Senin, 06 November 2017

PAUS FRANSISKUS: ORANG KRISTEN TIDAK BOLEH PESIMIS

Dalam audensi mingguan, pada 11 Oktober lalu, Paus Fransiskus mengatakan bahwa orang-orang Kristen tidak boleh pesimis, menyerah atau lemah, dan berpikir bahwa hidup seperti kereta yang meluncur tak terkendali dan berada di luar kontrol. Sepanjang sejarah, setiap hari dipandang sebagai hadiah dari Tuhan dan setiap pagi adalah halaman kosong dimana orang-orang kristiani mulai menulis dengan karya dan amal yang baik.
Melanjutkan rangkaian homilinya tentang harapan kristiani, Paus Fransiskus merefleksikan bacaan dari Injil Lukas, dimana para murid diminta untuk menjadi seperti pelayan setia yang berjaga-jaga, yang bersiaga untuk menanti tuan mereka kembali – pada hari Tuhan Yesus akan datang kembali. “Yesus ingin para pengikutnya berjaga-jaga dan bersiaga, siap untuk menyambut-Nya dengan rasa syukur dan takjub pada setiap hari baru yang Tuhan berikan kepada kita.”
Meskipun kita telah diselamatkan oleh penebusan Yesus Kristus, umat Allah masih menunggu kedatangan-Nya yang kedua dalam kemuliaan saat Dia akan menjadi “semua di dalam semua.” Tidak ada dalam hidup yang lebih pasti dari itu, bahwa dia akan datang lagi, ujar Paus Fransiskus.
Namun saat menunggu ini, tidak ada waktu untuk kebosanan, tetapi untuk kesabaran. Orang Kristen harus gigih dan memberikan hidup, seperti sumber air yang mengairi padang pasir. Oleh karena itu, tidak ada yang terjadi dengan sia-sia dan tidak ada situasi yang benar-benar bertentangan dengan cinta. Tidak ada malam yang begitu lama sehingga sukacita fajar dilupakan. Padahal, semakin gelap malam, semakin cepat cahaya akan datang, papar Paus Fransiskus.
Dengan tetap bersatu dengan Kristus, tidak ada yang bisa menghentikan orang beriman, bahkan “kedinginan saat-saat sulit tidak akan melumpuhkan kita.” Dan tidak peduli berapa banyak dunia yang berkhotbah melawan harapan dan mengatakan “hanya ada awan gelap,” orang-orang Kristen tahu segalanya akan diselamatkan dan “Kristus akan mengusir godaan untuk berpikir bahwa hidup ini salah.”
“Kita tidak kehilangan diri kita dalam arus kejadian yang membawa kita ke pesimisme, seolah-olah sejarah adalah kereta yang tidak terkendali. Pengunduran diri bukanlah kebajikan Kristen. Sama seperti bukan orang Kristen mengangkat bahu atau menurunkan kepada sebelum takdir yang tampaknya tak terhindarkan.”
Memiliki harapan berarti tidak pernah bersikap patuh atau pasif, tetapi menjadi pembangun harapan yang menuntut keberanian, mengambil resiko dan pengorbanan pribadi. “Orang yang patuh bukanlah pembangun perdamaian, tapi mereka malas, mereka ingin merasa nyaman,” pungkas Paus Fransiskus.

SAKSI KANONIK PERNIKAHAN KATOLIK

Selain saksi nikah, ternyata dalam urusan pernikahan di Gereja Katolik masih ada jenis saksi yang lain, yaitu saksi kanonik. Berbeda dengan saksi nikah, keberadaan saksi kanonik memang tidak diatur dengan jelas dalam Kitab Hukum Kanonik. Namun, perannya tak kalah penting dengan saksi nikah, meski keberadaannya tidak menentukan sah tidaknya sebuah pernikahan.
Saksi kanonik diperlukan untuk calon pengantin yang non Katolik. Saksi diperlukan untuk menentukan status liber seorang calon pengantin. Dia harus berani dan bersedia di bawah sumpah bersaksi bahwa seorang yang diberi kesaksian memang benar-benar belum pernah menikah atau tidak sedang dalam ikatan pernikahan dengan seseorang. Karena itu, saksi ini haruslah “orang luar”, bukan berasal dari lingkungan keluarga atau saudara dekat dari yang diberi kesaksian ataupun saudara dekat calon mempelai berdua. Hal ini dimaksudkan agar bebas dari konflik kepentingan dan kesaksiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Saksi ini pun harus sudah cukup lama mengenal calon yang diberi kesaksian. Kalau mengenalnya baru hitungan bulan atau malah minggu, tentu sulit dipertanggungjawabkan. Dia harus orang yang sudah cukup lama, bertahun-tahun sudah mengenal calon, dan menurut pengenalannya, si calon ini memang berstatus liber.
Status liber orang katolik status libernya ditentukan dari surat baptis terbaru. Karena dalam surat baptis ada kolom pencatatan penerimaan sakramen lainnya seperti komuni pertama, krisma dan juga nikah. Jadi, jika seseorang pernah menikah, setidaknya dalam Gereja Katolik, pasti dalam surat baptisnya dicatat. Karena itu, orang katolik yang mau menikah selalu dimintai surat baptis terbaru.

by: adrian