Kamis, 25 Juni 2015

Dana Aspirasi untuk Siapa?

DANA ASPIRASI: DEMI RAKYAT ATAU KEKUASAAN
Setelah cukup panjang perdebatan pro dan kontra soal dana aspirasi di tengah masyarakat, rapat paripurna DPR kemarin akhirnya memutuskan dana aspirasi sebesar 20 miliyar setiap anggota dewan. Anggota dewan seakan tidak memedulikan suara-suara rakyat; dan lebih parah lagi mereka mengabaikan suara hatinya sendiri. Semuanya karena uang 20 miliyar.
Dalam rapat kemarin, memang ada partai yang dengan tegas menolak. Beberapa ketua umum partai sudah menyerukan agar anggotanya menolak jika nantinya terjadi voting. Akan tetapi, ternyata jumlah “penggila” uang jauh lebih banyak, sehingga merekalah yang memenangi pertaruhan itu.
Jadi, dengan disahkannya dana aspirasi ini, maka setiap anggota DPR akan mendapat uang 20 miliyar setiap tahun. Belum diketahui bagaimana mekanisme pembagiannya dan penggunaannya. Apakah langsung 20 miliyar diterima atau bertahap? Bagaimana penggunaan dan pertanggungjawabannya?
Banyak suara menilai bahwa dana aspirasi ini rawan bagi korupsi. Memang ada desakan kepada KPK untuk memantau “perjalanan” dana aspirasi ini. Namun, sebagaimana yang kita ketahui, sebelum KPK mau melaksanakan tugasnya, DPR sudah siap-siap memangkas kewenangannya. Karena itu, indikasi niat untuk korupsi atas dana aspirasi ini ada.
Akan tetapi, tulisan ini tidak mau mengutak-atik soal korupsi. Kami juga tidak akan mempermasalahkan lagi dana aspirasi yang sudah disahkan paripurna DPR itu. kami hanya mau mengungkapkan sedikit kebingungan kami soal dana aspirasi itu. sebenarnya dana aspirasi itu untuk siapa? Untuk rakyatkah atau untuk melanggengkan kekuasaan?
Kalau pertanyaan ini ditanyakan kepada anggota DPR, pastilah mereka akan menjawab dengan lantang bahwa ini untuk rakyat (bukan tidak mustahil akan ditambah kalimat-kalimat mulia lainnya). Tentu akan muncul pertanyaan lain, apakah untuk menampung aspirasi rakyat dibutuhkan uang sebesar 20 miliyar setiap tahun?
Karena itu, perlu ditegaskan peruntukan dana aspirasi itu kepada publik sehingga ada kejelasan. Tugas sekretaris dewan untuk menjelaskan kepada anggota dewan dan kepada masyarakat perihal dana aspirasi itu. Karena agak berlebihan jika 20 miliyar itu hanya digunakan untuk acara jumpa konstituen dan menampung aspirasi mereka.

Renungan Hari Kamis Biasa XII - Thn I

Renungan Hari Kamis Biasa XII, Thn B/I
Bac I  Kej 16: 1 – 12, 15 – 16; Injil                Mat 7: 21 – 29;

Bacaan pertama hari ini masih diambil dari Kitab Kejadian, yang menampilkan lanjutan kisah tentang Abraham. Pusat cerita ada pada dua perempuan yang hadir dalam hidup Abram, yaitu Sarah dan Hagar. Dikisahkan bahwa Sarah tidak mendapatkan anak, sementara Hagar, yang adalah budak mereka, mendapatkan anak dari Abram. Dengan memiliki anak, Hagar merasa dirinya lebih hebat daripada Sarah. Karena itu, ia menyombongkan diri di hadapan Sarah. Kesombongan itu membuat Sarah merasa terhina dan “ditindas”. Namun justru di sanalah lahir belas kasih Allah, sama juga belas kasih Allah kepada Hagar ketika ia melarikan diri dari Abram.
Injil hari ini juga mau berbicara soal kesombongan, secara khusus kesombongan rohani. Tuhan Yesus membuka mata para pendengar-Nya bahwa orang yang berkenan di hadapan Tuhan bukan orang yang rajin berdoa atau bisa mengusir setan demi nama-Nya, melainkan orang yang mendengarkan perkataan-Nya dan melakukannya. Di sini Tuhan Yesus mau mengajak para pendengar untuk tidak jatuh ke dalam kesombongan rohani. Tuhan Yesus menghendaki agar mereka tetap berlaku rendah hati.
Dewasa ini jamak kita jumpai kesombongan rohani. Orang merasa dirinya diberkati ketika ia dapat menyembuhkan orang lain lewat doanya. Atau ada orang merasa bangga karena aktif mengikuti perayaan ekaristi setiap hari. Masih ada banyak contoh lainnya. Bukan berarti apa yang mereka lakukan itu salah. Yang mereka lakukan itu baik dan patut dipuji. Namun, kesombongan diri itulah yang harus dicela. Tuhan menghendaki agar kita tetap berlaku rendah hati sekalipun kita aktif dalam kegiatan rohani. Kegiatan-kegiatan rohani yang kita lakukan bukanlah demi kebanggaan diri, melainkan karena kita mau mengikuti kehendak Tuhan.***
by: adrian