Sabtu, 09 November 2013

(P U I S I) Rintih Anak "Timur"

                       RINTIH ANAK “TIMUR”

Ya, Bapa
Media massa berkata,
Tentang Jakarta kota
Demi pembangunan bangsa
Menggilas rakyat jelata
Sampai juga di telinga
Tangis ribuan massa
Kehilangan rumah dan harta
Demi pembangunan bangsa
Tapi kenapa, ya Bapa
Pembangunan hanya di kota
Bagaimana desa?
1 Okt 1991
by: adrian

Blunder Presiden SBY

Dalam acara East Asian Summit 2013, seorang pimpinan negara di Asia menanyakan kepada Presiden SBY soal kemacetan Jakarta. SBY dengan santai mengatakan bahwa urusan itu silahkan tanya kepada Gubernur DKI Jakarta. Hal ini kembali diulang SBY di Istana Bogor, 4 November 2013. SBY mengatakan bahwa kalau soal kemacetan Jakarta, tanyakan pada Jokowi.

Dua pertanyaan ini diucapkan oleh SBY sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sangat tidak mungkin kalau dikatakan bahwa pernyataan ini lahir dari SBY sebagai kepala rumah tangga atau ketua Pembina Partai Demokrat. Siapa pun pasti tahu akan hal ini.

Lantas, apakah ada yang aneh dengan pernyataan ini?

Jelas sekali! Ini menunjukkan betapa bodoh dan tak bertanggungjawabnya SBY sebagai presiden (kepala negara dan kepala pemerintahan). Ini benar-benar sebuah blunder yang dilakukan Presiden SBY yang memiliki titel doktor.

Kenapa saya katakan BODOH? Kita tahu bahwa SBY adalah presiden bangsa Indonesia. Sebagai presiden dia adalah kepala negara dan sekaligus juga kepala pemerintahan Republik Indonesia. Negara dan pemerintahan Republik Indonesia itu termasuk dari Sabang sampai Merauke (kalau tak salah ingat, ada 34 provinsi). SBY bukanlah presiden Puri Cikeas sehingga hanya tahu lingkungan Cikeas saja. SBY bukanlah presiden Partai Demokrat sehingga hanya tahu urusan Partai Demokrat saja. SBY adalah presiden bangsa Indonesia. Karena itu, SBY harus tahu soal-soal yang ada di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Bahkan SBY juga harus tahu perihal warga negara Indonesia yang ada di luar negeri.

Dalam kasus di Brunei, jawaban SBY menunjukkan bahwa SBY bukan saja sekedar tidak tahu (yang berarti BODOH), melainkan juga tidak mau tahu (yang berarti tidak peduli). Sulit dibayangkan seorang pemimpin negara tidak menunjukkan kepeduliannya kepada urusan-urusan yang ada di negaranya. Dan inilah yang sedang terjadi. Memang selama ini SBY jarang sekali mengurus negara ini. Dia lebih sibuk dengan urusan partai, keluarga serta hobi (buat lagu dan mengeluh). Ada banyak masalah negeri ini yang berantakan karena pimpinannya tidak peduli. Sebagai contoh, soal intoleransi agama, nasib para pengungsi, pelanggaran HAM, dll.

Mungkin ada yang mengatakan, manalah mungkin SBY bisa menguasai semua-muanya. Memang benar, tapi setidaknya SBY harus tahu minimalnya saja. Di mana ada kemauan pasti ada jalan. Meski tidak menguasai 100%, ya minimal 50%, daripada tidak sama sekali. Atau, minimalnya SBY dapat memberikan jawaban diplomatis. Jangan hanya sekedar, “Saya tidak tahu, silahkan tanyakan ke pemda DKI Jakarta.” Ini adalah jawaban yang sama sekali tidak diplomatis; padahal SBY, selain sebagai presiden, dia juga adalah diplomat. Sebuah ironisme lainnya adalah masalah yang ditanya itu adalah Jakarta, di mana SBY berkantor dan sudah sering mengalaminya. Orang bukan tanya kemacetan di Surabaya atau Medan, tapi di Jakarta. Masak tidak tahu?

Jadi, dari jawabannya itu terlihat bahwa Presiden SBY tidak mau peduli dengan permasalahan yang terjadi di negeri ini. Ketidakpedulian SBY atas masalah yang menimpa Jakarta menunjukkan bahwa beliau TIDAK BERTANGGUNG JAWAB. Inilah alasannya kenapa saya mengatakan bahwa Presiden SBY tidak bertanggung jawab, alias lepas tangan.

Sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan, SBY semestinya bertanggung jawab atas masalah-masalah yang terjadi di wilayahnya. Bahkan, atas warga negara Indonesia yang mendapat masalah di luar negeri. Sebagai perbandingan, Presiden Filipina pernah langsung turun tangan menangani kasus warganya yang bekerja di luar negeri. Memang Presiden SBY bukanlah penanggungjawab langsung, akan tetapi beliau tidak bisa lepas tangan.

Yang terjadi dengan masalah kemacetan DKI Jakarta, dari jawaban SBY, terlihat jelas kalau Presiden SBY tidak mau tahu urusan itu. SBY lepas tangan. Masalah itu merupakan urusan Jokowi, sebagai Gubernur DKI Jakarta. Di sinilah tampak kalau SBY tidak mau bertanggung jawab dan melepaskan masalah Jakarta kepada pemda. Memang Jokowi adalah penanggungjawab langsung urusan kemacetan Jakarta, namun bukan lantas berarti SBY sama sekali lepas tanggung jawab.

Kalau memang benar bahwa Jakarta itu termasuk juga wilayah kekuasaan SBY sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan, maka SBY wajib mendukung kebijakan Pemda DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan. SBY wajib juga memikirkan cara mengatasi kemacetan yang terjadi di Jakarta. Sama halnya juga dengan masalah-masalah lain di wilayah lain. SBY bukannya membuat kebijakan yang menambah keruwetan transportasi Jakarta. Misalnya dengan mengeluarkan kebijakan mobil murah.

Oleh karena itu, pernyataan SBY, baik di East Asian Summit maupun di Bogor, merupakan sebuah blunder. Tindakan blunder ini benar-benar menunjukkan kebodohan seorang kepala negara sekaligus juga kepala pemerintahan. Semoga, ke depan SBY tidak lagi membuat blunder lain. Sisa waktu masa kepemimpinannya ini hendaknya SBY menunjukkan sesuatu yang baik dan berguna bagi masyarakat Indonesia.
Jakarta, 7 Nov 2013
by: adrian

Renungan Pemberkatan Basilika Lateran, Thn C

Renungan Pesta Pemberkatan Gereja Lateran, Thn C/I
Bac I   : Yeh 47: 1 – 2, 8 – 9, 12;  Injil   : Yoh 2: 13 22

Hari ini adalah Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran. Bacaan-bacaan liturgi berkisah tentang Bait Allah (Gereja), meski dengan kisah yang bertentangan namun saling melengkapi. Bacaan pertama menggambarkan tentang Bait Allah. Dari sini kita dapat melihat bahwa Bait Allah adalah sumber kehidupan; di sana ada kesegaran dan kesembuhan. Sumber kehidupan itu ada pada air yang mengalir dari dalam Bait Allah. Air itu sampai ke Laut Asin (Laut kematian) sehingga mengubahnya menjadi Laut Kehidupan.

Gambaran yang berbeda dengan Injil. Dalam Injil kita mendengar kisah Yesus membersihkan Bait Allah. Akan tetapi, kita dapat mengetahui dasar tindakan Yesus itu. Bait Allah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan semua orang, tapi diubah menjadi sumber “kematian” rakyat kecil dan sumber kehidupan pejabat. Yesus melihat ada perubahan makna Bait Allah. Karena itu, Yesus berusaha mengembalikan fungsi Bait Allah. Dari sini juga Yesus langsung merujuk kepada Diri-Nya sebagai Bait Allah, karena dari Diri-Nya mengalir rahmat kehidupan dan keselamatan.

Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita akan peran gereja dalam kehidupan kita. Tuhan mengajak kita untuk membangun sikap yang benar terhadap gereja. Perayaan Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran mengajak kita untuk merenungkan gedung gereja kita. Sudahkah kita menjadikannya sebagai tempat atau sumber kehidupan? Dan lebih dari itu, kita juga semakin diingatkan bahwa diri kita adalah Bait Allah yang hidup. Sudahkah kita menjadi saluran rahmat kehidupan bagi sesama?

by: adrian