Senin, 14 Oktober 2019

DILEMA MASALAH DE-RADIKALISASI


SEJAK peristiwa penangkapan seorang dosen IPB dan kasus penyerangan terhadap Bapak Wiranto oleh seorang muslim yang tergabung dalam jaringan teroris JAD, kata “radikalisme” menjadi topik hangat dibicarakan di media. Konsep radikalisme ini biasa dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme. Jadi, ada keterkaitan erat antara radikalisme dan terorisme. Sekedar diketahui bahwa radikalisme itu menyasar pada kelompok islam. Atau dapat dikatakan bahwa paham radikalisme, yang menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, adalah paham yang berakar pada ajaran agama islam. Karena itu, pelaku-pelaku terror ini umumnya beragama islam.
Seperti yang telah dikatakan bahwa paham radikalisme ini berakar pada ajaran islam. Salah satu sumber ajaran islam adalah Al-Qur’an. Bagi umat islam Al-Qur’an itu berasal langsung dari Allah (QS as-Sajdah: 2, dan QS Sad: 1 – 2, 41), sehingga umat islam harus mengikuti apa yang tertulis dalam Al-Qur’an (QS al-Qiyamah: 18). Dalam Kitab suci umat islam ini terdapat ajaran untuk melaksanakan jihad, kata lain dari terror dan perang. Berikut ini beberapa surah jihad atau dikenal juga sebagai ayat-ayat pedang, yang selalu dijadikan dasar aksi terorisme.
QS al-Baqarah: 191:
Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka.... Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.

DARI KASUS UAS HINGGA MASALAH RADIKALISME


Beberapa bulan lalu publik Indonesia disemarakkan dengan video viral Ustadz Abdul Somad (UAS), yang menghina salah satu atribut atau simbol iman orang Kristen (katolik dan protestan). Dalam video tersebut UAS sedang memberikan ceramah keagamaan (tausiyah) di Masjid An-Nur di Pekanbaru. Ceramah itu sendiri sudah terjadi sekitar 3 tahun lalu atau di tahun 2016. Dalam ceramah, yang menjawab salah satu persoalan yang dihadapi seorang pendengar tentang salib, keluarlah pernyataan UAS yang dinilai telah menista agama Kristen. Pernyataan itu adalah: “di salib itu ada jin kafir” dan “di dalam patung itu ada jin kafir”.
Ketika muncul aksi protes dari segelintir umat Kristen, UAS memberi klarifikasi untuk membela diri. Bertempat di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, UAS menjelaskan pembelaannya. Setidaknya ada 4 poin penting dalam klarifikasi itu, yaitu:
1.    Konteks video itu adalah menjawab persoalan seorang audiens.
2.    Ceramah itu bersifat tertutup, hanya untuk peserta yang hadir di masjid itu saja; tidak bersifat terbuka seperti di lapangan terbuka atau di televisi.
3.    Apa yang disampaikan merupakan aqidah islam; adalah kewajibannya untuk menyampaikan aqidah itu.
4.    Ceramah keagamaan itu terjadi 3 tahun lalu.
Lewat klarifikasi itu, UAS menyatakan dirinya tidak bersalah. MUI pun meng-amin-i pernyataan tersebut. Maratua Simanjuntak, wakil ketua MUI SUMUT, menegaskan, “Semua ulama telah sepakat bahwa isi ceramah itu tidak bermasalah.” Dapat diartikan bahwa isi ceramah UAS benar-benar sesuai dengan ajaran (aqidah) islam, yang fondasinya ada dalam Al-Qur’an dan hadis.