Minggu, 13 April 2014
Orang Kudus 13 April: St. Martinus I
SANTO MARTINUS I, PAUS & MARTIR
Martinus
terpilih menjadi Paus pada tahun 649. Ia memimpin Gereja selama 7 tahun. Pada
awal pontifikatnya, situasi Gereja umumnya aman. Perhatiannya pada kepentingan
Gereja dan umat sangat besar. Ia berusaha memimpin Gereja dengan sikap seorang
gembala. Tiga pokok perhatiannya yang utama ialah doa, membantu para miskin dan
mengajar. Perhatiannya terhadap nasib kaum miskin sangat besar sehingga ia
sendiri pun hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Keamanan
Gereja terganggu dengan naiknya Konstantin II ke atas tahkta sekaligus
menyatakan diri sebagai kepala Gereja Kristus. Selain itu ia pun menyebarkan
ajaran palsu monotelitisme, bahwa Kristus hanya mempunyai satu kehendak. Hal
ini menimbulkan pertentangan antara Martinus dan Konstantin II, karena Martinus
dengan tegas menolak ajaran itu. Penolakan Martinus itu menimbulkan amarah
besar di pihak kaisar, bahkan melahirkan rencana pembunuhan atas dirinya. Para
serdadu berusaha membunuh Martinus, tetapi gagal.
Sebagai
gantinya, Martinus yang sudah tua dan sakit-sakitan itu ditangkap dan diusung
ke sebuah kapal yang hendak berangkat ke Konstantinopel. Setelah sebulan
berlayar, sampailah kapal itu di pulau Naksos. Di pulau itu, Martinus ditawan
selama lebih dari satu tahun dengan penderitaan yang mengerikan. Setelah itu ia
dibawa menghadap kaisar. Ia dihadapkan kepada senat kekaisaran dan dihukum mati
dengan berbagai tuduhan palsu. Pakaian pontifikatnya ditanggalkan dan ia
dihantar mengelilingi kota seperti para penjahat. Hukuman mati ditangguhkan dan
diganti dengan pembuangan ke sebuah tempat sunyi hingga kematiannya pada tahun
655 sesudah sempat menderita sakit dan kelaparan.
Renungan Hari Minggu Palma - Thn A
Renungan
Hari Minggu Palma, Thn A/I
Bac
I : Yes 50: 4 – 7; Bac II : Flp 2: 6– 11;
Injil
: Mat 26: 14 – 27: 66
Hari ini umat katolik memasuki Pekan Suci, dan diawali dengan
perayaan Minggu Palma. Perayaan ini mengingat kembali peristiwa Yesus memasuki
kota Yerusalem diiringi dengan sorak dan lambaian daun palma. Dalam bahasa
Kitab Suci, masuk Yerusalem, bagi Yesus merupakan masuk dalam sengsara. Di sini
terlihat bahwa Yesus memasuki kesengsaraan-Nya diawali dengan sukacita, karena
kelak juga perjalanan kesengsaraan itu berakhir dengan sukacita juga.
Injil mengisahkan kisah sengsara itu. Diawali dengan perjamuan
malam terakhir dan berakhir dengan kuburan. Dalam kisah-kisah sengsara itu kita
dapat melihat kesetiaan Yesus menghadapi semuanya. Yesus tidak lari, meski Ia
mampu untuk itu. Hal ini demi ketaatan-Nya kepada kehendak Allah. Salah satu penderitaan
yang dialami Yesus, seperti yang dinubuatkan Nabi Yesaya dalam bacaan pertama. “Aku
memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada
orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku
dinodai dan diludahi.” (ay. 6).
Dalam bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat
di Filipi, Paulus merefleksikan semua pengalaman tersebut. Paulus melihat
betapa Yesus sungguh luar biasa. Keluarbiasaan Yesus dilihat Paulus dalam dua
hal, pertama, Yesus yang adalah Allah
namun “mengosongkan Diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama seperti manusia.” (ay. 7). Ini terlihat dari peristiwa Yesus
memasuki Yerusalem dan juga kematiannya. Sama seperti manusia, Yesus merasakan
juga alam kubur. Kedua, ketaatan-Nya
pada kehendak Allah. Sekalipun sebenarnya Yesus dapat menghindari penderitaan,
namun Yesus menerimanya tanpa perlawanan (ay. 8). Hal inilah yang sulit
diterima oleh kebanyakan orang. Kenapa Yesus, yang katanya Tuhan, mati di kayu
salib. Karena tidak bisa masuk akal manusiawi, maka kebanyakan orang mulai
mereka-reka peristiwa agar masuk akalnya.
Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan kepada kita bahwa sengsara dan
penderitaan yang dialami Yesus merupakan wujud ketaatan dan sikap berserah-Nya
kepada kehendak Allah. Yesus tidak mau menunjukkan keinginan pribadi-Nya, sekalipun
ia mampu. Bagi Yesus, kehendak Allah-lah yang utama. Di sini Yesus mau memberi
kita dua pelajaran. Pertama, jangan
melarikan diri dari masalah. Menyelesaikan masalah, entah itu ringan atau berat,
adalah dengan cara menghadapinya, bukan lari dari padanya. Kita sendirilah yang
menghadapinya. Jangan biarkan waktu yang menyelesaikannya, sementara kita duduk
menunggu. Kedua, sikap berserah
kepada kehendak Allah. Dalam menghadapi masalah, hendaklah kita mengutamakan
kehendak Allah.
by: adrian
Langganan:
Postingan (Atom)