Selasa, 28 Januari 2014

Orang Kudus 28 Januari: St. Karolus Agung

SANTO KAROLUS AGUNG, RAJA & PENGAKU IMAN

Karolus hidup antara tahun 742 - 814. Ia dikenal sebagai seorang negarawan dan Kaisar Fraken yang gigih membela kepausan. Sebagai ahli pedang ia berhasil menyatukan hampir seluruh Eropa Barat dan Tengah di bawah pemerintahannya. Karolus Agung memajukan banyak biara Benediktin dan sekolah katedral serta mendirikan keuskupan-keuskupan. Ia menarik para ilmuwan ke Istana dan memberikan semangat kepada para seniman. Hidup pribadinya tidak begitu mulus, namun ia dihormati sebagai seorang Santo di keuskupan Aachen, Jerman.

Alasan Gramedia Membakar Buku

Sekitar minggu pertama bulan Maret 2012, Gramedia menerbitkan sebuah buku karya terjemahan karangan Douglas Wilson dengan judul “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”. Minggu kedua Maret buku terjemahan itu mulai diedarkan. Dari data, Gramedia mencetak buku itu sebanyak 3.000 eksemplar; dan buku yang sudah laku terjual hingga awal Juni sebanyak 489 eksemplar.

Pada hari Senin, 11 Juni 2012, seorang warga bernama Irwan Arsidi melapor Gramedia Pustaka Utama ke Polda Metro Jaya, berkaitan dengan isi buku terjemahan itu. Pihak Gramedia (ada 3 orang) disangkakan telah melakukan kejahatan terhadap ketertiban umum atau dikenai pasal 156 ayat a, pasal 157 ayat 1 dan pasal 484 ayat 2 KUHP.

Pangkal masalah terdapat pada halaman 24 buku itu, di mana ada tulisan tentang nabi Muhammad SAW yang bertentangan dengan fakta, berkaitan dengan aktivitas beliau di kota Madinah. Bagi Irwan Arsidi uraian tersebut merupakan bentuk penghinaan dan bertentangan dengan agama islam. Irwan merasa dirugikan dengan beredarnya buku itu. Seperti tak mau kalah dengan umatnya, MUI juga mengharapkan adanya tindakan disiplin oleh kalangan internal Gramedia terhadap pihak yang dilaporkan.

Agar tidak berdampak lebih luas dan lebih buruk, maka Gramedia Pustaka Utama langsung beraksi. Mereka langsung menarik kembali buku tersebut dan meminta maaf kepada seluruh umat islam di Indonesia. Direktur Utama PT Gramedia Pustaka Utama mengakui keteledoran penerbit karena menerjemahkan buku sesuai dengan buku aslinya. Artinya, mereka menerjemahkan isi buku apa adanya. Setelah meminta maaf dan menarik buku dari peredaran, pihak Gramedia langsung memusnahkan buku yang aslinya berjudul “5 Cities That Ruled the World”. Maka pada 13 Juni lalu, disaksikan beberapa pengurus MUI, Gramedia membakar 216 eksemplar. Sebelumnya Gramedia sudah memusnahkan 1.000 buku. Yang lain masih dalam perjalanan.

Melihat Sisi Gramedia
Gramedia adalah simbol industri buku. Berbicara tentang Gramedia tak mungkin dipisahkan dari buku. Gramedia merupakan penerbit buku yang terbesar di Indonesia. Buku terbitan Gramedia selalu bermutu, bukan cuma kualitas cetakan melainkan juga isi bukunya. Gramedia memang identik dengan buku berkualitas.

Karena itu adalah tugas dan tanggung jawab Gramedia untuk menghadirkan buku-buku berkualitas. Tanggung jawab ini tidak hanya bersifat eksternal, yaitu kepada para pembeli/pembaca, tetapi juga bersifat internal. Tentulah hanya naskah-naskah yang berkualitas yang akan mereka cetak dan terbitkan. Untuk hal ini tentulah ada ahlinya. Mereka dengan bertanggung jawab akan berusaha mencari, melihat dan menyeleksi naskah-naskah buku yang bermutu.

Dari sini kita dapat mengajukan pertanyaan, salahkah pihak Gramedia dengan terbitnya buku terjemahan itu? Berkaitan dengan materi laporan Irwan, saya sama sekali tidak tahu karena saya buta hukum. Akan tetapi kalau dikaitkan penilaian Irwan bahwa pihak Gramedia melakukan penghinaan dan bahwa isi buku tersebut bertentangan dengan agama islam, saya bisa katakan Gramedia tidak salah.

Terhadap buku-buku berbahasa asing, pihak Gramedia hanya menerjemahkannya saja. Demikian terhadap buku karya Douglas Wilson. Seperti yang dikatakan Direktur Utama PT GPU, untuk buku karya Douglas tersebut pihak Gramedia hanya menerjemahkannya apa adanya. Jadi, terjemahan itu sesuai dengan aslinya. Gramedia menampilkan isi buku Douglas apa adanya. Di mana letak kesalahan Gramedia? Siapa yang melakukan penghinaan? Apakah Gramedia sudah mengubah terjemahannya sehingga isinya ada yang tidak sesuai dengan fakta dan agama islam?

Bagi saya pribadi, jika Gramedia tidak menerjemahkan sesuai dengan aslinya sehingga uraian hasil terjemahan itu bertentangan dengan agama islam barulah pihak Gramedia salah. Artinya, bahwa naskah asli buku Douglas sudah sesuai dengan fakta dan agama islam, lalu diterjemahkan oleh Gramedia tidak sesuai dengan aslinya sehingga ada penyimpangan terjemahan, yang berdampak juga pada pernyimpangan lainnya, maka pihak Gramedia dapat disalahkan. Yang terjadi (ini masih menurut pengakuan Direktur Utama PT GPU) adalah pihak Gramedia menerjemahkan buku itu apa adanya, sesuai dengan aslinya. Jadi tidak ada salah dalam terjemahan.

Kalau begitu, tidak tepatlah tuntutan Irwan Arsidi dan MUI terhadap Gramedia. Konon ide pemusnahan buku tersebut berasal dari MUI. Pihak Gramedia tak salah. Yang salah adalah Douglas Wilson, sang penulis buku itu. Karena itu, tuntutan harusnya dilayangkan kepada penulis buku itu, bukan kepada penerjemah atau pun penerbit buku terjemahan itu.

Akan tetapi, mengapa Gramedia tetap memusnahkan buku itu?

Saya langsung teringat akan peristiwa tabloid Monitor edisi 15 Oktober 1990 yang memuat hasil polling bertajuk “Kagum 5 Juta”. Hasil polling yang tentu juga melibatkan umat islam dan monitor hanya menampung hasilnya, dinilai umat islam melecehkan nabi Muhammad. Massa umat islam mengamuk dan mengobrak-abrik kantor Monitor. Akhirnya Monitor dibredel dan Arswendo mendekap dalam penjara untuk beberapa tahun.

Kiranya memori ini masih membekas pada pihak Gramedia. Mereka takut berhadapan dengan massa islam. Seolah-olah ada kesan begini terhadap umat islam: “Kami mayoritas. Kami punya massa. Jangan main-main dengan kami. Loe silap kami sikat!” Karena itulah, pihak Gramedia akhirnya memilih jalan aman: segera memusnahkan buku-buku terjemahan itu. Gramedia takut bukan karena salah, tetapi karena resikonya sangat besar. Sekalipun benar, Gramedia memilih amannya saja.

Tindakan yang Disayangkan
Ketika akhirnya Gramedia memilih memusnahkan buku terjemahan itu, saya pribadi sangat menyayangkan tindakan itu. Memang harus diakui bahwa Gramedia melakukan tindakan itu karena ditekan oleh ketakutan pada massa islam. Kejadian yang menimpa “anak” mereka Tabloid Monitor benar-benar masih membekas. Padahal Gramedia tidak salah. Mereka hanya menerjemahkan saja. Kecuali kalau terjemahan itu yang salah, tidak sesuai dengan aslinya dan bertentangan dengan agama islam.

Apa yang dilakukan oleh Gramedia ini bukanlah baru kali ini saja. Sudah begitu banyak Gramedia menerbitkan buku yang bertentangan dengan agama. Hanya selama ini belum pernah menyinggung agama islam. Dulu Gramedia pernah menerbitkan buku terjemahan tentang makam keluarga Yesus yang pernah dimuat di National Geographic. Jelas, isi buku tersebut bertentangan keyakinan umat kristen selama ini. Gramedia juga pernah menerbitkan karya Anand Krisna Sabda Pencerahan Ulasan Khotbah Yesus Di Atas Bukit Bagi Orang Modern dan Isa: Hidup dan Ajaran Sang Masiha. Bagi umat kristen dua buku ini bertentangan dengan fakta sejarah dan ajaran kristiani.

Akan tetapi umat kristen tidak mengamuk atau menuntut agar pihak Gramedia memusnahkan buku-buku yang telah melecehkan agama kristen. Gramedia juga tak pernah mengeluarkan pernyataan maaf telah menerbitkan buku itu. Apakah umat kristen tidak punya power? Saya pikir bukan itu masalahnya. Umat kristen lebih memilih cara terpuji dan terdidik: buku dilawan dengan buku. Maka terhadap buku-buku yang dinilai telah bertentangan dengan agama kristen, dikeluarkanlah buku-buku yang melawan balik isi buku tersebut. Bukan dengan emosional yang membabibuta, melainkan dengan cara ilmiah. Dari sini umat diajak untuk berpikir kritis. Setelah membaca dua buku yang saling bertentangan, umat sendiri akan menilai dan menemukan kebenaran.

Karena itu, sangat bijak kalau umat islam membuat buku yang menyatakan bahwa buku karya Douglas Wilson adalah keliru. Dan dalam uraian itu tentulah sangat diharapkan disertakan data-data akurat yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena dalam bukunya tentulah Douglas menyertakan data pustaka. Jadi, buku terjemahan itu tetap dibiarkan dan munculkan buku “tandingan”. Biarkanlah umat sendiri yang menilai dan menemukan kebenarannya. Dengan ini tampak jelas bahwa buku benar-benar mencerdaskan bangsa.
Tanjung Balai Karimun, 14 Juni 2012
by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa III - Thn II

Renungan Hari Selasa Biasa III, Thn A/II
Bac I   : 2Sam 6: 12b – 15, 17 – 19; Injil          : Mrk 3: 31 – 35

Kemarin bacaan pertama mengisahkan bahwa Daud sudah resmi menjadi raja bangsa Israel. Hari ini Kitab Nabi Samuel yang kedua menggambarkan peran Daud sebagai raja. Dikatakan bahwa Daud benar-benar menjadi raja untuk bangsa Israel. Daud tidak hanya memperhatikan keluarga atau sukunya saja, melainkan seluruh warga kerajaan Israel. Salah satu bentuk perhatian itu adalah memberikan makanan “kepada seluruh bangsa itu, kepada seluruh khalayak ramai Israel...” (ay. 19). Daud telah meruntuhkan sekat-sekat pemisah. Baginya, semua rakyat Israel adalah bersaudara.

Pesan ini juga yang hendak disampaikan Yesus dalam Injil. Hari ini Markus bercerita tentang Yesus yang kedatangan anggota keluarga-Nya saat Dia sedang mengajar. Kepada-Nya disampaikan bahwa ibu dan para saudara-Nya mau menemui Dia (ay. 32). Dari sinilah kemudian Yesus memberikan pengajaran-Nya. Di saat orang lain menekankan soal ikatan kekeluargaan secara biologis, Yesus justru menampilkan ikatan kekeluargaan secara iman yang melampaui ikatan-ikatan duniawi. Dan inilah yang hendak dibangun Yesus.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tidak terlalu terikat dengan ikatan-ikatan primordial. Tuhan menghendaki supaya kita melampaui semua hal itu. Bukan berarti ikatan keluarga secara biologis itu tidak penting; atau suku itu tak ada nilainya. Semuanya itu penting bernilai. Namun janganlah hal itu menjadi penghalang untuk tumbuhnya benih Kerajaan Allah. Misi Yesus adalah menghadirkan Kerajaan Allah. Untuk itu, semangat kebersamaan dan persaudaraan yang tidak dibatasi pada hubungan keluarga atau suku merupakan hal yang penting dalam Kerajaan Allah. Di sini berarti Allah-lah yang menjadi pemersatu ikatan kita.

by: adrian