Selasa, 13 November 2012

(Pencerahan) Kebenaran

Kios kebenaran
Ketika aku melihat papan nama pada kios itu, 
hampir-hampir aku tidak percaya
pada apa yang kubaca: KIOS KEBENARAN. 

Mereka menjual kebenaran di sana!

Gadis penjaga kios bertanya dengan amat sopan: 
kebenaran macam apa yang ingin kubeli, 
sebagian kebenaran atau seluruh kebenaran! 

Aku tidak perlu menipu diri,
mengadakan pembelaan diri atau rasionalisasi lagi.
Aku menginginkan kebenaranku:
terang, terbuka, penuh dan utuh. 

Ia memberi isyarat 
agar aku menuju bagian lain dalam kios itu, 
yang menjual kebenaran yang utuh.

Pemuda penjaga kios yang ada di sana
memandangku dengan rasa kasihan
dan menunjuk kepada daftar harga. 

“Harganya amat tinggi, tuan,” katanya.

“Berapa?” Tanyaku mantap,
karena ingin mendapatkan seluruh kebenaran,
berapapun harganya.

“Kalau tuan membelinya,” katanya,
“Tuan akan membayarnya dengan kehilangan
semua ketenangan dalam seluruh sisa hidup tuan.”

Aku keluar dari kios itu dengan rasa sedih. 
Aku mengira bahwa aku dapat memperoleh
seluruh kebenaran dengan harga murah. 
Aku masih belum siap menerima kebenaran. 
Kadang-kadang aku mendambakan damai dan ketenangan. 

Aku masih perlu sedikit menipu diri
dengan membela dan membenarkan diri.
Aku masih ingin berlindung
di balik kepercayaan-kepercayaanku
yang tidak boleh dipertanyakan.

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Renungan Hari Selasa Biasa XXXII - Thn II

Selasa Pekan Biasa XXXII B/II
Bac I  Tit 2: 1 – 8, 11 – 14; Injil        Luk 17: 7 – 10

Adalah kecenderungan orang untuk membanggakan diri atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Seolah-olah tanpa dirinya pekerjaan itu tidak akan ada atau tidak selesai. Karena itu, sudah sepantasnya dan selayaknya orang memuji dirinya dan mengucapkan banyak terima kasih padanya.

Dalam Injil hari ini Yesus mengajak para murid-Nya, termasuk kita untuk meninggalkan kecenderungan itu. Bersikaplah biasa-biasa saja. Jangan membanggakan diri atas pekerjaan yang sudah dikerjakan; dan jangan mengharapkan pujian atau ucapan terima kasih. Apa yang dikerjakan adalah suatu keharusan yang memang harus dikerjakan. Tidak ada yang luar biasa. Biarkan orang lain yang menilai. "kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (ay. 10).

Secara tidak langsung Yesus menghendaki agar kita membangun sikap rendah hati. Melakukan kebaikan dalam hidup itu memang sudah seharusnya. Kita tak perlu membanggakan atas kebaikan yang kita buat dan tak perlu juga mengharapkan pujian serta ucapan terima kasih.

by: adrian

Orang Kudus 13 November: St. Stanislaus Kostka

Santo Stanislaus Kostka, Pengaku Iman
Stanislaus Kostka berasal dari Polandia. Bersama kakaknya Paul, ia dikirim belajar oleh orang tuanya di sebuah kolese Yesuit di Wina, Austria. Pada waktu itu umurnya baru 14 tahun. Stanislaus, seorang pemuda yang periang, polos dan peramah. Wataknya ini berbeda jauh dengan kakaknya. Bagi Paul, Stanislaus adalah seorang penganggu, bagai duri di dalam matanya, sehingga ia sering memperlakukan Stanislaus secara kasar dan kejam. Stanislaus menerima semua perlakuan kakaknya itu dengan sabar. Namun akibatnya pada suatu hari ia jatuh sakit dan sangat kritis.

Dengan perlakukannya itu, Paul melalaikan kewajibannya sebagai seorang kakak yang seharusnya melindungi adiknya. Di Wina mereka tinggal (indekos) di rumah seorang protestan. Maka sewaktu Stanislaus jatuh sakit sangatlah mustahil untuk mendatangkan seorang imam. Ia minta pelayan memanggil seorang imam, namun tuan rumah tidak mengizinkan seorang imam masuk ke dalam rumahnya. Untunglah bahwa ia ingat akan perlindungan Santa Barbara, yang menurut riwayat orang-orang kudus – tidak pernah membiarkan orang yang minta bantuan perantaraannya meninggal dunia tanpa dibekali sakramen-sakramen terakhir. Maka Stanislaus pun berdoa kepada Tuhan dengan perantaraan Santa Barbara; tiba-tiba Santa barbara menampakkan diri kepadanya didampingi dua malaikat Tuhan dan menerimakan komuni kudus kepadanya. Beberapa hari kemudian Santa Maria, sambil menggendong Puteranya, memasuki kamarnya dan menyembuhkannya.

Sebagai ucapan syukur kepada kerahiman Tuhan padanya, Stanislaus bertekad masuk Serikat Yesus. Dalam mewujudkan tekadnya itu dan agar tekadnya itu tidak dihalang-halangi oleh ayahnya, ia melarikan diri ke Roma dengan berjalan kaki. Di sana ia diterima oleh Santo Petrus Kanisius dalam novisiat Yesuit setelah membuktikan kesungguhan hatinya dengan menyelesaikan semua tugas yang diberikan kepadanya. Stanislaus bersungguh-sungguh di dalam menghayati panggilannya itu. Sepuluh bulan lamanya ia menjalani masa novisiatnya dengan sangat setia. Ia sangat saleh meskipun umurnya masih sangat muda.

Ia kemudian jatuh sakit dan meninggal pada 15 Agustus 1868 bertepatan dengan hari Raya Maria Diangkat Ke Surga. Stanislaus meninggal dunia sebagai novis Yesuit dalam usia 17 tahun. Segera setelah wafatnya, banyak orang cacat sembuh karena pengantaraannya. Mujizatnya yang terbesar ialah bahwa kakaknya, Paul, yang jahat dan kasar itu, mengubah cara hidupnya ketika ia mencari Stanislaus di Roma. Paul pun kelak menjadi orang kudus.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun