Selasa, 31 Maret 2015

(Inspirasi Hidup) Baik Itu Bukan Karena Jabatannya

JANGAN LIHAT JABATANNYA
Selama ini kita tahu bahwa nabi itu adalah utusan Tuhan. Mereka selalu membawa pesan dari Tuhan. Hal ini membuat kita berpikir bahwa hidup mereka sangatlah dekat Tuhan, karena mereka mempunyai relasi istimewa dengan Tuhan. Dari gambaran ini tak salah jika kita berkesimpulan bahwa nabi itu adalah orang yang baik.

Akan tetapi, Yeremia membuka mata kita bahwa tidak selamanya nabi itu baik. Dalam Yeremia 28: 1 – 17 dikisahkan ada nabi bernama Hananya bin Azur yang berasal dari Gibeon. Dengan mengatasnamakan Tuhan, ia menyampaikan kabar gembira kepada seluruh umat, “Aku telah mematahkan kuk raja Babel itu. Dalam dua tahun ini Aku akan mengembalikan ke tempat ini segala perkakas rumah TUHAN yang telah diambil dari tempat ini oleh Nebukadnezar, raja Babel, dan yang diangkutnya ke Babel.” (ay. 2 – 3).

Ketika mendapat tantangan dari Nabi Yeremia, Nabi Hananya memberi semacam perumpamaan tentang pembebasan itu dengan mengambil gandar dari tengkuk Yeremia dan mematahkannya. Hananya berkata di hadapan umat, "Beginilah firman TUHAN: Dalam dua tahun ini begitu jugalah Aku akan mematahkan kuk Nebukadnezar, raja Babel itu, dari pada tengkuk segala bangsa!" (ay. 11).

Menghadapi perumpamaan Hananya ini, Yeremia menggantikan gandarnya sesuai perintah Tuhan. Kini gandarnya bukan lagi dari kayu melainkan berbahan besi. Tentulah Hananya akan mengalami kesulitan untuk mematahkan gadar itu. Yeremia berkata, “Kuk besi akan Kutaruh ke atas tengkuk segala bangsa ini, sehingga mereka takluk kepada Nebukadnezar, raja Babel; sungguh, mereka akan takluk kepadanya! Malahan binatang-binatang di padang telah Kuserahkan kepadanya." (ay. 14). Di sini Yeremia mau mengatakan bahwa penderitaan umat masih akan berlangsung, malah semakin berat. Kuk penindasan akan semakin keras dan berat seperti besi.

Umat menghadapi dua orang nabi, yang sama-sama menyampaikan pesan atas nama Tuhan. Sekalipun sama-sama atas nama Tuhan, namun nada pesannya berbeda. Warta Nabi Hananya menyenangkan, sedangkan warta Nabi Yeremia bernada tidak menyenangkan. Pastilah umat akan lebih memilih Nabi Hananya, karena ia memenuhi keinginan hati umat. Sebaliknya, mereka tidak suka Nabi Yeremia. Warta Yeremia bukannya menyejukkan hati, tapi malah membuat hati umat galau.

Namun Tuhan berkenan pada Yeremia. Dari kisah dapat diketahui bahwa Nabi Hananya akhirnya mati. Di mata Yeremia, Hananya telah berdusta terhadap umat. Di dalam warta Hananya yang menyenangkan hati ternyata terdapat dusta. Hananya merupakan contoh nabi yang buruk, yang hanya mau menyenangkan hati umat supaya umat suka padanya. Hananya tidak mewartakan kebenaran, yang darinya dapat melahirkan pertobatan dalam diri umat.

Kisah di atas benar-benar membuka mata kita bahwa ternyata tidak semua nabi itu baik. Ada saja nabi yang buruk. Jadi, jabatan nabi tidak menjadi jaminan bahwa orang tersebut adalah baik, sekalipun ia menyenangkan umat. Tidak ada kaitan antara jabatan dengan kebaikan seseorang; juga tidak ada kaitan antara menyenangkan umat dengan kebenaran.

Gambaran nabi yang buruk dalam dunia Perjanjian Lama, kembali terungkap dalam zaman modern ini. Gambaran itu memang tidak terdapat dalam diri nabi, melainkan dalam diri imam. Awal Oktober lalu, dalam misa pembukaan sinode keluarga di Vatikan, Paus Fransiskus mengingatkan akan adanya gembala yang buruk. Indikasi keburukan itu terlihat dari keserakahan demi uang dan kekuasaan/jabatan.

Bapa Paus melihat bahwa demi uang dan jabatan kekuasaan, para gembala ini bukannya memikirkan umat melainkan hanya pada dirinya sendiri. Umat dijadikan sasaran untuk mendapatkan uang. Melayani umat bukan demi pelayanan, melainkan demi uang. Jabatan digunakan untuk mendapatkan uang. Dengan kata lain, bagi gembala buruk umat adalah ATM dan jabatan adalah mesin uang.

Renungan Hari Selasa Pekan Suci, Thn B

Renungan Hari Selasa sesudah Minggu Palma, Thn B/I
Bac I    Yes 49: 1 – 6; Injil                 Yoh 13: 21 – 33, 36 – 38;

Hari ini bacaan pertama masih diambil dari Kitab Nabi Yesaya. Sama seperti kemarin, di mana Nabi Yesaya menyampaikan nubuat Allah tentang seorang hamba Allah, hari ini juga Nabi Yesaya mewartakan nubuat tentang hamba Allah. Hamba Allah ini dipanggil untuk “menjadi terang bagi bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (ay. 6).  Kemuliaan hamba Allah ini menjadi juga kemuliaan Allah (ay. 5). Di sini hendak dikatakan bahwa melalui Hamba Allah ini, bangsa manusia menikmati terang kemuliaan Allah sehingga mereka dapat memperoleh keselamatan.

Injil hari ini menampilkan Tuhan Yesus yang tak lama lagi akan masuk ke dalam kisah sengsara dan kematian. Kematian Tuhan Yesus bukanlah merupakan sebuah aib, melainkan peristiwa pemuliaan-Nya, yang berarti juga pemuliaan Allah. Hal ini seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia.” (ay. 31). Ini sejalan dengan nubuat Nabi Yesaya di atas (ay. 5). Ada dua peristiwa utama mengiringi kisah sengsara Tuhan Yesus, seperti yang dikisahkan dalam Injil hari ini, yaitu pengkhianatan dan penyangkalan. Keduanya dilakukan oleh murid Yesus sendiri.

Hari ini sabda Tuhan bukan saja mau menyatakan bahwa Tuhan Yesus merupakan pemenuhan nubuat Perjanjian Lama dalam Kitab Nabi Yesaya. Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa kesengsaraan Tuhan Yesus diperparah dengan pengkhianatan dan penyangkalan yang dibuat oleh murid-Nya sendiri. Hal ini seakan menyadarkan kita bahwa hingga saat ini Tuhan Yesus masih mengalami kesengsaraan, di mana masih ada banyak murid-Nya yang mengkhianati Dia atau menyangkal Dia. Lewat sabda-Nya, Tuhan menghendaki supaya kita tetap setia dan mencintai Tuhan Yesus. Hendaklah kita jangan menambah lagi kesengsaraan Tuhan Yesus dengan mengkhianati dan menyangkal Dia.

by: adrian