Dear
pak Ahok,
Terlebih
dahulu saya menghaturkan belasungkawa atas matinya nurani dan keadilan.
Ketidakadilan dan matinya nurani menghantar Anda ke balik jeruji. Semua ini
karena dua alasan, yaitu agama dan politik. Memang susah kalau menghadapi agama
politik dan politik agama. Ini seperti anak domba menghadapi kawanan serigala
lapar. Untuk itu, saya merasa sedih dan turut prihatin atas nasib yang Anda
hadapi.
Banyak
orang sedih. Bukan hanya di Jakarta saja, melainkan di seluruh Indonesia,
bahkan dunia. Banyak orang menangis melihat Anda masuk ke dalam penjara. Dengan
berderai air mata, mereka menyanyikan lagu kebangsaan. Banyak orang tak
menyangka: manusia sebaik Anda dijebloskan ke dalam penjara. Anda seakan
disamakan dengan para penjahat, baik itu koruptor maupun teroris yang membunuh
sesama anak bangsa dengan mengatas-namakan agama islam.
Akan
tetapi, tak sedikit juga yang tertawa. Tak sedikit orang merasa senang, seakan
syahwat kebenciannya sudah tersalurkan. Tentulah Anda tahu siapa-siapa mereka
itu. Mereka adalah tokoh agama dan politik. Jadi, semakin jelas kalau agama
politik dan politik agama yang menghantar Anda ke balik jeruji penjara. Agama
dan politik telah bersenggama hingga mencapai puncak orgasmenya. Karena itu,
mereka puas lantas tertawa bahagia.
Dear
pak Ahok,
Anda
selalu mengatakan bahwa negara ini berdasarkan konstitusi. Hukum harus menjadi
panglima. Dan Anda menyatakan diri Anda selalu taat pada konstitusi. Hal ini
sudah Anda tunjukkan. Ketaatan pada konstitusi jugalah yang menghantar Anda
masuk dalam penjara. Namun, Anda masuk bukan sebagai orang yang salah. Anda ke
penjara bukan sebagai orang yang kalah, melainkan orang yang menang. Dengan
lapang dada Anda mengajak para pendukung Anda untuk berbesar hati menerima
keputusan hakim.
Melihat
sikap Anda, saya teringat akan nubuat nabi Yesaya, “Dia dianiaya, tetapi dia
membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang
dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang
menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yesaya 53: 7). Nubuat Yesaya
memang ditujukan untuk Yesus, yang Anda imani sebagai Tuhan. Namun nubuat itu
seakan relevan saat ini untuk Anda. Bukankah para pengikut Yesus harus juga
menderita untuk mencapai kemuliaannya? Anda tidak sendirian.
Sungguh
saya sangat salut akan kebesaran jiwa Anda. Sikap Anda ini seharusnya membuat
malu para pemuka agama dan tokoh politik yang menghantar Anda ke balik penjara.
Tapi, apakah mereka merasa malu? Maklum, banyak sesama kita sudah tidak punya
rasa malu. Mereka merasa senang dan bangga karena menang dalam membela agama
dan politiknya, tak peduli benar atau salah. Karena itu, sudah bisa dipastikan
mereka itu tidak akan merasa malu.
Dear
pak Ahok,