Rabu, 28 Agustus 2019

MARI MEMAHAMI KAJIAN USTADZ ABDUL SOMAD


Tiga tahun lalu, dalam sebuah tausiyah di Masjid Annur di Pekanbaru, Ustadz Abdul Somad menyampaikan pandangan islam tentang salib, yang kini menjadi heboh. Pada waktu itu, Sang Ustadz menyampaikan pernyataannya ketika menjawab sebuah pertanyaan dari seorang wanita, yang mengatakan bahwa hatinya menggigil saat melihat salib. Dalam jawabannya itu terungkap pernyataan “di salib itu ada jin kafir” dan “di dalam patung itu ada jin kafir.”
Pernyataan tersebut dirasakan sungguh melukai hati umat kristiani, baik protestan maupun katolik, karena dinilai telah menghina agama Kristen. Bagi orang Kristen, salib merupakan lambang keselamatan, karena melalui salib Yesus Kristus telah menebus dan menyelamatkan umat manusia. Karena itu, umat kristiani merasa dilukai dengan pernyataan bahwa ada jin kafir di salib, seakan hendak menyamakan Yesus Kristus dengan jin.
Akan tetapi, reaksi umat kristiani beragam dalam menyikap pernyataan Ustadz Abdul Somad (UAS). Beberapa tokoh agama Kristen, baik KWI maupun PGI, mengajak umatnya untuk tetap tenang dalam menyikapi kasus UAS. Ada tokoh terang-terangan meminta agar kasus UAS tidak dibawa ke ranah hukum. Namun ada juga umat yang marah dan menuntut Sang Ustadz ke polisi.
Kami tak mau jatuh dalam persoalan reaksi atas kajian islam UAS terkait salib. Kami hanya mau berusaha memahami pernyataan Sang Ustadz bahwa ceramahnya tentang salib itu sudah sesuai dengan aqidah islam. Hal ini dibenarkan juga oleh MUI. Jika MUI dinilai sebagai otoritas islam di Indonesia, maka dapatlah dikatakan bahwa memang kajian islam soal salib itu sesuai dengan ajaran islam.

PENGHINAAN AGAMA USTADZ ABDUL SOMAD DAN CERMIN AGAMA ISLAM

Ketika kami membuat tulisan yang membahas ujaran kebencian dalam ceramah keagamaan (08 Juli 2017), kami sudah menegaskan betapa sulitnya menangani kasus ujaran kebencian dalam ceramah keagamaan islam. Alasannya adalah bahwa ujaran kebencian itu ada dalam ajaran islam atau dapat dikatakan merupakan akidah islam. Dengan kata lain, ada akidah islam, yang bila disampaikan dalam ceramah keagamaan, mau tidak mau pasti akan bernuansa kebencian atau penghinaan.
Ada beberapa contoh untuk membuktikan hal itu. Pertama, ketika membahas surah an-Nisa: 157, tentulah penceramah akan mengatakan bahwa Yesus tidak pernah disalibkan di kayu salib. Yang mati di kayu salib itu adalah orang yang menyerupai Yesus. Bukan tidak mustahil, dengan gaya ‘guyon’ si penceramah akan berkata, “Orang Kristen sudah dibodohi Injil.”
Kedua, ketika mengulas surah al-Maidah: 41, mau tidak mau penceramah akan mengatakan bahwa Alkitab sudah dipalsukan. Bukan tidak mungkin penceramah akan mengutip juga surah al-Baqarah: 75 untuk menguatkan argumennya. Berbagai ekspresi tentu akan ditampilkan untuk menjelaskan kajian tersebut, termasuk dengan mengatakan, “Orang Kristen memang sudah bodoh, mau-maunya dibohongi Alkitab.”

PAUS FRANSISKUS: MEREKA YANG HANYA MENCARI UNTUNG MENGHADAPI ‘KEMATIAN BATINIAH’

Orang-orang Kristen yang lebih fokus pada kedekatan lahiriah dengan Gereja daripada peduli dengan sesama ibarat turis yang berkelana tanpa tujuan, demikian pernyataan Paus Fransiskus pada 21 Agustus saat audensi umum mingguannya. Orang-orang “yang selalu lewat tetapi tidak pernah memasuki Gereja” dalam cara yang sepenuhnya komunal dalam hal berbagi dan peduli sibuk dalam semacam “wisata spiritual yang membuat mereka percaya bahwa mereka adalah orang Kristen tetapi sebaliknya hanyalah turis,” tambah Paus Fransiskus.
“Kehidupan yang hanya didasarkan pada upaya mencari profit dan manfaat dari situasi yang merugikan orang lain pasti menyebabkan kematian batin,” jelas Paus Fransiskus. “Dan beberapa banyak orang yang merugikan orang yang mengatakan bahwa mereka dekat dengan Gereja, berteman dengan pastor dan uskup namun hanya mencari kepentingan mereka sendiri. Ini adalah kemunafikan yang menghancurkan Gereja.”
Selama audensi, Clelia Manfellotti, seorang gadis 10 tahun dari Naples yang didiagnosis autisme berjalan menaiki tangga ke tempat Paus Fransiskus duduk. Paus Fransiskus meminta petugas keamanan untuk membiarkan dia karena Tuhan berbicara melalui anak-anak, yang membuat para audiens bertepuk tangan. Saat menyapa para peziarah berbahasa Italia di akhir audiens, Paus Fransiskus merenungkan gadis kecil itu yang “menjadi korban penyakit dan tidak tahu apa yang dia lakukan.”

Senin, 26 Agustus 2019

KASUS USTAD ABDUL SOMAD MEMBUKTIKAN 3 HAL INI


Ustadz Abdul Somad sedang menghadapi tuntutan atas penghinaan agama. Hal itu berawal dari video ceramahnya, yang berisi kajian agama islam di salah satu masjid di Kota Pekanbaru 3 tahun lalu, muncul di media sosial dan menjadi viral. Dalam ceramah itu UAS menyinggung soal salib orang katolik, yang dikesankan melecehkan atau menghina orang kristen.
Ustadz Abdul Somad sendiri sudah memberi klarifikasi. Ada 3 poin penting dalam klarifikasi tersebut, yaitu bahwa (1) kajian yang membahas salib orang katolik itu dalam konteks menjawab pertanyaan seorang peserta ceramah; (2) ceramah itu diadakan untuk kalangan terbatas dan bersifat tertutup; dan (3) sudah terjadi 3 tahun lalu.
Akan tetapi, klarifikasi tersebut sama sekali tidak menyentuh inti persoalan, yaitu apa yang diucapkannya. Orang-orang yang menggugat UAS bukan melihat kepada siapa ceramah itu disampaikan, atau kapan dan dimana disampaikan tetapi apa yang disampaikan, yang dinilai telah melecehkan agama kristiani. Soal tempat, waktu dan audiens memang sama sekali tidak melecehkan agama kristen. Namun anehnya, masih ada juga yang membelanya dengan berpatokan pada 3 poin klarifikasi tersebut, tak terkecuali dari Majelis Ulama Indonesia. Misalnya, Wakil Ketua MUI SUMUT, Maratua Simanjuntak, berkata, “Semua ulama telah sepakat bahwa isi ceramah itu tidak bermasalah.”

SEBUAH CERITA PASTOR KORUPSI


Sangat menarik membaca dan mencermati tulisan di blog budak-bangka 5 tahun lalu, persisnya 26 Agustus 2014, yang berjudul “Ibu Tua dan Pastor Korup”. Membaca judul tulisan tersebut, sepintas pembaca langsung menangkap ada korupsi yang dilakukan pastor. Tentulah, spontan pembaca akan menolak pernyataan itu; bagaimana mungkin orang yang sibuk dengan urusan rohani, dekat dengan Tuhan tapi adalah juga koruptor?
Korupsi yang melibatkan para religious bukanlah hal baru dalam blog ini. Ada beberapa tulisan yang menggambarkan hal tersebut, baik berupa opini maupun berita. Pada bagian akhir dari tulisan tersebut memuat beberapa tulisan yang memaparkan praktek korupsi di Gereja. Jadi, intinya ada korupsi di Gereja, dimana pelakunya adalah juga para pastor.
Tulisan  5 tahun lalu itu dikemas dengan sangat sederhana dan ringan. Bentuknya narasi. Karena itu, pembaca dapat menikmatinya dengan santai. Selain itu, semua isi tulisan tidak diurai dengan bertele-tele dan berpanjang lebar. Penulis mengurai gagasannya dengan singkat, jelas dan bernas. Tulisan tersebut benar-benar memberikan pencerahan kepada pembaca.
Bagaimana isi tulisan tersebut? Apa kaitan antara ibu tua dan pastor yang korupsi? Untuk menemukan jawabannya, langsung saja membaca di sini. Selamat membaca!!!

Jumat, 23 Agustus 2019

DILEMA KASUS USTADZ ABDUL SOMAD


Hari Rabu lalu kami sudah menurunkan sebuah tulisan terkait masalah Ustadz Abdul Somad (UAS) lewat judul tulisan Siapa yang Dihina dalam Kasus Ustadz Abdul Somad. Sejak itu, persoalan UAS tidak berhenti. Malah semakin menjadi. Memang UAS sudah memberikan klarifikasi. Dengan klarifikasi itu, UAS merasa dirinya tak bersalah sehingga juga merasa tak perlu minta maaf. Setidaknya ada 3 poin penting dalam klarifikasi, yang seakan mendapat dukungan dari MUI, yaitu:
1.   Konteks ceramahnya saat itu sedang menjawab pertanyaan salah seorang pendengar;
2.   Ceramahnya diberikan kepada kalangan tertutup (artinya, tidak bersifat publik);
3.   Ceramahnya sudah terjadi 3 tahun lalu.
Sepertinya penjelasan UAS ini masuk akal MUI dan terasa menyejukkan, sehingga MUI pun berharap semoga klarifikasi tersebut dapat menyejukkan suasana. Menjadi persoalan, 3 poin yang disampaikan UAS itu sama sekali tidak menyentuh inti persoalan, yaitu penghinaan agama. Hal inilah yang dipersoalkan oleh mereka yang masih punya otak (akal budi). Bagi mereka, bukan persoalan dimana disampaikan ceramah itu, bukan pula kepada siapa ceramah itu disampaikan atau bukan juga soal cerahmah itu dalam konteks menjawab pertanyaan, tetapi PERSOALANNYA ADALAH APA YANG DISAMPAIKAN. Mungkin UAS dan juga MUI tidak sadar dan tidak tahu soal apa yang disampaikan.
Kita dapat mengajukan sebuah perbandingan untuk memahami logika piker argumen UAS, yang seolah diamini MUI. Di Bangka, salah satu durian paling enak adalah durian tai babi. Dapat dikatakan orang Bangka pencinta durian pasti tahu akan hal itu dan sepakat. Suatu hari ada orang luar Bangka melihat durian tai babi, lantas berkomentar bahwa durian itu tidak enak. Alasan argumennya adalah karena melihat duri durian itu, bentuknya dan juga warnanya. Jadi, enaknya durian bukan dilihat dari rasa setelah mencicipi, tapi dari tampilan luar. Tentulah, terhadap argumen ini orang Bangka akan bilang, “Dasar buduh!”
Demikian pula halnya dengan argumen UAS. Pernyataannya sama sekali tidak menyentuh inti persoalan, yaitu apa yang diucapkannya. Dia hanya berargumen di level permukaan, yaitu ceramah yang bersifat tertutup, menjawab pertanyaan pendengar dan terjadi 3 tahun lalu. Dari argumen permukaan ini, UAS lantas berpendapat tidak salah dan tidak ada penghinaan. Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, permasalahan ceramah keagamaan UAS ini justru membawa situasi dilematik, bukan saja bagi polisi tetapi juga bagi umat islam. Tentulah semua ini mengandainya orang paham dan sadar akan apa yang dihadapinya.

MENGKRITISI FATWA MUI TENTANG NIKAH BEDA AGAMA


Dalam Musyawarah Nasional VII, yang diadakan pada 26 – 29 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang perkawinan beda agama. Keputusan, yang dituangkan dalam fatwa no. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 (teks lengkapnya dapat dibaca di sini) itu, ditetapkan di Jakarta pada 28 Juli 2005. Dalam keputusan itu ditetapkan 2 keputusan, yaitu:
1.    Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
2.    Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Ada 3 poin penting yang diambil MUI sebelum sampai pada keputusan fatwa.Yang pertama adalah pertimbangan (menimbang). Sekalipun pada poin ini ada 4 faktor yang ditampilkan, namun keempat faktor tersebut sebenarnya dapat disederhanakan menjadi 2 saja, yaitu fakta adanya perkawinan beda agama, yang muncul karena situasi plural dan juga hak asasi manusia namun kemunculannya membuat perdebatan dan keresahan; serta dibutuhkan pedoman untuk menyikapi hal ini.
Ada 2 hal yang perlu dikritisi di sini, yaitu soal efek keresahan (poin b dalam teks fatwa) dan soal dalih HAM (poin c dalam teks fatwa). MUI mengatakan bahwa perkawinan beda agama “sering mengundang keresahan di tengah-tengah masyarakat.” Dapatkah MUI memberi bukti sejauh mana keresahan yang timbul? Adakah data-datanya? Bagaimana prosentasenya? Masyarakat mana saja dan dimana saja yang resah? Hal ini harus dibuktikan agar pernyataan MUI tersebut bukan lahir dari asumsi atau praduga saja. Sangatlah ironis jika keputusan, yang ditandatangani oleh 2 profesor, lahir bukan dari data fakta, melainkan asumsi. Selain itu, perlu dikritisi juga, siapa atau apa yang sebenarnya membuat resah masyarakat. Apakah perkawinan beda agama-nya atau malah ajaran agama-lah yang justru membuat masyarakat resah.

Rabu, 21 Agustus 2019

SIAPA YANG DIHINA DALAM KASUS USTADZ ABDUL SOMAD?


Publik Indonesia kembali geger setelah muncul video viral Ustadz Abdul Somad (UAS) yang dinilai telah menghina agama Kristen. Ketika beberapa eleman masyarakat dari kelompok agama tertentu mempersoalkan UAS dengan video tersebut, Sang Ustadz membuat pembelaan. Dikatakan bahwa video tersebut merupakan ceramah keagamaan yang disampaikan kepada kalangan terbatas, bukan bersifat publik dan bahwa ceramah itu sudah dilakukan 3 tahun lalu. Sang Ustadz sendiri mengaku dirinya tak salah (jadi, yang disampaikannya itu adalah benar), sehingga tak perlu merasa minta maaf. Justru yang salah adalah yang menyebarkan video itu.
Orang yang masih punya (otak) akal budi tentu akan tertawa menilai pembelaan seperti itu. Persoalan video itu bukan terletak pada kepada siapa ceramah itu disampaikan atau kapan dan dimana disampaikan, tetapi isi ceramah itu yang dinilai telah melecehkan agama Kristen. Jadi, pembelaan yang dilakukan tidak menyentuh isi ceramahnya. Yang waras mungkin akan bertanya, apakah jika disampaikan untuk jemaah terbatas orang bebas menghina, menghojat dan menista pihak lain?
Terlepas dari masalah itu, kasus ini dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, bagaimana menyikapi persoalan penghinaan agama dalam ceramah keagamaan; kedua, siapa korban dari video viral UAS; dan ketiga, sikap umat Kristen (katolik dan protestan) dalam hal ini. Mari kita lihat satu per satu.
Pertama, masalah ujaran kebencian dan penghinaan memang sudah diatur dalam undang-undang. Bahkan pihak kepolisian menambah dengan surat edaran no.SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Dalam surat edaran itu, disebutkan tujuan dari peraturan ini. Salah satunya adalah demi terpeliharanya kerukunan hidup berbangsa dan bernegara yang berbhineka tunggal ika serta melindungi keragaman kelompok dalam bangsa. Namun ada satu topik ujaran kebencian yang penanganannya akan menemukan kesulitan, yaitu ceramah keagamaan.

Senin, 19 Agustus 2019

MODUL PERTEMUAN KBG BULAN KITAB SUCI

Pada awal masa adven 2018 lalu, Bapak Uskup Pangkalpinang telah mencanangkan tahun 2019 sebagai Tahun Berpusat pada Kristus bagi seluruh umat di Keuskupan Pangkalpinang. Setidaknya ada 3 kriteria berpusat pada Kristus, yakni mengenal Yesus, memahami ajaran-Nya dan menjadikan hidup, ajaran dan karya-Nya sebagai model hidup umat.
Salah satu media untuk mengenal siapa itu Yesus adalah Kitab Suci, khususnya Perjanjian Baru. Bulan September dikenal sebagai Bulan Kitab Suci Nasional di Gereja Katolik Indonesia. Umat diajak untuk semakin mencintai Kitab Suci. Karena itu, dalam pertemuan KBG pada bulan September, umat diajak untuk berpusat pada Kristus dengan berpatokan pada Kitab Suci. Pada pertemuan-pertemuan KBG ini, umat tidak hanya mencoba memahami beberapa ajaran Yesus yang terlihat sulit, melainkan juga memahami pesan-Nya.

Modul pertemuan bulan September ini hanya dibuat untuk kepentingan umat Paroki St. Carolus Boromeus Ujung Beting. AKan tetapi, siapa saja boleh memanfaatkannya sejauh dirasakan berguna. Untuk melihat dan men-download bahan modul pertemuan KBG itu, silahkan klik di sini.

PAUS FRANSISKUS: PERANG & TERORISME MERUPAKAN KEKALAHAN BESAR MANUSIA


Memperingati Konvensi Jenewa, Paus Fransiskus mendesak negara-negara untuk mengingat kembali perlunya melindungi kehidupan dan martabat para korban perang dan konflik bersenjata. “Setiap orang diharuskan untuk mematuhi batasan yang diberlakukan oleh hukum humaniter internasional, melindungi populasi yang tidak bersenjata dan struktur sipil, terutama rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, kamp-kamp pengungsi,” kata Paus Fransiskus setelah berdoa Angelus dengan pengunjung yang berkumpul di Lapangan St. Petrus di Vatikan pada 11 Agustus.
Paus Fransiskus mengingatkan orang-orang bahwa 12 Agustus merupakan peringatan ke-70 Konvensi Jenewa, yang merupakan “instrumen hukum internasional penting yang menerapkan batasan penggunaan kekuatan bersenjata dan bertujuan melindungi warga sipil dan tahanan pada saat perang.”
“Semoga peringatan ini membuat negara-negara semakin sadar akan perlunya melindungi kehidupan dan martabat korban konflik bersenjata,” ujar Paus Fransiskus. “Dan janganlah kita lupa bahwa perang dan terorisme selalu merupakan kerugian serius bagi seluruh umat manusia. Mereka adalah kekalahan besar manusia!”
Konvensi Jenewa tahun 1949 memperluas perjanjian internasional sebelumnya untuk perlakuan manusiawi terhadap personel militer yang terluka atau ditangkap, personel medis dan warga sipil, dengan memasukkan peraturan yang melindungi tahanan perang dari penyiksaan dan penganiayaan, dan memberi mereka perumahan, makanan, dan pengawasan oleh Palang Merah Internasional.
Artikel-artikel baru juga menyerukan untuk melindungi warga sipil yang terluka, sakit dan hamil serta para ibu dan anak-anak. Warga sipil harus mempunyai akses ke perawatan media yang memadai dan tidak boleh dideportasi secara kolektif atau dipaksa bekerja dengan pasukan pendudukan tanpa dibayar.

Jumat, 16 Agustus 2019

MEMAHAMI SIKAP UMAT ISLAM TERHADAP ORANG KAFIR


Ketika BTP, sapaan Basuki Tjahaya Purnama, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia menyumbang 30 ekor sapi pada hari raya Idul Adha. Tindakan BTP ini menimbulkan tanggapan yang bernada pro dan kontra di media sosial, salah satunya adalah facebook. Dari sini orang dapat menarik satu kesimpulan bagaimana orang islam menyikapi orang non muslim, yang notabene adalah kafir. Dari sekian banyak postingan, kami akan mengambil postingan dari Lina AR Nasution, yang begitu banyak mengemukakan pendasaran quranis sikap umat islam terhadap orang non islam.
Lina memberikan dasar-dasar Al-Quran, yang dapat menjadi dasar sikap orang islam terhadap orang kafir. Intinya adalah muslim haram memilih pemimpin kafir
1.    Al-Quran melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin
QS Ali ‘Imraan: 28, “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (Pemimpin/Pelindung), dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”
QS An-Nisaa’: 144, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (Pemimpin/Pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”
QS Al-Maaidah: 57, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik)). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman

INI SOLUSI MEROTASI TENAGA PASTORAL


Memang dalam Kitab Hukum Kanonik, jabatan Pastor Paroki itu tidak mempunyai batasan waktu. Bisa saja seorang menduduki jabatan Pastor Paroki selama hidupnya atau minimal sampai usia pension. Akan tetapi, mempertimbangkan aspek lainnya dirasakan perlunya adanya batasan dan rotasi jabatan. Hal ini tidak hanya berguna bagi sang imam tetapi juga bagi umat. Hanya sayangnya belum ada semacam solusi untuk pengaturan hal ini.
Blog budak-bangka 5 tahun lalu, persisnya, 16 Agustus 2015, mencoba memberikan semacam tawaran bagaimana mengatur rotasi para petugas pastoral ini. Lewat sebuah tulisan dengan judul: “Manajemen Rotasi Tenaga Pastoral”, penulis memberikan pendasaran kenapa perlu diadakan rotasi dan kenapa pula harus terjadwal, serta bagaimana rotasi itu diadakan. Di samping itu, penulis memberikan juga manfaat diadakannya rotasi yang terjadwal ini.
Tulisan 5 tahun lalu tersebut dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang ringan dan sederhana sehingga pembaca mana pun mudah dan enak membacanya. Melihat maksud dan tujuannya, jelaslah bahwa tulisan itu berguna hanya bagi para pengambil kebijaksanaan di keuskupan.
Mengapa rotasi tenaga pastoral perlu diadakan? Apa saja manfaat diadakannya rotasi tenaga pastoral itu? Bagaimana rotasi tenaga pastoral itu dilaksanakan? Semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat ditemukan dalam tulisan 5 tahun lalu itu. Karena itu, langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!

KEGIATAN PASTORAL DEMI GEREJA ATAU KEPENTINGAN PRIBADI


Enam tahun lalu, persisnya hari ini, 16 Agustus 2013, blog budak-bangka menurunkan sebuah tulisan berupa sharing hidup dengan judul: “Kisah Tiga Cerita”. Ada nada kegelisahan hati dan kegalauan budi penulis dalam tulisan tersebut, yang membuat jiwa penulis memberontak. Ketiga kisah itulah yang menjadi inspirasi penulis sehingga melahirkan tulisan tersebut. Semua itu dilandasi pada kecintaan akan Gereja.
Ketiga cerita tersebut dapatlah dikatakan berpangkal pada UANG, yang diidentikkan juga dengan kekayaan. Hal ini senada dengan kata-kata Yesus, “Dimana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Luk 12: 34). Karena itulah, Rasul Paulus berani berkata, “Akar segala kejahatan ialah cinta uang.” (1Tim 6: 10).
Bukan lantas berarti uang atau kekayaan itu tidak penting. Uang memang bukanlah segala-galanya, namun segala-galanya terkadang butuh uang. Yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana uang itu tidak memperbudak hidup kita. Karena itulah, ketiga cerita dalam tulisan 6 tahun lalu itu bermuara pada satu pertanyaan: apakah kegiatan-kegiatan gerejawi demi pengembangan Gereja atau kepentingan pribadi?
Dikemas dengan memakai bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan membuat tulisan tersebut mudah dan enak dibaca oleh siapa pun. Tulisan itu berguna tidak hanya bagi para petugas pastoral, melainkan seluruh umat yang memiliki kecintaan pada Gereja. Lebih lanjut mengenai tulisan tersebut, langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!

Rabu, 14 Agustus 2019

INILAH SYARAT UNTUK MENJADI PEMIMPIN


Pemimpin selalu diidentikkan dengan kuasa. Menjadi pemimpin berarti memiliki kuasa atas mereka yang dipimpinnya. Dari sinilah pemimpin biasa disebut sebagai orang yang memimpin; dalam bahasa lain dapat juga dikatakan orang yang mengatur. Sekalipun setiap orang terlahir sebagai pemimpin, untuk menjadi pemimpin dibutuhkan beberapa syarat. Artinya, menjadi pemimpin itu butuh kualifikasi.
Topic inilah yang diangkat blog budak-bangka enam tahun lalu, persisnya 14 Agustus 2013, lewat judul tulisan “Delapan Syarat Menjadi Pemimpin”. Tulisan tersebut diolah dari berbagai sumber; dari sumber-sumber itu didapatlah 8 syarat pokok untuk menjadi pemimpin. Tulisan enam tahun lalu itu berguna bagi siapa saja yang terpanggil untuk menjadi pemimpin di mana dia berada. Karena itu, tak salah jika dikatakan tulisan tersebut harus menjadi bacaan wajib.
Dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan sehingga pembaca mana pun dapat dengan mudah membaca dan memahaminya. Pembaca tak perlu membutuhkan waktu panjang untuk membaca tulisan tersebut, karena tulisan tersebut diurai dengan singkat, padat dan bernas. Untuk mengetahui kedelapan syarat itu langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!

Senin, 12 Agustus 2019

MEMBACA BUKU “AYAT-AYAT SETAN”


Novel “Ayat-ayat Setan” atau dalam edisi bahasa Inggrisnya: The Satanis Verses, merupakan novel keempat karya Salman Rushdie, yang pertama kali terbit pada 1988. Novel yang mendapat apresiasi dari kalangan kritikus sastra, justru malah ditentang, ditolak dan dikecam oleh komunitas islam. Ada banyak aksi demonstrasi di belahan dunia menentang novel tersebut. Malah penguasa Iran sudah memfatwakan darah Salman Rushdie adalah halal, alias boleh dibunuh. Karena fatwa itulah, Salman sekarang berada dalam persembunyian.
Inspirasi dari novel ini didapat Salman dari kisah hidup Muhammad, yang terdapat dalam literatur islam, yang dikenal sebagai Qissaf al-Gharaniq (Kisah Burung Bangau). Literatur tersebut bercerita tentang nabi Muhammad yang telah keliru mengira ayat-ayat yang dibisikkan setan sebagai wahyu dari Allah. Artinya, peristiwa nabi Muhammad menerima ayat-ayat setan itu adalah benar. Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa sumber islam, seperti Sirah nabawiyah, yang ditulis oleh al-Waqidi, dan juga tafsir yang dibuat oleh al-Tabari.
Jika memang inspirasi dari novelnya adalah sebuah kisah yang benar, menjadi pertanyaan adalah kenapa umat islam marah. Kenapa syah Iran mengeluarkan fatwa mati bagi Salman Rushdie? Bukan tidak mungkin umat islam, baik yang awam maupun kalangan terdidik, sama-sama tidak dapat membedakan mana fiksi dan mana fakta. Mungkin mereka tidak tahu bahwa novel adalah sebuah karya fiksi. Kesulitan membedakan karya fiksi dan fakta terlihat juga dalam kasus-kasus lain yang kurang lebih serupa.
Novel “Ayat-ayat Setan” dikemas dalam 506 halaman, dan dibagi ke dalam 8 bab. Membaca novel ini kita sama sekali tidak menangkap dimana letak “heboh”-nya sehingga penulisnya harus difatwa mati. Isi ceritanya terbilang biasa-biasa saja, dan terjemahan bahasa Indonesianya kurang bagus. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa reaksi lebay dari umat islam dan fatwa mati dari syah Iran justru membuat novel ini, yang sebenarnya biasa-biasa saja bahkan cenderung buruk, menjadi popular.
Untuk dapat membaca (atau juga men-download) buku ini, silahkan klik di sini. Selamat membaca!
by: adrian

JANGAN MENGAKU BERIMAN JIKA MASIH SUKA MEMAKSAKAN KEHENDAK


Blog budak-bangka 5 tahun lalu, persisnya 12 Agustus 2014, menampilkan sebuah tulisan dengan judul “Beriman Sesuai Kehendak Allah”. Dalam blog itu tulisan tersebut masuk dalam kategori pencerahan. Tampak jelas kalau tulisan tersebut hendak memberi pencerahan kepada para pembaca terkait dengan iman. Dengan kata lain, tulisan 5 tahun lalu itu menjadi semacam cermin bagi pembaca untuk melihat bagaimana sikapnya dalam beriman.
Iman biasanya diidentikkan dengan agama. Orang beriman adalh juga orang beragama (apapun agamanya). Akan tetapi, tidak setiap orang beragama itu otomatis beriman. Ada banyak kita temukan dalam kehidupan ini orang yang mengaku punya agama, akan tetapi tidak memiliki iman. Atau seandainya pun mengaku beriman, iman itu hanya sebatas ungkapan bibir saja atau dalam budi.
Tulisan lima tahun lalu ini hendak membuka wawasan pembaca, apapun agamanya, bahwa beriman itu tidak harus mengikuti selera pribadi. Pusat iman itu adalah Allah (karena itu, seorang ateis tak bisa dikatakan beriman). Penulis Surat kepada Orang Ibrani mengatakan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapankan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr 11: 1).
Dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang ringan dan sederhana sehingga pembaca mana pun dapat dengan mudah membaca dan menikmatinya. Di samping itu, pembaca tak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk membaca tulisan tersebut, karena tulisannya terbilang singkat, padat dan bernas. Penulis tidak mengurai gagasan ulang dengan bertele-tele. Lebih lanjut mengenai isi tulisan tersebut, langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!

MARILAH KITA TERSENYUM


Senyum merupakan salah bentuk komunikasi yang bersifat universal. Kepada siapa saja kita ketemu, entah berbeda suku, ras, bangsa dan agama, senyuman dapat mengikat kita. Orang tidak akan lari menghindari senyuman; justru dia akan merasa nyaman, diterima dan dekat dengan si pemberi senyum. Melihat efek senyum yang begitu sangat positif, apakah sebuah senyuman itu mahal dan sulit?
Topik ini pernah dibahas blog budak-bangka 6 tahun lalu, persisnya 12 Agustus 2013, lewat judul tulisan “Senyum Itu Mudah & Gratis”. Tulisan, yang masuk dalam kategori inspirasi hidup, tersebut merupakan olahan kembali dari tulisan yang dikirim oleh Anne Ahira. Terlihat jelas kalau tulisan tersebut hendak menginspirasi hidup para pembaca untuk memulai hidup dengan senyuman dan senantiasa meluangkan waktu untuk tersenyum sebagai sapaan kepada sesama.
Dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang ringan dan sederhana sehingga pembaca mana pun dapat dengan mudah membaca dan menikmatinya. Di samping itu, pembaca tak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk membaca tulisan tersebut, karena tulisannya terbilang singkat, padat dan bernas. Penulis tidak mengurai gagasan ulang dengan bertele-tele. Lebih lanjut mengenai isi tulisan tersebut, langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!

Sabtu, 10 Agustus 2019

PARADOKSAL KEBENARAN

Blog budak-bangka 5 tahun lalu, persisnya 10 Agustus 2014, menurunkan sebuah tulisan dengan judul: “Kebenaran yang Membebaskan”. Tulisan tersebut diambil dari tulisan C. Aman, OFM, yang dimuat dalam situs UCAN News. Sengaja blog ini mengutipnya dan memuat kembali karena pesan yang berguna bagi pembaca.
Tulisan itu menyatakan bahwa kebenaran itu paradoksal. Dia dirindukan tapi juga ditakuti; menyembuhkan dan juga melukai. Lewat tulisan tersebut, pembaca diajak untuk berefleksi diri, melihat pada diri sendiri apakah dirinya termasuk orang yang merindukan kebenaran atau takut pada kebenaran.
Sekalipun tulisan lima tahun lalu itu bernuansa filosofis, namun ia dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan sehingga mudah dan enak untuk dibaca siapa pun. Tulisan tersebut sangat berguna bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan pengetahuan.
Kenapa kebenaran itu menyembuhkan sekaligus melukai? Apa yang dimaksudkan kebenaran yang paradoksal? Apakah tidak ada kebenaran absolut? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi, silahkan klik dan membaca di sini. Selamat membaca!!!

INI KIAT BERANTAS KORUPSI DI INDONESIA

Salah satu tantangan bangsa Indonesia saat ini adalah korupsi yang kian tak kunjung reda. Semakin diberantas, semakin bertambah banyak pelaku korupsinya. Belum lagi tuntas korupsi-korupsi skala kakap, seperti Century dan Hambalang, kasus-kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) kerap menghiasi pemberitaan. Korupsi ini, seperti kata orang Betawi, kagak ade matinye. Menghadapi situasi seperti inilah banyak elemen masyarakat bertanya-tanya: kenapa korupsi tidak berkurang sekalipun para koruptornya sudah ditangkapi dan dipenjara? Bagaimana caranya supaya korupsi makin berkurang dari muka Ibu Pertiwi ini?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, 6 tahun lalu, persisnya 10 Agustus 2013, blog budak-bangka menurunkan sebuah tulisan dengan judul: “Hukuman Bagi Koruptor”. Menilik judul tulisan tersebut, terlihat jelas bahwa solusi untuk memberantas koruptor ada pada hukuman-nya. Tulisan tersebut sendiri lahir menanggapi judul tulisan berita di Harian KOMPAS: “Korupsi Telah Menjadi Budaya”. Penulis blog ini merasa prihatin dengan pernyataan bahwa korupsi telah menjadi budaya; seolah-olah korupsi setara dengan budaya-budaya bangsa ini yang harus dilestarikan. Apakah korupsi memang harus dikembangkan dan dilestarikan?
Menyikapi hal itu, penulis blog budak-bangka menawarkan gagasan tentang hukuman bagi koruptor yang diyakini dapat mengurangi minat orang untuk melakukan tindak korupsi. Salah satu premis awalnya adalah hukuman apa yang membuat orang menjadi jera. Tampak jelas solusi yang diberikan lewat tulisan 6 tahun lalu itu tidak hanya bertujuan menghukum para koruptor tetapi juga mencegah orang lain untuk tidak korupsi.
Dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan sehingga mudah dan enak untuk dibaca siapa pun. Tulisan tersebut sangat berguna bagi siapa saja, terutama bagi mereka yang bersentuhan dengan tindak pemberantasan korupsi, terutama presiden dan DPR, karena mereka pemegang kuasa legislatif. Semua itu, seperti dikatakan pada bagian akhir tulisan tersebut, tergantung pada political will.
Apa solusi yang ditawarkan tulisan tersebut untuk membasmi korupsi dari negeri ini? Temukan ulasannya dengan klik dan membaca di sini. Selamat membaca!!!

Jumat, 09 Agustus 2019

RENUNGAN HARI MINGGU BIASA XIX-C

Renungan Hari Minggu Biasa XIX, Thn C
Bac I  Keb 18: 6 – 9; Bac II       Ibr 11: 1- 2, 8 – 19;
Injil    Luk 12: 32 – 48;
Bacaan-bacaan liturgi hari Minggu ini hendak berbicara tentang iman. Bacaan kedua, yang diambil dari Surat kepada Orang Ibrani, memberikan pendasaran tentang iman. Dikatakan bahwa iman merupakan  “dasar dari segala sesuatu yang kita harapan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (ay. 1). Untuk menguatkan pendasaran tersebut, penulis memberikan contoh dari sejarah bangsa Israel, yaitu Abraham, yang dikenal sebagai Bapa Orang Beriman.
Ungkapan iman terlihat juga dalam bacaan pertama. Dalam Kitab Kebijaksanaan diungkapkan bagaimana orang-orang beriman menyatakan dirinya. Secara implisit, penulis Kitab Kebijaksanaan mau mengidentifikasi iman dengan sikap berserah diri (seperti Abraham) kepada “kewajiban ilahi” sehingga mereka “akan mengambil bagian baik dalam hal-hal baik maupun dalam bahaya.” (ay. 9).
Salah satu tantangan iman adalah godaan duniawi yang membuat orang jadi gelisah, takut dan diliputi kekhawatiran. Godaan-godaan duniawi itu dapat berupa kekayaan, jabatan (kekuasaan) dan prestise (bandingkan dengan 3 godaan Yesus di padang gurun). Karena itulah, dalam Injil Tuhan Yesus mengajak para murid untuk tidak takut (ay. 32). Di balik ajakan itu, Tuhan Yesus menghendaki supaya para murid berserah diri kepada penyelenggaraan ilahi (dengan kata lain: beriman). Dengan beriman, para murid tidak melulu memusatkan hati, budi dan hidupnya hanya kepada hal-hal duniawi, melainkan juga mengarahkannya kepada “suatu harta di sorga.” (ay. 33).
Manusia memang hidup di dunia, namun hidupnya tidak melulu terarah pada hal-hal duniawi. Sekalipun hidup di dunia, hidup manusia terarah ke sorga. Sebagai makhluk dunia adalah wajar bila manusia tak dapat lepas dari barang-barang duniawi. Selagi tinggal di dunia, manusia boleh bersentuhan dengannya. Akan tetapi, janganlah benda-benda duniawi itu mengingat manusia untuk tetap di dunia dan melupakan arah tujuannya ke sorga. Hal inilah yang hendak disampaikan Tuhan melalui bacaan-bacaan liturginya. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki supaya manusia terus menyadari akan arah hidupnya yang tertuju ke sorga sehingga tidak perlu merasa takut akan hal-hal duniawi.
by: adrian

Kamis, 08 Agustus 2019

MEMILIH NAMA ANAK BUAT ORANG KATOLIK

Setiap orang pasti punya nama, yang umumnya menjadi identitasnya. Nama itu diberikan sejak orang masih bayi. Bagi umat katolik, sebelum memberi nama, orangtua hendaknya memperhatikan apa yang dikatakan Hukum Gereja: “Hendaknya orangtua, wali baptis dan Pastor Paroki menjaga agar jangan memberikan nama yang asing dari citarasa kristiani.” (Kan. 855). Dengan kata lain, nama anak harus memiliki citarasa kristiani. Itulah nama baptis.
Apa maksud nama yang bercitarasa kristiani? Setidaknya ada tiga kategori, yaitu nama dari dalam Kitab Suci, entah itu nama orang, tempat atau apapun (Musa, Abraham, Elia, Yeremia, Yosua, Yesaya, Betania, Korintus, Galatia, dll) dan  dari nama orang kudus (Matius, Agatha, Monika, Agustinus, dll). Kategori ketiga adalah istilah yang sudah familiar dalam Gereja Katolik (Gloria, Sanctus, Maranatha, Grace, Natalius, Paskalia, Adven, dll).
Apa makna nama baptis? Untuk kategori pertama dan kedua, pertama-tama orangtua menyerahkan anaknya kepada perlindungan dan penjagaan tokoh suci yang dipilih. Misalnya, jika nama baptisnya Elia, maka anak itu diserahkan kepada Nabi Elia untuk menjaga dan menyertai perjalanan anak. Memang, peran Tuhan tidak ditinggalkan karena Tuhan adalah pelindung utama umat manusia. Selain itu juga, nama baptis memiliki tujuan supaya anak mengikuti teladan luhur tokoh suci yang dipilihnya. Karena itu, orangtua harus tahu riwayat tokoh suci itu. Sedangkan makna nama berdasarkan kategori ketiga dikaitkan dengan makna istilah tersebut. Misalnya, nama Grace (= rahmat, berkat) berarti agar anak senantiasa membawa rahmat dan berkat Tuhan dalam hidupnya.

Sabtu, 03 Agustus 2019

KURSUS TRIBUNAL, 15 – 20 JULI 2019 DI BANDUNG


Hantaran Awal
Pada acara pembukaan, 2 poin penting yang disampaikan. Pertama, maksud dan tujuan kursus, yakni agar peserta memahami soal tribunal dan prosesnya, sehingga sepulang dari kursus dapat membantu uskup dalam pelaksanaan tribunal gerejawi, entah sebagai hakim, defensor vinculi, notarius, ataupun peran lainnya. Untuk maksud ini, panitia berusaha agar ijasah kursus bisa dijadikan pertimbangan dalam permohonan dispensasi ke signature apostolika.

Kedua, para peserta sadar dan paham ketika menghadapi situasi keluarga dewasa kini. Setidaknya ada 4 gambaran situasi keluarga, yakni:
     1.    Keluarga sah, tapi bermasalah
     2.    Keluarga sah, dan tidak bermasalah
     3.    Keluarga tak sah dan tak bermasalah
     4.    Keluarga tak sah, tapi bermasalah

Menghadapi keluarga tipe 1, solusi yang dapat ditawarkan adalah pemutusan, baik yang dilakukan oleh takhta suci (Paus) maupun oleh ordinaris wilayah (lewat privilege:paulinum, pianum dan gregorianum). Harus ada syarat yang terpenuhi agar sarana tersebut dapat ditempuh.

Menghadapi keluarga tipe 2, tenaga pastoral bukan lantas berarti tenang-tenang saja. Pastor paroki harus tetap terus mendampingi dan mempromosikan mereka. Melibatkan dalam karya kerasulan keluarga merupakan bentuk pastoral terhadap keluarga tipe 2 ini.

SEBUAH CERPEN TENTANG SEJARAH PROKLAMASI

Bulan Agustus selalu diidentikkan dengan kemeriahan HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sangat menarik membaca cerita pendek di blog budak-bangka lima tahun lalu, persisnya 3 Agustus 2014, dengan berjudul “Pelajaran Sejarah”. Yang membuat cerpen ini menarik adalah setting kisahnya ada dua, yaitu masa lampau dan masa kini.

Cerpen tersebut dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan sehingga terasa enak untuk membacanya. Alur ceritanya pun sangat mengalir, sekalipun terkadang membuat pembaca sedikit agak bingung. Yang jelas cerpen tersebut sangat menarik dan memberi pesan bagi pembaca sehingga sangat disayangkan bila dilewatkan.

Bagaimana kisah dalam cerpen tersebut? Dan apa pesannya? Temukan semua jawabannya dengan membaca dan meng-klik di sini. Selamat membaca!!!