Senin, 28 Januari 2013

Tinjauan Buku Perang Suci

Tinjauan Kritis atas Buku Karen Armstrong, “PERANG SUCI: Kisah Detail Perang Salib, Akar Pemicunya dan Dampaknya terhadap Zaman Sekarang”


Fenomena kekerasan dengan mengatas-namakan agama dan Tuhan menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi Karen Armstrong. Aksi terorisme dan fundamentalisme agama menjadi biang banyak perang di belahan bumi ini, tak terkecuali Israel-Palestina. Keprihatinan Karen Armstrong atas fenomena ini dituangkan dalam buku-bukunya seperti Jerusalem: One City, Three Faiths (1996), Battle for God (2000) dan juga Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World.

Buku yang terakhir ini, yang menjadi topik pembahasan kita, pertama kali diterbitkan pada tahun 1988 di Inggris (hlm 9). Karen Armstrong mengawali ulasannya dari peristiwa Perang Salib pertama yang diserukan oleh Paus Urbanus II pada tanggal 25 November 1095 (Bab I, hlm 27 – 94). Bagi Karen Armstrong, Perang Salib ini menimbulkan luka dan kebencian yang tak terdamaikan pada tiga agama Samawi ini, yang darinya melahirkan prasangka-prasangka (hlm 12). Karen Armstrong menilai bahwa perang salib berkaitan erat dengan konflik modern dan hubungan yang tegang selama bertahun-tahun di antara agama Yahudi, Islam dan Kristen. Karena itulah, Karen Armstrong berkesimpulan bahwa “Perang Salib adalah salah satu sebab langsung dari konflik di Timur Tengah saat ini.” (hlm 18 – 19).

Tentang bukunya ini, yang edisi bahasa Indonesianya pertama kali diterbitkan tahun 2003, Karen Armstrong mengakui bahwa bukunya berbeda dengan buku-buku lain yang juga mengulas perang salib. Sekalipun mengakui dirinya bukan ahli sejarah yang profesional, namun Karen Armstrong memiliki modal dalam ilmu teologi dan sastra. Artinya, sekalipun bukunya tidak seperti buku sejarah lainnya, namun bekal teologi dan sastra membuat bukunya menjadi menarik (hlm 19 – 21). Ini terbukti dari beberapa pujian yang ada di sampul belakang buku ini.

Tak kurang tokoh Islam Indonesia, Achmad Syafii Maarif, turut memberikan komentar pujian. “Melalui karya-karyanya yang menantang selama sepuluh tahun terakhir, penulis ini tampil sebagai salah seorang pemikir tentang masalah-masalah keagamaan dan kemanusiaan yang sangat menonjol. Tidak banyak perempuan sepanjang abad ini yang dikenal melalui karya-karyanya yang mendalam, konprehensif dan menggoda untuk diikuti.” (Sampul belakang buku edisi bahasa Indonesia, 2011).

Lepas dari pujian atas karya Karen Armstrong ini, buku ini tentu tak luput juga dari kelemahan. Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan menyampaikan beberapa catatan kritis atas buku ini.

A.    Soal Referensi
Pertama sekali harus diakui bahwa referensi untuk buku ini sungguh luar biasa. Keluar-biasaan itu, seperti yang dikatakan Achmad Syafii Maarif, membuat isi buku ini mendalam dan konprehensif. Namun kami juga menyadari keterbatasan kami untuk mengecek referensi-referensi tersebut.

Akan tetapi ada beberapa uraian dalam buku itu yang seharusnya menyertakan sumber, namun tidak terdapat sumbernya. Tentulah hal ini sedikit mengurangi kualitas buku ini. Sebagai bukti kami menyebutkan tiga contoh saja, seperti:
1.     Pada halaman 211 tertulis: “Kaum Muslim yang membaca Alquran ... menyatakan bahwa kaum Yahudi adalah musuh Islam.... Ayat-ayat itu tentu saja ... berbeda dengan ayat-ayat yang ....” Kenapa tidak disebutkan referensi ayat Alqurannya? Apakah takut menulisnya karena akan digunakan orang untuk menyerang islam?
2.     Pada halaman 561 tertulis: “Alquran tidak mengizinkan perjanjian damai yang dapat merugikan Islam ...” Surat apa dan ayat berapa yang menyatakan hal itu?
3.     Pada halaman tertulis: “Urban telah mengatakan ... bahwa memerangi orang Kristen .... kriminal dan memalukan. Ini selalu menjadi ajaran Kristen sejak masa St. Agustinus.” Mana referensi untuk membenarkan pernyataan ini?

B.     Soal Informasi
Terus terang, membaca buku ini dapat membuka wawasan kita. Ada begitu banyak informasi yang disampaikan, misalnya
1.     Pada halaman 74 dipaparkan soal praktek razia pada masa awal keislaman. Dari sini kita akhirnya dapat memahami mengapa FPI atau ormas islam lainnya sering atau suka melakukan razia. Mungkin ini menjadi dasarnya.
2.     Perang suci dalam dunia kristen baru pertama kali muncul sejak Paus Urbanus menyerukan Perang Salib yang pertama pada tanggal 25 November 1095 (hlm 94).
3.     Kita juga bisa mengetahui perbedaan antara penaklukan yang dilakukan oleh kekaisaran islam dengan kekaisaran kristen (hlm 88 – 89). Perbedaan itu terletak pada moralitas pimpinannya. Kalau kekaisaran islam pemimpinnya bermoral, sedangkan yang kristen tidak.
4.     Buku ini juga menyajikan informasi keragaman Israel yang dapat mengubah pemahaman kita selama ini (hlm 135 – 200).
5.     Tentu kita akan kaget kalau dikatakan bahwa ada banyak pemimpin Arab yang menentang negara Palestina (hlm 207).
6.     Pada halaman 207 – 240 kita dapat mengetahui betapa negara Israel menjadi aib di Timur Tengah. Karena itu, ada ayat Alquran yang mengatakan bahwa orang Yahudi merupakan musuh islam, sehingga para penyair Palestina akan mengajak rakyatnya untuk berperang. Namun sayangnya penulis tidak mengungkapkan kenapa Israel adalah aib di Timur Tengah. Analisa kami, Israel dilihat sebagai aib, karena keberadaan Israel membuat ketidak-sempurnaan Timur Tengah sebagai wilayah islam. Artinya, islam sebenarnya menghendaki agar Timur Tengah seluruhnya adalah daerah islam.
7.     Dalam Bab 7 (hlm 435 – 499) kita akan mengetahui perubahan zionisme menjadi perang suci. Akan tetapi perlu juga diketahui bahwa ada begitu banyak orang Israel yang mencintai damai dan menghendaki negara Palestina (hlm 474 – 477, lihat juga 557).
8.     Ada informasi sunat pada kaum perempuan (hlm 532 – 534) dan Albigensisme yang sangat menarik (hlm 605 – 616).

C.     Pertanyaan Kritis
1.     Dari uraian pada halaman 805, kita dapat mengajukan pertanyaan: benarkah dukungan terhadap Israel sering diilhami oleh sebuah hasrat alamiah untuk memperbaiki kesalahan mereka?
2.     Kenapa Karen Armstrong tidak menjelaskan mengapa kekristenan Eropa berubah menjadi agama kasih sejak revolusi Perancis? Kenapa perubahannya begitu mudah dan permenan? Kenapa islam masih tetap dengan dunia kekerasannya? Dengan kata lain, kalau kita mengambil istilah Kitab Suci orang kristen, orang islam masih dalam dunia Perjanjian Lama, sedangkan orang katolik sudah masuk dalam dunia Perjanjian Baru.
3.     Pada halaman 820 secara implisit Karen Armstrong menilai bahwa perdamaian islam dan Yahudi tergantung pada perdamaian umat kristen. Kenapa bisa begitu?

D.    Penilaian Kritis
1.     Bagi orang kristiani, terutama katolik, membaca kisah Perang Salib dalam buku ini bisa mendapatkan masukan berharga. Kisah perang salib itu menjadi bahan refleksi sekaligus tamparan iman. Terus terang uraian tentang perang salib itu sangat memalukan, bukan karena kekalahannya melainkan karena penyimpangannya. Karena itu benar apa yang dikatakan oleh Karen Armstrong bahwa Perang Salib merupakan sebuah penyimpangan dari ajaran Yesus yang penuh cinta damai (hlm. 824).

2.     Pada bagian belakang sampul buku, The Boston Phoenix memuji objektivitas uraian buku ini. Akan tetapi kami melihat bahwa isi buku ini tak lepas dari opini subjektif penulis. Karen Armstrong tidak menampilkan sejarah apa adanya tetapi malah jatuh pada subjektivitas pribadi. Subjektivitas penulis terlihat dari prasangkanya. Pada halaman 813 Karen Armstrong mengkritik Barat (termasuk kekristenan) jatuh dalam prasangka atas saudaranya islam. Padahal Karen Armstrong sendiri sudah jatuh dalam prasangka. Ada banyak hal yang bisa membuktikan hal ini.
a)     Dalam menilai peristiwa sejarah Karen Armstrong memakai sudut pandang yang tidak proporsional. Ada ketimpangan pada Karen Armstrong dalam menilai sejarah islam dan kristen. Terhadap sejarah kristen Karen Armstrong sering memakai cara pandang sekarang, sedangkan islam dengan cara pandang lalu. Misalnya saat menilai kegagalan tentara salib dan tentara islam.

b)    Sering kita temukan bahwa Karen Armstrong selalu curiga terhadap buku-buku dari penulis kristen yang bernada negatif tentang islam, sekalipun mereka berdasarkan data dan fakta. Tudingan Karen Armstrong atas penulis-penulis, yang dinilainya dipengaruhi prasangka Abad Pertengahan, mau menunjukkan bahwa dirinyalah pemegang kebenaran tentang islam dan Muhammad. Ada kesan Karen Armstrong melihat islam itu positif dan ingin memaksakan orang lain menerima pendapatnya. 

c)     Pada halaman 637 ada perbandingan (misi Amerika Serikat dengan misi para misionaris) yang mau dipaksakan, atau perbandingan yang kurang tepat pada halaman 671 – 672 antara Raja Louis IX dengan Frederick. Hal ini mau menunjukkan subjektivitas penulis.

d)    Pada halaman 365 – 366 Karen Armstrong memuji hidup menikah daripada selibat seperti yang dilakukan para imam Katolik. 

3.     Kita bisa mengatakan bahwa penilaian positif Karen Armstrong atas islam hanya untuk mencari popularitas dan larisnya penjualan bukunya. Karena itu, buku-buku yang ditulis Karen Armstrong selalu diincar penerbit islam. Misalnya Sejarah Tuhan, Muhammad, Masa Depan Tuhan  dan Berperang Demi Tuhan yang semuanya diterbitkan oleh penerbit Mizan.

4.     Dari uraian buku ini dapat ditarik satu kesimpulan bahwa Perang Suci menjadi kebijakan islam sedunia dari dulu hingga sekarang. Seperti yang dikatakan Karen Armstrong bahwa kini para pemimpin islam berpendapat bahwa perang melawan agresi Barat merupakan kewajiban islam (hlm 314). Karena itu, jika ada serangan Barat ke Palestina atau negara islam lainnya di Timur Tengah, umat islam di belahan bumi lainnya, seperti Indonesia, akan bereaksi. Atau jika ada serangan terhadap agama islam atau Muhammad, semua umat islam di seluruh dunia akan beraksi.

Akan tetapi kekristenan sudah menghentikan seruan perang suci itu sejak terjadinya pemisahan negara dan Gereja. Perang Suci hanya menjadi kebijakan Barat, mungkin hingga kini, tapi bagi Gereja Katolik itu sudah menjadi bagian masa lalu. Kalau dulu Barat itu identik dengan kekristenan, maka sekarang harus dipisahkan. Karena itu, seruan Perang Salib Presiden Goerge W Bush, bukanlah seruan kekristenan, melainkan Barat (termasuk Amerika Serikat). 

Hal ini dapat dibuktikan. Sampai saat ini tidak ada aksi agresif dari orang kristen yang mewakili agama kristen. Tapi kita masih bisa menemukan agresifitas orang islam yang mengatas-namakan agamanya. Bahkan kecurigaan orang islam terhadap orang kristen masih dapat ditemukan. Kita ambil contoh soal izin membangun rumah ibadah. Orang kristen akan menemukan kesulitan membangun rumah ibadah di wilayah Indonesia Barat yang mayoritas penduduknya beragama islam. Akan tetapi orang islam akan mudah mendirikan rumah ibadah dan pesantren di wilayah Indonesia Timur yang mayoritas penduduknya beragama kristen, seperti Papua, NTT.

5.     Satu hal yang kurang diperhatikan orang dan luput dari pembahasan Karen Armstrong berkaitan masalah tiga agama Abraham ini adalah soal adanya spirit kristenisasi dan/atau islamisasi tapi tidak ada yahudinisasi. Hal ini sebenarnya bisa menjadi latar belakang konflik. Jika islam menguasai Palestina, maka akan ada proses islamisasi orang kristen dan/atau yahudi. Hal ini tentu tidak disukai oleh baik kristen maupun yahudi. Demikian pula jika kristen menguasai Palestina, tentulah orang islam menolaknya karena akan ada proses kristenisasi. Bagaimana jika yahudi yang berkuasa? Tak akan ada  proses yahudinisasi atas orang kristen maupun islam, karena keyahudian itu berkaitan dengan suku. Karena itu, baik orang kristen maupun islam tak perlu merasa takut dan curiga akan diyahudikan dirinya.

By: adrian

(Inspirasi Hidup) Belajar dari Kisah Sebuah Pinsil

BELAJAR DARI KISAH SEBUAH PINSIL
Pembuat pensil meletakkan sebuah pensil di sampingnya, sebelum ia meletakkannya di dalam boks.

"Ada 5 hal yang perlu kamu ketahui," ia berkata pada pensil itu, "Sebelum aku mengirimmu ke dunia. Ingatlah ini dan jangan pernah lupakan, dan kamu akan bisa menjadi pensil yang baik."

"Satu: Kamu akan bisa melakukan banyak hal, tetapi hanya apabila kamu digenggam oleh pemilikmu."

"Dua: Kamu akan mengalami peruncingan yang menyakitkan dari waktu ke waktu, tetapi kamu memerlukannya untuk menjadi pensil yang lebih baik."

"Tiga: Kamu akan dapat membetulkan setiap kesalahan yang kamu buat."

"Empat: Yg terpenting adalah kamu akan selalu menjadi apa yg ada di dalammu."

"Dan lima: Di setiap permukaan kamu digunakan, kamu harus meninggalkan tandamu. Tidak peduli kondisi permukaan itu, kamu harus terus menulis."

Pensil tersebut mengerti dan berjanji untuk mengingatnya, dan ia akhirnya diletakkan di boks dengan memiliki tujuan di hatinya
***
Sekarang gantikan pensil itu dengan dirimu. Selalu ingat ini dan jangan pernah lupakan, dan kamu akan menjadi orang yang baik.

Satu: Kamu akan bisa melakukan hal-hal besar, tetapi hanya jika kamu mengijinkan kamu digenggam oleh tangan Tuhan.

Dua: Kamu akan mengalami asahan yang menyakitkan dari waktu ke waktu, dengan melalu berbagai masalah di hidup, tetapi kamu membutuhkannya untuk menjadi orang yang lebih baik.

Tiga: Kamu akan dapat memperbaiki setiap kesalahan yang kamu buat.

Empat: Yang paling penting adalah kamu akan selalu menjadi apa yang sudah ada dalam dirimu.

Dan lima: Di setiap permukaan di mana kamu berjalan, kamu harus meninggalkan jejakmu. Tidak peduli apapun situasi yg kamu alami, kamu harus melanjutkan tugasmu.

Biarkan perumpamaan tentang pensil ini membesarkan hatimu bahwa kamu adalah orang yang spesial dan hanya kamulah yang dapat menuntaskan tujuan kamu dilahirkan ke dunia.
Jangan pernah ijinkan dirimu menjadi putus asa dan berpikir bahwa hidupmu tak berarti dan tidak dapat membuat sebuah perubahan.
Baca juga refleksi lainnya:

Orang Kudus 28 Januari: St. Thomas Aquino

Santo thomas dari aquino, 
imam & pujangga gereja
Thomas lahir di Aquino, dekat Monte Cassino, Italia,pada tahun 1225. Keluarganya adalah sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Ayahnya, Pangeran Landulph, berasal dari Aquino, sedang ibunya, Theodora, adalah putri bangsawan dari Teano.

Ketika berusia 5 tahun, Thomas dikirim belajar pada para rahib Benediktin di biara Monte Cassino. Di sana Thomas memperlihatkan suatu kepandaian yang luar biasa. Ia rajin belajar dan tekun berefleksi serta tertarik pada segala sesuatu tentang Tuhan. Ketika berusia 14 tahun, Abbas Monte Cassino, yang kagum akan kecerdasan Thomas, mengirim dia belajar di Universitas Napoli.

Di univesitas itu Thomas berkembang pesat dalam pelajaran filsafat, logika, tata bahasa, retorika, musik dan matematika. Ia bahkan jauh lebih pintar dari guru-gurunya pada masa itu. Di Napoli, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan karya-karya Aristoteles yang sangat mempengaruhi pandangan-pandangannya di kemudian hari.

Thomas yang tetap mengjauhi semangat duniawi dan korupsi yang merajalela di Napoli, segera memutuskan untuk menjalani kehidupan membiara. Ia tertarik pada corak hidup dan karya pelayanan para biarawan Ordo Dominikan yang tinggal di sebuah biara dekat kampus universitas, tempat ia belajar. VERITAS (‘kebenaran’) yang menjadi motto para biarawan Dominikan sangat menarik hati Thomas.

Keluarganya berusaha menghalang-halangi dia agar tidak menjadi seorang biarawan Dominikan. Mereka lebih suka kalau Thomas menjadi seorang biarawan Benediktin di biara Monte Cassino. Untuk itu berkat pengaruh keluarganya dia diberi kedudukan sebagai Abbas di Monte Cassino. Tetapi Thomas dengan gigih menolak hal itu. Agar bisa terhindar dari campur tangan keluarganya, ia pergi ke Paris untuk melanjutkan studi. Tetapi di tengah jalan ia ditangkap oleh kedua kakaknya dan dipenjarakan di Rocca Secca selama dua tahun. Selama berada di penjara itu, keluarganya memakai berbagai cara untuk melemahkan ketetapan hatinya. Meskipun demikian Thomas tetap teguh pada pendirian panggilannya.

Di dalam penjara itu Thomas menceritakan rahasianya kepada seorang sahabatnya bahwa ia telah mendapat rahmat istimewa. Ia telah berdoa memohon kemurnian budi dan raga pada Tuhan. Dan Tuhan mengabulkan permohonannya dengan mengutus dua orang malaikat untuk meneguhkan dia dan membantunya agar tidak mengalami cobaan-cobaan yang kotor dan berat.

Selama berada di penjara Thomas diizinkan membaca buku-buku rohani dan terus mengenakan jubah Ordo Dominikan. Ia menggunakan waktunya untuk mempelajari Kitab Suci, metafisika Aristoteles dan buku-buku dari Petrus Lombardia. Ia sendiri membimbing saudarinya dalam merenungkan Kitab Suci hingga akhirnya tertarik juga menjadi seorang biarawati. Akhirnya keluarganya menerima kenyataan bahwa Thomas tidak bisa dipengaruhi. Mereka membebaskan Thomas dan membiarkan dia meneruskan panggilannya sebagai seorang biarawan Dominikan.

Untuk sementara Thomas belajar di Paris. Ia kemudian melanjutkan studinya di Cologna, Jerman, di bawah bimbingan Santo Albertus Magnus, seorang imam Dominikan yang terkenal pada masa itu.

Di Cologna Thomas ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1250. Pada tahun 1252 ia diangkat menjadi profesor di Universitas Paris dan tinggal di biara Dominikan Santo Yakobus. Ia mengajar Kitab Suci dan lain-lainnya di bawah bimbingan seorang profesor kawakan. Tak seberapa lama Thomas terkenal sebagai seorang pujangga yang tak ada bandingannya pada masa itu. Ia jauh melebihi Albertus Magnus pembimbingnya di Cologna dalam pemikiran dan kebijaksanaan.

Tulisan-tulisannya menjadi harta Gereja yang tak ternilai hingga saat ini. taraf kemurnian hatinya tidak kalah dengan ketajaman akal budinya yang mengagumkan; kerendahan hatinya tak kalah dengan kecerdasan budi dan kebijaksanaannya. Oleh karena itu Thomas diberi gelar ‘Doctor Angelicus’, yang berarti ‘Pujangga Malaikat.’

Pada tahun 1264 ia ditugaskan oleh Paus Urbanus IV (1261 – 1264) untuk menyusun teks liturgi Misa dan Ofisi pada pesta Sakramen Mahakudus. Lagu-lagu hymne (pujian) antara lain “Sacris Solemniis” dan “Lauda Sion” menunjukkan keahliannya dalam sastra Latin dan ilmu ketuhanan.

Dalam suatu penampakan, Yesus tersalib mengatakan kepadanya, “Thomas, engkau telah menulis sangat baik tentang diri-Ku. Balasan apakah yang kauinginkan daripada-Ku?” Thomas menjawab, “Tidak lain hanyalah diri-Mu!”

Dalam perjalanannya untuk menghadiri konsili di Lyon, Perancis, Thomas meninggal dunia di Fossa Nouva pada tahun 1274.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa III-C

Renungan Hari Senin Biasa III, Thn C/I
Bac I : Ibr 9: 15, 24 – 28; Injil       : Mrk 3: 22 – 30

Dalam bacaan pertama, penulis Surat Kepada Orang Ibrani menggambarkan Yesus sebagai Pengantara manusia dan Allah. Kepengantaraan Yesus bersifat ilahi karena Ia mendapat kuasa dari Allah. Dengan kuasa itulah Yesus dapat menyelamatkan manusia dari belenggu kuasa setan atau roh jahat.

Konsep inilah yang dipakai Yesus untuk menjelaskan kepada ahli-ahli Taurat yang menuding bahwa Dia menggunakan kuasa Beelzebul untuk mengusir roha jahat atau iblis. Yesus menjelaskan bahwa tak mungkin roh jahat melawan dirinya sendiri, karena mereka sendiri yang akan mengalami kerugian. Dengan tegas Yesus mengecam keraguan mereka.

Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa kejahatan itu hanya bisa dikalahkan dengan kebaikan, bukan dengan kejahatan. Tuhan, melalui sabda-Nya ini, menghendaki agar kita senantiasa berjuang melawan kejahatan, baik dalam diri kita maupun dalam masyarakat, dengan menegakkan kebaikan.

by: adrian