Kamis, 26 November 2020

IRI HATI DAN KEBENCIAN ADALAH SIA-SIA


Dua pria yang sedang sakit serius menempati satu ruangan di rumah sakit yang sama. Salah satu pria diperbolehkan untuk duduk di tempat tidurnya selama satu jam dalam sehari untuk mengeluarkan cairan di paru-parunya. Kasurnya berada di sebelah jendela satu-satunya di ruangan itu. Pria yang satu lagi menghabiskan waktunya hanya telentang di kasur.

Mereka saling bercerita setiap saat. Mereka berbicara tentang istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka dalam militer, ke mana mereka berlibur. Dan setiap siang ketika pria yang berada di dekat jendela dapat duduk, dia akan menceritakan segala yang ia lihat di luar jendela kepada temannya. 

Pria yang berada di kasur satunya akan merasa bahwa dunianya diperluas dan dimeriahkan oleh segala aktivitas dan warna dunia luar. Dari jendela terlihat sebuah taman dengan danau yang cantik, kata pria yang berada di dekat jendela. Bebek dan angsa bermain di air sementara anak-anak bermain dengan kapal mainan. Para pecinta bergandengan tangan di tengah warna-warni bunga. Pohon tua besar menghiasi pemandangan, dari jauh terlihat pemandangan kota yang menarik. Saat pria yang berada di dekat jendela menggambarkan semua itu dengan detil, pria yang berada di sisi yang lain akan menutup mata dan membayangkan suasana itu.

Di suatu siang... 

Pria yang berada di dekat jendela menggambarkan sebuah parade yang sedang lewat. Meskipun tidak bisa mendengar apapun, ia dapat melihat lewat mata pikirannya saat pria yang berada di dekat jendela melukiskan dengan detil lewat kata-katanya. Tiba-tiba, sebuah pikiran memasuki kepalanya: Mengapa harus ia yang selalu mendapatkan kesenangan melihat segalanya di saat diriku tidak pernah melihat apapun? Itu tidak adil.

Awalnya ia merasa malu punya pikiran seperti itu. Namun saat hari terus berlalu dan semakin banyak pemandangan yang terlewatkan, rasa iri hati itu mulai berubah menjadi kebencian. Ia mulai merenung dan sulit untuk tidur. Ia seharusnya yang berada di dekat jendela - dan pikiran itu sekarang mengendalikan hidupnya.

Di suatu malam yang larut... 

TINGGALKANLAH BEBAN MASA LALUMU


Setiap orang pastilah pernah mengalami pengalaman terluka dalam hidup. Tak jarang pula pengalaman pahit itu diikuti dengan rasa trauma. Jika mengalami trauma yang sangat besar pada masa lalu ia akan meninggalkan bekas. Dan sering kali terjadi bahwa trauma ini lantas digunakan sebagai 'kambing hitam' atas keterpurukan saat ini. Kita terus terikat dengannya, meski itu menyakitkan.

Bila kita tak bisa lepas dari trauma, maka cobalah tanyakan hal ini pada diri sendiri, "Berapa banyak luka lagi yang akan saya biarkan diderita oleh diri saya sendiri? Apakah trauma ini pantas menghancurkan seluruh sisa hidup saya? Siapa yang berkuasa di sini, diri saya--ataukah trauma?"

Mari kita belajar dari alam. Perhatikanlah daun-daun yang mati dan berguguran dari pohon, ia sebenarnya memberikan hidup baru pada pohon. Bahkan sel-sel dalam tubuh kita pun selalu memperbaharui diri. Segala sesuatu di alam ini memberikan jalan kepada kehidupan yang baru dan membuang yang lama. Satu-satunya yang menghalangi kita untuk melangkah dari masa lalu adalah pikiran kita sendiri.

Sering kali terjadi bahwa beban berat masa lalu, dibawa dari hari ke hari. Beban itu berubah menjadi ketakutan dan kecemasan, yang kemudian pada akhirnya akan menghancurkan hidup kita sendiri. Ingatlah, hanya seorang pemenanglah yang bisa melihat potensi, sementara seorang pecundang sibuk mengingat masa lalu.

Bila kita sibuk menghabiskan waktu dan energi kita memikirkan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan, maka kita tidak memiliki hari ini untuk disyukuri.

Saat kita merasa sedih dan putus asa atau bahkan menderita, coba renungkan keadaan di sekitar kita. Barangkali masih banyak yang lebih parah dibandingkan kita? Tetaplah tegar dan percaya diri, berpikir positif dan optimis, berjuang terus, dan pantang mundur.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu