Rabu, 24 September 2014

Bahaya Psikologis pada Masa Kanak-kanak

BAHAYA PSIKOLOGIS PADA AKHIR MASA KANAK-KANAK
Bahaya dalam Berbicara
Ada empat bahaya berbicata yang umum terdapat pada akhir masa kanak-kanak: (1) kosa kata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas di sekolah dan menghambat komunikasi dengan orang-orang lain. (2) Kesalahan dalam berbicara, seperti salah ucap dan kesalahan tata bahasa, cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi sangat sadar diri sehingga anak hanya berbicara bilamana perlu. (3) Anak yang mempunyai kesulitan berbicara dalam bahasa yang digunakan di lingkungan sekolah akan terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia “berbeda”. (4) Pembicaraan yang bersifat egosentris, yang mengkritik dan merendahkan orang lain, dan yang bersifat membual akan ditentang oleh teman-teman

Orang Kudus 24 September: St. Vinsensius M Strambi

SANTO VINSENSIUS MARIA STRAMBI, USKUP
Vinsensius lahir di kota Civitavecchia, Italia, pada tanggal 1 Januari 1745. Ayahnya, seorang apoteker terkenal di Italia, saleh dan taat agama. Corak hidup ayahnya sangat besar pengaruhnya pada kepribadian dan kehidupannya. Semenjak kecil Vinsensius tampak gembira dan lincah karena perhatian dan kasih sayang orang tuanya yang sungguh besar. Ia baru dibaptis ketika berusia 18 tahun. Dan semenjak itu ia mulai tertarik pada cara hidup sebagai imam. Maka orang tuanya menyekolahkan dia di Seminari keuskupan setempat. Di sana ia belajar Filsafat dan Teologi di bawah bimbingan imam-imam Fransiskan dan Dominikan. Sebelum menerima tahbisan imamatnya, ia mengikuti retret di sebuah rumah biara Passionis di bawah bimbingan Santo Paulus dari Salib, pendiri Ordo Passionis. Terpengaruh oleh kesalehan Paulus dari Salib, Vinsensius segera memutuskan untuk menjadi anggota dari tarekat yang baru itu.

Meskipun keluarganya sangat menentang, Vinsensius tidak goyah. Ia berdoa agar Tuhan dapat melembutkan hati ayahnya agar mau mengizinkan dia menjalani hidup imamatnya dalam Ordo Passionis. Kesabaran, ketulusan dan ketekunan doanya tidak sia-sia. Tuhan mengabulkan doanya dengan cara memanggil ayahnya menghadap takhta Allah. Ayahnya meninggal dunia dalam damai, dan dengan itu Vinsensius dapat dengan leluasa mengikuti panggilan luhur Allah. Pada bulan September 1768, dan setahun kemudian ia mengucapkan kaulnya yang pertama dalam Ordo Passionis.

Ternyata sebagai seorang imam, Vinsensius mempunyai bakat istimewa. Dengan mudah ia dapat bergaul dengan umatnya terutama kaum muda. Sifatnya sabar, lemah-lembut lagi simpatik. Di dalam ordonya, ia diserahi beberapa tugas penting, antara lain menulis riwayat hidup Santo Paulus dari Salib, pendiri Ordo Passionis. Kotbah-kotbah dan tulisan-tulisan rohaninya bergema hingga ke Roma. Dalam sidang para Kardinal pada tahun 1800, pencalonannya sebagai Uskup disetujui. Oleh karena itu Paus Pius VII (1800-1823) mengangkat dia menjadi Uskup Tolentino dan Macerata. Sebagai Uskup ia dengan giat membereskan administrasi dan organisasi keuskupan sambil menggalakkan pembinaan rohani umatnya. Tetapi kesetiaannya pada Paus menimbulkan pertentangan dengan Kaisar Napoleon I, yang menguasai sebagian besar Italia pada awal abad 19. Oleh karena itu, Vinsensius dikucilkan dari keuskupannya pada tahun 1808. Tahun 1814 ia diizinkan kembali ke takhtanya untuk melanjutkan karyanya.

Sembilan tahun berikutnya, Paus Leo XII (1823-1829) mengizinkan Vinsensius untuk meletakkan jabatannya sebagai Uskup dan mengundang dia untuk tinggal bersamanya di istana kepausan sebagai penasehat Paus. Vinsensius melayani Paus dalam kedudukan sebagai penasehat sampai hari kematiannya tepat pada ulang tahunnya 1 Januari 1824. Paus Pius XI menggelari dia sebagai 'beato' pada tahun 1925 dan sebagai 'santo' pada tahun 1950.

Baca juga riwayat orang kudus 24 September: 
St. Gerardus dari Hungaria

Renungan Hari Rabu Biasa XXV - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa XXV, Thn A/II
Bac I    Ams 30: 5 – 9; Injil               Luk 9: 1 – 6;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Amsal. Di dalam kitabnya, penulis memberikan nasehat-nasehat bagi para pembaca, bagaimana mereka menyikapi hidup. Penulis mengajak para pembacanya untuk senantiasa menumbuhkan sikap rasa syukur atas apa yang terjadi dalam hidup. Hal ini terlihat dalam pernyataan, “Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku.” (ay. 8). Dengan sikap bersyukur ini, bagi penulis, orang tidak akan jatuh ke dalam kecurangan atau kebodohan, tidak merasa miskin dan juga tak merasa kaya. Dengan rasa syukur, orang akan dapat menikmati hidupnya apa adanya.

Sikap rasa syukur ini juga yang diharapkan Tuhan Yesus pada para murid-Nya. Dalam Injil dikisahkan bahwa Tuhan Yesus mengutus para murid-Nya untuk memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang. Sebelumnya Yesus sudah membekali mereka dengan tenaga dan kuasa. Dalam menjalankan misi itulah, Tuhan Yesus mengharapkan supaya mereka senantiasa bersyukur. Sikap bersyukur menunjukkan sikap berserah diri kepada penyelenggaraan ilahi. Dengan sikap bersyukur ini para murid tidak menggantungkan dirinya kepada apapun dan dapat menyesuaikan diri dengan situasi tempat dimana mereka berada.

Zaman sekarang dikenal dengan zaman teknologi. Hidup manusia tak bisa dilepas-pisahkan dari berang-barang teknologi. Hidup seakan sudah tergantung padanya. Selalu saja ada keinginan untuk memiliki teknologi yang terbaru. Ketergantungan ini membuat manusia tidak mampu lagi bersyukur atas apa yang dimilikinya. Manusia selalu berjuang untuk memenuhi hasratnya akan teknologi, sekalipun itu ditempuh dengan kecurangan dan tindakan bodoh lainnya. Melalui sabda-Nya ini, Tuhan mengajak kita untuk melihat kembali jati diri kita yang sebenarnya. Kita adalah tuan atas ciptaan. Manusia bukannya budak dari ciptaan, termasuk teknologi. Ketiadaan rasa syukur membuat manusia menjadi budak. Karena itu, Tuhan menghendaki supaya kita menumbuhkan rasa syukur dalam kehidupan kita.

by: adrian