identik dengan pemegang kuasa. Ada banyak kuasa di dalam genggaman tangannya, yang dapat menentukan nasib orang lain. Memang tetap harus diakui bahwa hidup mati ada dalam kuasa Tuhan, meski dalam arti tertentu dapat juga dipindahkan ke tangan manusia yang memiliki kuasa tadi.

Kalau penguasa alam semesta itu hanya ada satu, yaitu Tuhan Allah, maka penguasa di dunia ini ada banyak, tergantung bidangnya. Untuk sebuah negara, penguasanya adalah kepala pemerintah, meski teorinya mengatakan bahwa rakyatlah pemilik kuasa itu. Di bidang hukum, hakimlah penguasanya. Dialah pemegang keputusan bersalah atau tidaknya seseorang.

Untuk lingkup Gereja, misalnya di keuskupan, pemegang kuasa itu adalah uskup. Inipun masih ada catatannya, yaitu bahwa menurut teorinya kekuasaan dalam Gereja itu berarti pelayanan dan pengabdian. Tapi, itu lebih pada teori. Karena, sebagaimana lazim terjadi, tidak banyak teori sejalan dengan prakteknya.

Karena dengan kuasa yang dimiliki itu, sang penguasa dapat menentukan nasib orang lain, maka wajar bila banyak orang berusaha dan berjuang agar bisa dekat dengan penguasa. Kedekatan ini tentulah akan berdampak positip baginya. Dan supaya bisa dekat dengan sang penguasa itu, berbagai cara pun dilakukan. Salah satunya adalah menjilat. Dari sinilah muncul istilah ABS (Asal Bapak Senang).

Ada banyak manfaat yang diperoleh dari kedekatan relasi dengan penguasa ini. Salah satunya adalah perlindungan. Dengan adanya perlindungan, orang akan merasa aman dan nyaman. Apapun tindakannya, bahkan salah sekalipun, orang tetap dilindungi berkat perlindungan tadi. Karena itu, orang salah bisa jadi tidak disalahkan. Jika melakukan hal yang benar, maka pujian akan melambung tinggi melampaui langit, meski sebenarnya biasa-biasa saja. Ada banyak orang lain melakukan hal yang serupa, bahkan mungkin lebih lagi, namun tidak mendapat apresiasi karena tidak adanya kedekatan relasi dengan penguasa. Sekali lagi, ini semua karena kedekatan dengan penguasa.

Rabu, 28 Juli 2021

BOLEH MEMBANGUN RELASI, TAPI .......

 


No man is an island. Manusia adalah makhluk sosial. Kesosialan membuat manusia hidup bersama dan berdampingan dengan orang lain. Agak susah menemukan manusia yang hidup seorang diri dalam lingkungan manusia, karena ketika lahir pun ia sudah berada dalam lingkungan sosial. Agar dapat terhubung dengan orang lain, setiap manusia membangun sebuah relasi personal. Di mana pun manusia berada, ia akan membangun relasi.

Waktu masih kuliah, beberapa rekan dari Flores sangat giat menjalin relasi dengan beberapa keluarga di mana dia berada. Sekalipun ada perbedaan latar belakang budaya, karena sifat sosial tadi, membuat relasi yang dijalin terbangun. Dari jalinan itu banyak yang akhirnya menjadi erat sehingga rekan itu dianggap sebagai anggota keluarga. Karena itu, sangat terkenal istilah papi dan mami bagi rekan-rekan dari Flores. Dan umumnya, dari rekan-rekan Flores saja yang memiliki mami dan papi ini.

Dengan adanya jalinan relasi ini, tentulah rekan-rekan ini mendapatkan sesuatu yang agak sulit diperoleh dari keluarganya yang nun jauh di seberang. Ia mendapat perhatian, dan tak jarang kebutuhannya pun terpenuhi.

Selesai kuliah dan akhirnya menjadi imam, beberapa rekan juga masih meneruskan “tradisi” membangun relasi. Di mana ia berkarya, ia berusaha menjalin relasi dengan umat. Dan kebanyakan relasi yang dibangun ditujukan kepada orang-orang berada atau berpunya. Tentulah pengalaman kuliah memberi pelajaran: relasi memberi perhatian dan terpenuhinya kebutuhan.

Karena itu, tak heran jika menemukan imam yang baru satu dua tahun imamat sudah hidup bergelimang harta kekayaan. Kalau ditanya, selalu jawabannya klasik, “Diberi umat.” Tentulah bukan umat sembarangan yang mau memberi. Umat yang dimaksud adalah umat kalangan tertentu yang sudah sedari awal dibina relasinya.

Selasa, 27 Juli 2021

INI CARA HADAPI BOSS YANG USIANYA MASIH MUDA

 


Beberapa perusahaan biasanya lebih mengutamakan pimpinan yang berusia muda. Salah satu alasannya, usia muda identik dengan terobosan dan kebaruan. Nah, jika Anda memiliki atasan yang berusia jauh lebih muda, apa yang harus dilakukan?

Hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah tetap tenang. Rasa iri tentu muncul ketika melihat seorang anak muda tiba-tiba didapuk untuk menduduki posisi pimpinan. Hal tersebut sebenarnya wajar mengingat kini semakin banyak karyawan yang memulai karier di usia muda. Selain itu, kini semakin banyak juga perusahaan yang memberi kesempatan akselerasi karier kepada karyawan muda.

Hal kedua, yaitu patahkan stereotip yang mengatakan “orang tua tak semangat kerja”. Seorang karyawan yang bekerja terlalu lama di kantor biasanya identik dengan zona nyaman. Hal ini membuat mereka seperti “bekerja apa adanya”. Nah, untuk membuktikan bahwa hal tersebut kurang tepat, Anda bisa membuat gebrakan yang megejutkan. Misalnya, Anda bisa memuat inovasi yang mempermudah pekerjaan di kantor.

Hal ketiga, gunakan kemampuan parenting Anda. Mengingat faktor pengalaman yang masih sedikit, ada kalanya terobosan yang dibuat sang atasan terlalu klise. Misalnya, atasan memberikan usul untuk meningkatkan produksi dengan cara ekspansi. Padahal, hal ini sudah pernah dilakukan perusahaan dan ternyata kurang berhasil.

Sebagai karyawan yang baik, Anda bisa menggunakan kemampuan parenting. Misalnya, Anda bisa mengatakan, “Wah, itu ide bagus, tetapi menurut saya….” Intinya, Anda bisa mengambil sikap yang mendukung, tak merendahkan dan memberikan saran secara baik.

Hal keempat, bekerja profesional. Ada kalanya atasan memberikan tugas yang cukup banyak. Dalam hal ini, Anda harus melihat dari sisi positif, bukan negatif. Sisi positifnya, atasan sangat percaya dengan kemampuan Anda. Namun, jika dirasa tugas yang diberikan terlalu banyak, Anda bisa mendiskusikan dengan atasan secara profesional.

Hal kelima yaitu posisikan diri Anda sebagai karyawan, bukan orang tua. Jika atasan berusia muda, bahkan seusia anak Anda, ada kalanya sifat orang tua muncul. Misalnya, ketika atasan berbuat salah, Anda ingin langsung menasehati. Sifat ini memang secara naluriah muncul. Namun, Anda sebaiknya ingat posisi di rumah dan kantor yang berbeda.

diolah dari tulisan 7 tahun lalu

Senin, 26 Juli 2021

TIPS SEDERHANA MERAWAT HELM

 


Kenyamanan mengendarai sepeda motor ditunjang oleh banyak hal antara lain kebugaran tubuh, kondisi mesin, serta perangkat keamanan yang dikenakan seperti helm. Seiring penggunaan, tingkat kenyamanan saat mengenakan helm umumnya akan menurun lantaran kaca mulai kusam, bau apek dan lain-lain.

Agar helm bisa tetap nyaman dikenakan, pemilik maupun penggunanya pun harus memperlakukan perangkat tersebut dengan baik dengan menyimak tips berikut ini.

Beberapa jenis helm dilengkapi dengan buku petunjuk berisi informasi tentang perawatan yang tepat pada helm yang bersangkutan. Karena itu, bacalah dengan seksama agar Anda tahu perlakuan macam apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

Saat tidak dikenakan, bukalah kaca penutup helm, terutama untuk helm berjenis full face. Hal ini dilakukan agar udara di dalam helm bisa bersirkulasi dengan lebih baik dan mnyingkirkan bau tak sedap, karena keringat yang muncul selama di perjalanan. Meletakkan helm dengan posisi terbalik juga bisa membantu sirkulasi udara bisa berjalan baik.

Minggu, 25 Juli 2021

MENGGUGAT TAUSIYAH DENGAN AKAL SEHAT


 

Belum lama ini jagat net atau sosial media diramaikan dengan persoalan kotbah atau ceramah keagamaan (tausiyah) dari beberapa ustad. Ada yang melarang lagu kebangsaan Indonesia Raja atau lagu “naik-naik ke puncak gunung”. Ada ustad yang melarang umat islam menyimpan dalam rumahnya patung atau gambar manusia. Ada juga ustad yang mengatakan pada salib ada jin kafir. Yang sedikit mesum adalah ajaran bahwa pria muslim boleh bersetubuh dengan budak perempuan sekalipun tidak dalam ikatan perkawinan. Masih banyak ceramah ustad yang bagi “orang waras” sungguh tak masuk di akal.

Seperti biasa, ceramah-ceramah keagamaan ini, yang semuanya dapat dikatakan bersumber dari ajaran islam, selalu menimbulkan argumen pro dan kontra. Ada yang mendukung, tapi ada juga yang menentang dan mengecam. Pro kontra ini tidak hanya terjadi di kalangan umat non muslim, tetapi juga di kalangan umat islam sendiri.

Pada tulisan ini kami tidak akan mempermasalahkan mereka yang mendukung ceramah para ustad tersebut, karena kami menilai dukungan mereka mempunyai dasar. Artinya, ada dasar untuk mendukung tausiyah para ustad itu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri membela, baik secara terbuka maupun tertutup. Yang kami persoalkan di sini adalah mereka yang menolak bahkan mengecam.

Kerap terjadi orang mengecam atau mempermasalahkan ceramah para ustad tadi hanya dilandasi pada ketidak-sukaan akan isi ceramah, bukan pada kebenaran. Ketidak-sukaan itu akhirnya bermuara pada ketidak-sukaan pada pribadi ustadnya. Karena tidak suka, biasanya para ustad ini diberi label “wahabi” atau “islam radikal” atau “islam ekstrem”. Umumnya ketiga label tersebut mempunyai makna negatif. Orang yang diberi label tersebut adalah orang yang buruk atau jahat, sehingga harus disingkirkan.

Jumat, 23 Juli 2021

TELAAH ATAS SURAH ALI IMRAN AYAT 7

 


Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal. [QS 3: 7]

Kutipan ayat Al-Qur’an di atas, pertama-tama harus dipahami, merupakan wahyu Allah. Apa yang tertulis di atas (kecuali beberapa kata yang berada di dalam tanda kurung) adalah kata-kata Allah sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad. Wahyu Allah di atas terdapat dalam surah Ali Imran, dimana surah ini masuk ke dalam kelompok surah Madaniyyah. ini berarti kutipan wahyu Allah ini disampaikan kepada Muhammad saat berada di Madinah.

Kutipan ayat Al-Qur’an di atas didasarkan pada “Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Edisi Terkini Revisi Tahun 2006”. Membaca ayat Al-Qur’an di atas, sepintas tidak ada yang aneh. Semuanya wajar. Akan tetapi, jika ditelaah dengan akal sehat, maka barulah ditemukan keanehannya. Dalam kutipan wahyu Allah di atas terdapat 5 kalimat, namun dalam penelaahan ini, akan difokuskan pada 2 kalimat pertama, yaitu [1] “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad); dan [2] Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat.” Tiga kalimat lainnya merupakan penjabaran langsung dari kalimat kedua.

Jika kita langsung tertuju pada kalimat ini, maka sama sekali tidak ada yang aneh. Kalimat pertama ini mau mengatakan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad. Kata “DIA” di awal kalimat dengan sangat mudah ditafsirkan sebagai “ALLAH”, sedangkan kata “Kitab” dipahami sebagai “Al-Qur’an” dan kata ganti “mu” merujuk pada Muhammad (hal ini langsung ditegaskan dalam kutipan tersebut). Namun menjadi aneh ketika kalimat pertama ini dipahami dalam konteksnya, yaitu sebagai kalimat yang disampaikan oleh Allah. Jadi, pada waktu itu Allah berfirman, “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad).” Kata “DIA” di awal kalimat tidak bisa dikaitkan dengan Allah yang sedang berbicara. Dari ilmu bahasa, kata “DIA” merupakan kata ganti orang ketiga tunggal. DIA di sini merujuk pada orang lain yang bukan sedang berbicara (AKU/SAYA atau KAMI/KITA) dan bukan pula lawan bicara (ENGKAU/KAMU).

Kamis, 22 Juli 2021

MELIHAT WANITA DARI BERBAGAI KACAMATA

 


Wanita memang menarik karena memiliki daya tarik. Akan tetapi, daya tarik wanita ini selalu menimbulkan berbagai persepsi, khususnya di kalangan kaum Adam. Ambil contoh gambar wanita di samping ini.

Orang yang memakai kacamata AGAMA akan melihat wanita di atas sebagai sumber dosa dan menasehati agar wanita itu menutup semua auratnya.

Orang yang memakai kacamata SENI akan melihat wanita di atas sebagai sumber inspirasi bagi karya seninya (puisi, lirik lagu, lukisan atau lainnya).

Orang yang memakai kacamata IMAN akan melihat wanita di atas sebagai mahakarya indah Tuhan, Sang Pencipta, dan ia akan memuji Sang Pencipta. Wanita adalah penolong sepadan.

Orang yang memakai kacamata PROFESIONAL melihat wanita di atas sebagai sumber penghasilan, karena jika wanita itu dipoles lagi, maka ia akan menjadi seorang model, artis atau covergirl.

Masih ada banyak kacamata lainnya lagi. Intinya, setiap kacamata punya nilai atau persepsinya sendiri. Wanitanya sama, namun nilainya berbeda-beda karena kacamatanya berbeda.

Pertanyaannya: apakah wanitanya yang membuat nilai atau kacamatanya?

diolah dari tulisan 7 tahun lalu

Rabu, 21 Juli 2021

MENEMUKAN SOSOK YUDAS ISKARIOT ZAMAN KINI

 


Bagi umat kristiani tentu sudah tak asing lagi dengan nama ini: Yudas Iskariot. Tokoh ini termasuk salah satu dari kedua belas rasul Yesus. Dia dikenal sebagai pengkhianat. Dalam Injil, khususnya Injil Sinoptik, saat perkenalan awal kedua belas rasul Yesus, Yudas ini sudah mendapat julukan itu: orang yang mengkhianati Yesus (Mat 10: 4; Mrk 3: 19; Luk 6: 16).

Dengan cara apa Yudas Iskariot mengkhianati Yesus? Matius mengisahkannya dalam Injilnya. Dikatakan bahwa Yudas bertemu dengan imam-imam kepala dan bernegoisasi soal imbalan yang akan dia dapat sekiranya ia menyerahkan Yesus. Saat ini Yesus memang sedang diincar. Ia bertanya kepada mereka, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepadamu?” (Mat. 26: 15). Yudas mendapat 30 keping uang perak untuk usahanya itu.

Yudas Iskariot telah menjual Yesus untuk kepentingan pribadinya. Itulah bentuk pengkhianatan Yudas Iskariot: MENJUAL YESUS. Diri Yesus dihargai 30 uang perak. Dan itu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Apakah pengkhianatan terhadap Yesus hanya terjadi pada jaman Yesus hidup saja? Ternyata TIDAK. Pengkhianatan terhadap Yesus masih berlangsung hingga kini. Masih ada Yudas Iskariot-Yudas Iskariot lain yang rela MENJUAL YESUS demi kepentingan pribadinya. Yesus masih terus dikhianati oleh para murid-Nya, bahkan oleh orang-orang dekat-Nya seperti Yudas Iskariot.

Seperti yang kita ketahui, Yudas Iskariot termasuk bilangan para rasul. Mereka ini selalu mengiringi Yesus. Mereka senantiasa bersama Yesus. Mereka sangat dekat dengan Yesus. Siapakah para rasul itu untuk masa kini? Mereka adalah para uskup dan para imam. Para uskup merupakan pengganti para rasul, sedangkan para imam, yang mengambil imamat dari uskup, adalah rekan kerja uskup. Karena itu, sosok Yudas Iskariot menjelma dalam diri para uskup dan para imam. Memang tidak semua uskup dan imam, sebagaimana tidak semua rasul mengkhianati Yesus.

Yang dilakukan oleh uskup dan imam yang mengkhianati Yesus ini tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Yudas Iskariot. Mereka menjual Yesus demi mendapatkan uang dan kekayaan. Memang adalah tugas uskup dan imam untuk “menjual” Yesus agar orang lain dapat mengenal kasih dan penyelamatan-Nya. Namun yang dilakukan uskup dan imam ini adalah menjual Yesus demi kepentingan pribadinya. Lewat pewartaannya, lewat karyanya dan tindakan lainnya, mereka menjual Yesus; dan hasil penjualan itu terlihat dalam gaya hidup mewah mereka.

Selasa, 20 Juli 2021

IMAN KEPADA ALLAH BERHADAPAN DENGAN PENDERITAAN


 

Semua umat beriman, apapun agamanya, tentulah meyakini bahwa Tuhan adalah Allah yang mahakuasa. Umumnya kemaha-kuasaan itu dipahami dengan kemampuan melakukan apa saja, sesuai dengan yang ada di benak manusia atau menurut keinginan manusia. Selain mahakuasa, Allah juga diyakini sebagai mahabaik. Sama seperti kemaha-kuasaan, sifat mahabaik ini juga dipahami dengan segala yang baik menurut selera dan kemauan manusia. Atau dengan kata lain, kemaha-baikan itu umumnya dimaknai bila apa yang diinginkan manusia terpenuhi.

Bukan rahasia lagi bila kehidupan manusia tidak selalu dihiasi dengan “kebaikan”. Selalu saja terjadi keburukan, entah itu berupa penyakit, bencana, kejahatan maupun kegagalan, yang semuanya dapat dilihat sebagai penderitaan. Keburukan atau penderitaan ini bahkan mengisi kehidupan manusia sekalipun manusia itu tetap senantiasa berdoa kepada Allah, yang diimaninya sebagai mahakuasa dan mahabaik. Hal inilah yang kemudian menjadi persoalan teologis, yakni mempertanyakan kekuasaan dan kebaikan Allah kala penderitaan melanda. Dalam ilmu teologi tema ini dikenal dengan istilah teodise. Uraian berikut ini didasarkan pada Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, Allah Tritunggal Adalah Kasih: Tinjauan Historis-Sistematik. Yogyakarta: Maharsa Artha Mulia, 2017, hlm. 115 – 123.

Tema teodise ini sebenarnya sudah lama muncul dalam pemikiran umat manusia, bahkan jauh sebelum kekristenan muncul. Tercatat bahwa topik ini pertama kali diangkat oleh Epikuros pada sekitar tahun 300 Sebelum Masehi. Ada 4 premis yang diajukannya, yakni [1] jika Allah mau tapi tidak dapat melakukannya (+ -), berarti Dia lemah. Ini tidak sesuai dengan hakikat Allah yang mahakuasa. [2] jika Allah dapat melakukan, namun tidak mau (+ -), ini berarti Dia buruk/jahat. Ini juga tidak sesuai dengan hakikat Allah yang mahabaik. [3] jika Allah tidak mau dan tidak dapat melakukannya (- -), berarti Allah itu buruk dan lemah. Hal ini membuat Dia sama bukanlah Allah. [4] jika Allah mau dan dapat melakukannya (+ +), menjadi pertanyaan kenapa masih ada penderitaan (Mgr. Adrianus, 117).

Persoalan ini terus menjadi pertanyaan bagi para filsuf dan juga teolog dari masa ke masa. Dari sini lahirlah apa yang dinamakan “teologi penderitaan”. Teologi ini memberikan beberapa jawaban, yang tentunya belum memuaskan karena masih tekandung kelemahan. Pertama, penderitaan dan kejahatan dibutuhkan agar kebaikan semakin nyata. Di sini terkenal ucapan St. Agustinus, “Malum auget decorem in universe.” Warna gelap dibutuhkan dalam sebuah lukisan agar ia benar-benar tampil indah. Tentulah hal ini wajar. Mana akan muncul keindahan jika hanya ada satu warna saja. Argumen ini berarti penderitaan dan kejahatan itu baik dan dibutuhkan, padahal itu jelas-jelas bertentangan dengan kesadaran moral. Mana ada orang yang benar-benar menghendaki penderitaan atau kejahatan menimpa dirinya (Mgr. Adrianus, 118).

Senin, 19 Juli 2021

MARIA BUNDA BERDUKACITA

 


“Aku ini Bundamu yang berdukacita. Milikkulah semua dukacitamu. Juga bagimu, pada masa ini penderitaan dan penindasan semakin bertambah. Sebab kamu hidup di masa hati manusia telah menjadi beku, tertutup oleh egoisme yang picik.

Umat manusia terus bergegas di jalan penolakan keras kepala terhadap Allah, kendati segala nasehat keibuanku dan tanda-tandaku terus dilimpahkan oleh Kerahiman Tuhan. Demikianlah wabah dosa, kebencian dan kekerasan semakin merajalela. Dan kurban yang paling rentan adalah anak-anakku, yang tidak punya pembela dan mereka yang tidak memiliki perlindungan.

Saat ini betapa banyak orang miskin, yang tidak punya apa-apa, dan yang hidup dalam keadaan yang memprihatinkan dan tidak manusiawi, tanpa pekerjaan yang tetap, tanpa sarana hidup yang layak. Dan betapa banyak orang yang menyimpang jauh dari Allah serta Hukum Kasih-Nya, yang direngut oleh pasukan tangguh orang-orang yang mengajarkan ateisme.

Umat manusia hidup di padang gurun, yang tandus dan dingin; belum pernah seperti sekarang mereka begitu terancam. Penderitaan umat manusia terangkum di dalam Hatiku yang Tak Bernoda. Saat ini, lebih dari kapan pun, aku adalah Bunda yang berdukacita, dan air mata berjatuhan dari mataku yang rahim. Dengarkanlah Ibumu dan jangan menjauh dari kasih Bundamu yang berdukacita, yang ingin menuntun kamu semua kepada keselamatan.

Putra-putraku terkasih, pada saat ini kamu harus menjadi tanda dukacitaku yang mendalam. Di dalam hatimu, bersamaku tanggunglah penderitaan dunia dan Gereja, yang sedang menghadapi sakratulmaut dan sengsaranya yang menyelamatkan. Kiranya hanya dari penderitaan kita inilah suatu era damai yang baru akan bersemi bagi semua orang.”

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Minggu, 18 Juli 2021

YESUS ITU ISLAM: EMANGNYA KENAPA?

 


Dalam islam ada tiket mudah dan murah untuk masuk surga. Salah satunya adalah memurtadkan atau mengislamkan orang kafir. Dengan kata lain, memualafkan orang kafir adalah tiket menuju surga. Salah satu orang kafir itu adalah orang kristen. Bukan tidak mustahil hal ini sudah ditekankan ke umat islam sejak usia dini. Karena itulah, ada banyak cara yang dilakukan supaya orang kafir itu menjadi pemeluk islam. Satu di antaranya lewat membangun opini yang menampilkan tokoh-tokoh kristen yang memeluk islam. Dulu ada heboh berita tentang Paus Benediktus XVI masuk islam. Ada pula yang membuat opini “Yesus itu islam.”

Padahal publik sudah tahu islam adalah agama yang diturunkan oleh Muhammad SAW pada abad VII. Salah satu syarat utama untuk menjadi penganut agama islam adalah dengan mengucapkan syahadat "AsshHaduala ilahailallah wa AsshHaduana muhammadurrasulullah", yang artinya: aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Orang yang menganut agama islam sering disebut muslim.

Karena itulah, tentu sebagian besar orang langsung kaget dengan opini yang dibangun umat islam itu. Bagi orang kristiani, Yesus adalah peletak dan dasar bagi iman dan ajaran agama kristen. Diketahui bahwa Yesus sudah ada jauh sebelum Muhammad lahir dan menjadi rasul Allah. Selisihnya sekitar 6 abad. Jika demikian bagaimana mungkin Yesus disebut sebagai seorang muslim tanpa menyebut wa AsshHaduana muhammadurrasulullah?

Agar tidak bingung dan dapat memahami judul di atas, maka terlebih dahulu kita harus memahami arti dan makna kata “islam”. Kata ini tak bisa dipisahkan atau dilepaskan dari kata “muslim”. Keduanya berkaitan erat. Muslim adalah orang yang memeluk agama islam. Jadi, muslim itu sama artinya dengan orang islam; atau dengan kata lain, muslim itu merupakan ungkapan lain untuk istilah/frase orang islam. Dan itulah Yesus. Kalau begitu, apa arti islam?

Secara etimologis kata “islam” berasal dari bahasa Arab, yang diambil dari kata salima dengan arti selamat. Dari kata salima itu terbentuk kata aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh/taat. Kata ini terdapat dalam QS al-Baqarah: 112: “Bahkan, barangsiapa menyerahkan diri (aslama) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati.”

Selain dua kata itu, Al-Qur’an juga memakai kata kerja “islam” dengan kata yuslim yang berarti tunduk atau menyerah/berserah diri kepada Allah. Tentang makna penyerahan diri secara total, kita dapat menemukan akar kata “islam” pada kata istalma mustaslimaIni seperti terdapat dalam QS Ash-Shaffat: 26: ”Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.” Karena itu, menjadi muslim berarti beriman kepada Allah dengan tunduk kepada kehendak-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Mungkin dengan ketaatan ini maka datanglah selamat atau keselamatan.

Jumat, 16 Juli 2021

TELAAH ATAS SURAH QAF AYAT 38

 


Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun (QS 50: 38)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam sebagai wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis di dalamnya, termasuk titik komanya, adalah berasal dari Allah, tanpa campur tangan manusia. Karena itulah, umat islam memandang Al-Qur’an sebagai sesuatu yang suci, sebab ada Allah di dalamnya. Perlakuan terhadap Al-Qur’an pun jauh berbeda dengan kitab-kitab lainnya, yang memang buatan tangan manusia. Menjadi tak heran akan reaksi umat islam ketika menemukan lembaran-lembaran ayat Al-Qur’an tercecer di sebuah tempat sampah. Hal itu tidak hanya dilihat sebagai sebuah bentuk penistaan, tetapi juga pelecehan terhadap kesucian Allah. Masak Allah dibuang di tempat sampah?

Berangkat dari pemahaman tersebut, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan perkataan Allah, yang disampaikan kepada Muhammad. Wahyu Allah ini disampaikan saat Muhammad masih berada di Mekkah. Karena itulah, ayat ini masuk dalam kelompok surah Makkiyyah.

Sebelum menelaah ayat tersebut, terlebih dahulu kita memahami maksud yang terkandung dalam kutipan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang jelas, maka kejelasan itu terlihat juga pada kutipan ayat di atas. Dapatlah dipahami bahwa pada waktu itu Allah menjelaskan kepada Muhammad perihal waktu penciptaan langit dan bumi dan bagaimana keadaan Allah. Dari kutipan di atas setidaknya ada 3 hal yang hendak disampaikan Allah, yaitu bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi, bahwa Allah membutuhkan waktu 6 masa; dan untuk mengerjakan semua itu Allah sama sekali tidak letih. Apa yang bisa ditelaah dari sini?

Pertama-tama, kita sama sekali tidak menemukan kaitan langsung ayat 38 ini dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Tampak jelas kalau kutipan ayat ini berdiri sendiri. Tiba-tiba saja Allah berbicara kepada Muhammad soal penciptaan langit dan bumi dalam waktu 6 masa, dan kemudian Allah seolah-olah hendak menunjukkan kehebatan-Nya dengan mengatakan bahwa diri-Nya tidak merasa letih sama sekali. Dari mana gagasan ayat ini muncul?

Kamis, 15 Juli 2021

PEMBENARAN TIDAK SAMA DENGAN KEBENARAN

 


Seorang karyawan sebuah “perusahaan” datang mengungkapkan isi hatinya. Dia bilang bahwa teman-teman di kantor menuduhnya mencuri uang kantor. Malah ada rekan kerja yang berusaha melacak keuangannya. Padahal dia sudah bekerja keras dan hidup jujur, demikian curahan isi hatinya.

Satu hal lain lagi yang membuat dia kesal adalah tudingan orang bahwa seringnya dia keluar kota mendampingi boss, dikatakan bahwa dia gunakan uang kantor untuk keperluan pribadi. Padahal semua biaya perjalanan itu ditanggung oleh boss. Sungguh menyakitkan hati dituduh begitu. Pastilah mereka-mereka itu iri hati dan tidak suka melihat orang senang.

Sepintas saya merasa prihatin dan bersimpati dengan nasib karyawan ini. Saya merasa jengkel dan marah dengan orang-orang yang menuduhnya telah mencuri uang kantor, alias korupsi. Kenapa orang sukanya menuduh. Tanpa disadari saya melihat bahwa kebenaran ada pada pihak karyawan itu. Apa yang diutarakannya adalah kebenaran. Dengan kata lain, kebenarannya adalah: karyawan itu tidak korupsi dan orang lain memfitnah dirinya.

Benarkah demikian? Setelah saya renungkan, ternyata saya keliru. Apa yang diungkapkan oleh karyawan itu bukanlah kebenaran, melainkan pembenaran. Dia ingin mendapatkan kebenaran dengan cara pembenaran. Pembenaran bukanlah kebenaran yang sebenarnya. Pembenaran bisa menjadi sarana untuk menyembunyikan kebenaran.

Rabu, 14 Juli 2021

INSPIRASI KISAH PERTOBATAN ORANG NINIWE

 


Tobat merupakan salah satu aktivitas keagamaan yang ada pada setiap agama mana pun. Aktivitas ini biasanya dimaknai dengan menyesali dosa dan kesalahan, lalu berusaha untuk meninggalkannya serta tidak lagi melakukannya. Ada 2 jenis pertobatan, yakni pertobatan individual dan pertobatan sosial. Pertobatan sosial mesti dimulai dari pucuk pimpinan.

Salah satu kisah pertobatan sosial yang cukup populer dalam kitab suci adalah pertobatan warga kota Niniwe. Nabi Yunus datang ke kota Niniwe dan terjadilah pertobatan yang dimulai dari pucuk pimpinan, yaitu raja.

Jika sekarang ini Yunus hadir di sebuah provinsi, maka pertobatan dimulai dari gubernur; atau di sebuah kabupaten, maka pertobatan dimulai dari bupati.

Atau,

Kalau saat ini Yunus muncul di sebuah keuskupan, maka pertobatan dimulai dari USKUP; atau bila hadir di paroki, maka pertobatan dimulai dari Pastor Kepala Paroki.

Apabila kini Yunus datang di sebuah komunitas, maka pertobatan dimulai dari Ketua Komunitas; atau jika muncul di keluarga, maka pertobatan dimulai dari Kepala Keluarga.

Pertobatan sosial harus dimulai dari pucuk pimpinan. Karena, seperti ikan, pembusukan selalu dimulai dari kepala.

diolah dari tulisan 7 tahun lalu

Selasa, 13 Juli 2021

KETIKA MAKNA KATA MEMBINGUNGKAN

 


Kata adalah kumpulan huruf yang memiliki makna. Misalnya kata “kursi” mengacu pada sebuah tempat duduk yang memiliki empat tiang penyanggah. Ada banyak jenis kata dalam sebuah tata bahasa. Ada kata benda, kata kerja, kata sifat dan kata sandang dan masih banyak jenis kata lainnya.

Dalam tulisan ini kita akan melihat kata moral. Memang istilah ini tidak terdapat dalam tata bahasa. Yang dimaksud dengan kata moral adalah kata yang mempunyai nilai-nilai moral. Penilaian moral itu menyangkut baik dan buruk; baik dan jahat. Karena itu, dalam kata-kata moral itu ada penilaian baik atau jahat. Beberapa kata-kata moral adalah seperti: sederhana, dermawan, menolong, membunuh, korupsi, fitnah, dengki, dendam, murah hati, mengampuni, kasih, benci, iri hati, dll.

Selain terletak pada kata itu, nilai moral juga terletak pada sesuatu yang kepadanya diarahkan kata-kata itu. Misalnya, kata “pencuri”. Di dalam kata itu terkandung nilai jahat. Namun, jika kata itu ditujukan kepada seseorang, misalnya “Umar pencuri”, maka nilai jahat itu melekat juga pada diri si Umar. Contoh lain misalnya, kata “murah hati”, yang secara moral memiliki nilai baik, jika dikenakan pada “Si Amir”, maka itu berarti si Amir itu orang baik, atau memiliki nilai kebaikan.

Akan tetapi, ada beberapa kata moral yang sedikit bermasalah karena membingungkan. Kebingungan itu bukan terletak pada penilaiannya, karena soal nilainya sudah jelas. Kebingungan itu timbul dari efek penggunaannya, dan itu terfokus pada orang yang menyandang atau kepadanya kata itu dilekatkan. Ada dua kata moral yang dimaksud, yaitu iri hati dan menghina. Dua kata ini mempunyai nilai buruk atau jahat. Dan orang yang menyandangnya, atau kepadanya dikenakan kata ini, berarti yang bersangkutan itu buruk secara moral.

Agama mengajarkan agar umatnya tidak iri hati dan menghina sesama. Namun, kenapa dua kata ini membingungkan? Mari kita lihat satu per satu. Agar jelasnya, saya akan menunjukkannya langsung dalam contoh.

Senin, 12 Juli 2021

CERPEN - DOA SI TONI KECIL

 


Toni sedang mengerjakan PR Matematika bersama ibunya di ruang keluarga saat Stefanus Rachmat Hadi Purnomo masuk sambil mendesah. Antonius Padua Hadi Purnomo adalah siswa SD St. Fransiskus Asisi kelas satu. Toni dan ibunya, Monika Fitria Handayani, segera menghentikan aktivitas mereka sementara. Lirikan mata ibu dan anak itu mengikuti langkah kaki Stefanus hingga di sofa. Persis di depan mereka.

Stefanus menghempaskan tubuhnya di sofa itu sambil meletakkan map berkas di atas meja, samping lembaran tugas Toni. Ia merentangkan kedua tangannya di bahu sofa sambil menerawang langit-langit rumah, tak peduli pada empat mata yang sedari tadi mengawasinya.

“Ada apa sih, Pa? Gagal lagi, ya?” Monika mencoba memecah kebekuan.

“Yah…,” jawab Stefanus singkat sambil mendesah. “Kami tak tahu apa sih maunya mereka. Semua tuntutan dalam SKB sudah dipenuhi, eh malah dicurigai ada pemalsuan tandatanganlah, permainan uanglah, inilah, itulah.”

Stefanus terus merocos menumpahkan unek-unek kekesalannya atas penolakan izin pembangunan gedung gereja Paroki St. Yohanes Paulus II. Penolakan itu bukan baru terjadi satu atau dua kali saja, melainkan sudah berkali-kali. Sudah enam tahun panitia pembangunan berjuang untuk mendapatkan IMB, namun yang didapat hanyalah penolakan.

Gedung gereja Paroki St. Yohanes Paulus II merupakan gedung lama, ketika masih berstatus stasi dari Paroki Kristus Raja Semesta Alam. Sejak pemekaran, terjadi peningkatan jumlah umat. Gedung lama, yang bisa menampung 1500 orang, dirasakan sudah tidak memadai lagi, baik dari segi daya tampung maupun dari segi kondisi bangunan. Di beberapa bagian dari gedung sudah terlihat rusak. Dengan dasar pertimbangan inilah akhirnya Dewan Pastoral Paroki memutuskan untuk membangun gedung gereja yang baru.

Memang sedari awal pembentukan panitia, Pastor Paroki sudah memperingati bahwa mereka bakal menghadapi tantangan berupa penolakan. Mereka juga berpikir begitu. Namun semua mereka tidak menyangka penolakan akan berlangsung lama. Dasar pertimbangan mereka adalah relasi Gereja dengan umat non katolik di sekitarnya amat sangat baik. Sering terjadi kegiatan lintas agama.

Jumat, 09 Juli 2021

PERBANDINGAN AYAT CINTA DAN AYAT PERANG DALAM AL-QUR'AN

 


Ketika terjadi aksi teroris yang melibatkan umat islam, biasanya umat islam lainnya akan mengatakan bahwa “islam adalah agama kasih” sambil mengecam aksi teroris tersebut. Umumnya mereka membela diri dengan berkata “Agama islam telah dibajak oleh pelaku terorisme”. Orang yang punya akal sehat, pastilah hanya bisa tersenyum mendengar rasionalisasi atau pembenaran itu. Mereka hanya bisa diam, karena takut kena amuk massa islam bila mengatakan “Tidak benar islam itu agama kasih.”

Benarkah islam itu agama kasih? Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh umat non muslim, yang tentunya hanya sebatas dalam hati. Artinya, di sini ada 2 pendapat yang berbeda tentang agama islam. Umat islam berpendapat islam adalah agama kasih, sementara umat lain mengatakan islam agama perang. Jika kita menghormati pendapat umat islam yang mengatakan agamanya adalah agama kasih, maka umat islam juga harus menghormati pendapat yang berbeda dengannya. Yang penting, setiap pendapat harus mempunyai data atau dasar, bukan hanya sekedar berpendapat.

Untuk mengupas pernyataan “islam adalah agama kasih” atau “islam adalah agama perang”, pertama-tama kita harus merujuk langsung ke sumber ajaran agama itu. Salah satu sumber ajaran islam adalah Al-Qur’an. Sejauh mana ajaran kasih itu terlihat jelas dalam Al-Qur’an, dan sejauh mana ayat yang bertentangan dengannya (ayat perang misalnya) ada di sana?

Berangkat dari Al-Qur’an inilah, kita mencoba menelusuri “ayat cinta”´dan “ayat perang” yang ada dalam Al-Qur’an. Demi menjaga konsistensi, kita harus membatasi jumlah kata yang ditelusuri. Untuk “ayat cinta” kita hanya fokus pada 2 kata dasar, yaitu cinta dan kasih, dan untuk “ayat perang” juga pada 2 kata dasar, yaitu perang dan jihad. Memang, pencarian tidak hanya terbatas pada 2 kata dasar itu saja, melainkan juga kata turunannya seperti mencintai, kekasih, memerangi, berjihad, dll.

Jika kita melakukan pencarian terhadap kata-kata tersebut dalam Al-Qur’an, maka kita akan melihat perbedaan yang mencengangkan antara “ayat cinta” dan “ayat perang”. Lebih jelas perbandingannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kamis, 08 Juli 2021

INSPIRASI DARI KISAH ORANG SAMARIA

 


Ada seorang Yerusalem pergi ke Yerikho. Di tengah jalan ia diserang oleh penyamun-penyamun. Para penyamun itu bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati di padang gurun.

Tak lama kemudian, ada seorang imam turun melalui jalan itu. Ia melihat orang sekarat itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi yang datang ke tempat itu. Ketika ia melihat orang sekarat itu melambai-lambaikan tangan meminta pertolongan, ia melewatinya dari sebarang jalan. Akhirnya, karena kehabisan darah dan dehidrasi, orang itu pingsan.

Lalu datang seorang Samaria. Ia dalam perjalanan menuju Yerikho hendak berdagang. Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia mendekati tubuh sekarat itu, membersihkan luka-lukanya dan menyiraminya dengan minyak dan anggur lalu membalut luka-lukanya. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke Yerikho. Ia masuk ke sebuah penginapan dan merawat orang itu di sana.

Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: “Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.”

diambil dari tulisan 7 tahun lalu