Kamis, 17 April 2014

Pernikahan Dini Berdampak Banyak Hal Negatif

PERNIKAHAN DINI BERDAMPAK BANYAK HAL NEGATIF
Menikah di usia muda atau pernikahan dini menyebabkan banyak hal negatif, di antaranya rentan terhadap perceraian karena tanggung jawab yang kurang dan bagi perempuan beresiko tinggi terhadap kematian saat melahirkan.

“Perempuan usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan ketimbang yang berusia 20-25 tahun, sedangkan usia di bawah 15 tahun kemungkinan meninggal bisa lima kali,” ujar Plh Kepala BKKBN Kaltim, Yenrizal Makmur, di Samarinda, Sabtu, seperti dilansir antaranews.com.

Perempuan muda yang sedang hamil, berdasarkan penelitian akan mengalami beberapa hal, seperti akan mengalami pendarahan, keguguran, dan persalinan yang lama atau sulit. Kondisi inilah yang menyebabkan ibu yang akan melahirkan bisa meninggal.

Sedangkan dampak bagi bayi, kemungkinannya adalah akan lahir prematur, berat badan kurang dari 2.500 gram, dan kemungkinan cacat bawaan akibat asupan gizi yang kurang karena ibu muda belum mengetahui kecukupan gizi bagi janin, di samping ibu muda juga cenderung stres.

Selain itu, dampak psikologis mereka yang menikah pada usia muda atau di bawah 20 tahun, secara mental belum siap menghadapi perubahan pada saat kehamilan.

Terutama adanya perubahan peran, yakni belum siap menjalankan peran sebagai ibu dan menghadapi masalah rumah tangga yang seringkali melanda kalangan keluarga yang baru menikah.

Pernikahan dini juga berdampak buruk ditinjau dari sisi sosial, yaitu mengurangi harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian.

Hal ini disebabkan emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pola pikir yang belum matang. Di samping ego yang tinggi dan kurangnya tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga sebagai suami-istri.

Dia juga mengatakan bahwa pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif terhadap alat reproduksi, mental, dan perubahan fisik.

Di sisi kesehatan, pernikahan dini akan merugikan alat reproduksi perempuan karena makin muda menikah, semakin panjang rentang waktu bereproduksi.

Sementara itu, berdasarkan survei riset kesehatan dasar yang dilakukan pada 2013, permasalahan kesehatan reproduksi dimulai dengan adanya perkawinan dini.

Survei dilakukan pada perempuan usia 10-54 tahun. Hasilnya adalah sebanyak 2,6 persen menikah pertama pada usia kurang dari 15 tahun, kemudian 23,9 persen menikah pada umur 15-19 tahun.

Sedangkan provinsi dengan usia perkawinan kurang dari 15 tahun tertinggi berada di Kalimantan Selatan yang mencapai 9 persen, Jawa Barat 7,5 persen, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen, dan Banten 6,5 persen.

Sedangkan untuk usia 15-19 tahun, Kalimantan Tengah memiliki angka 52,1 persen, Jawa Barat 50,2 persen, Kalimantan Selatan 48,4 persen, Bangka Belitung 47,9 persen, dan Sulawesi Tengah 46,3 persen.

--------------------#*#---------------------
Terkait hal ini baca juga:
            1.      Tiga Dampak Buruk Pernikahan Dini
            2.      Pernikahan Dini Picu Kematian Ibu
            3.      Pernikahan Dini Memicu KDRT
            4.      Dampak Buruk Pernikahan Dini
            5.      Facebook dan Nikah Dini

Orang Kudus 17 April: St. Anisetus

SANTO ANISETUS, PAUS & MARTIR
Anisetus lahir di Syria, Asia Kecil. Ia terdaftar sebagai Paus kesepuluh pengganti rasul Petrus dan memimpin Gereja pada tahun 155 sampai 166 pada akhir masa pemerintahan Kaisar Antonius Pius. Sangat sedikit berita yang diketahui perihal kepemimpinannya sebagai Paus.

Ketika ia memimpin Gereja, ia pernah menerima Polykarpus, Uskup Smyrna yang datang ke Roma untuk membicarakan tanggal hari raya Paskah, yang tidak sama di seluruh gereja. Sikapnya yang arif terhadap perselisihan antar Gereja di Asia Kecil dengan Gereja lainnya tentang tanggal perayaan Paskah membuat namanya dikenal luas di seluruh Gereja. Di negeri asalnya, hari Paskah dirayakan tepat pada tanggal 14 bulan Nisan sesuai kalender hari rayanya orang Yahudi. Kebiasaan yang diwariskan oleh Santo Yohanes rasul dan Santo Philipus rasul ini menyebabkan hari raya paskah jatuh pada hari yang tidak menentu. Pada masa itu, kematian Yesus lebih ditekankan daripada kebangkitan Yesus. Sebaliknya, di Gereja-gereja lain, hari Paskah dirayakan pada hari Minggu sesudah tanggal 14 Nisan, karena pada hari inilah Yesus bangkit dari kubur-Nya. Kecuali itu, perayaan Paskah bertujuan pula untuk memperbaharui penghayatan iman dan kehidupan rohani umat beriman.

Masing-masing gereja memegang kebiasaan dan pendiriannya, bahkan dengan tegas membela tradisinya. Paus Anisetus menyerahkan perselisihan ini kepada Penyelenggara Ilahi. Keputusannya untuk mengunggulkan salah satu kebiasaan di tunda hingga perselisihan itu mereda. Atas doa dan imannya yang teguh maka perselisihan dalam tubuh Gereja dapat diselesaikan dengan damai. Lalu perayaan Paskah pada hari Minggu lama kelamaan diterima oleh Gereja Asia Kecil.

Banyak kesulitan yang dialaminya selama masa kepemimpinannya, menyebabkan ia mengalami bermacam-macam penyakit. Meskipun ia tidak mati karena dibunuh, namun karena penderitaannya yang sedemikian banyak demi kesatuan Gereja dan tegaknya ajaran iman yang benar, ia digelari martir oleh gereja. Ia meninggal dunia pada tahun 586.

Renungan Hari Kamis Putih, Thn A

Renungan Hari Kamis Putih, Thn A/II
Bac I   : Kel 12: 1 – 8, 11 – 14; Bac II    : 1Kor 11: 23 – 26;
Injil     : Yoh 13: 1 – 15;

Hari ini kita memasuki tri hari suci, yang diawali dengan Kamis Putih. Perayaan Kamis Putih mengingatkan kita akan peristiwa perjamuan malam terakhir antara Yesus dan para murid-Nya. Bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus, menyentil sedikit peristiwa malam perjamuan itu. Dalam suratnya, Paulus mengatakan bahwa Yesus mengambil roti dan berkata inilah Tubuh-Ku; kemudian Dia mengambil piala yang adalah darah-Nya. Yesus menghendaki agar para murid-Nya senantiasa mengingatkan Dia lewat peristiwa tersebut. Itulah ekaristi.

Perjamuan malam terakhir yang dilakukan Yesus bersama para murid-Nya merupakan perjamuan paskah dalam tradisi Yahudi. Bacaan pertama mengisahkan tentang makan paskah. Dalam perjamuan itu, anak domba dikorbankan demi keselamatan orang Israel. Darah anak domba itu menyelamatkan orang Israel, karena pada malam itu Allah akan menurunkan tulah di Mesir (ay. 13). Hal ini mengingatkan kita akan Yesus, di mana darah-Nya menyelamatkan kita dari dosa.

Injil hari ini mengungkapkan cerita lain dari perjamuan malam itu. Dalam perjamuan itu Yesus tampil sebagai pelayan. Ia, yang adalah Tuhan dan Guru, merendahkan diri dan melayani para murid-Nya dengan cara membasuh kaki mereka. Upacara pembasuhan kaki bukan hanya menunjukkan sisi pelayanan Yesus, melainkan juga upaya Yesus membersihkan murid-murid dari dosa. Ini merujuk pada peristiwa salib, di mana Yesus sendiri memanggul salib-Nya dan disalibkan. Di sini menunjukkan dua sisi tadi, yaitu pelayanan dan penebusan.

Sabda Tuhan hari ini mau mengingatkan kita bahwa dalam peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus menyelenggarakan ekaristi dan meminta kita selalu mengingat-Nya dalam ekaristi. Sabda Tuhan juga mau mengingatkan bahwa dalam ekaristi itu Yesus melayani kita dan menebus dosa kita. Karena itu, Tuhan menghendaki agar kita juga menunjukkan semangat Yesus itu dalam kehidupan kita.

by: adrian