Jumat, 09 Maret 2018

MENCULIK DAN MENJADIKAN ISLAM

Indira Gandhi menikah dengan K. Pathmanathan, yang kemudian menjadi islam dengan nama Muhammad Ridhuan Abdullah. Tiga minggu setelah jadi mualaf, Abdullah secara sepihak mendapatkan hak asuh atas anak-anak mereka dengan bantuan para pejabat muslim. Pengadilan Syariah memberinya hak asuh atas ketiga anaknya.
Inilah awal perjuangan Gandhi, seorang guru Taman Kanak-kanak berusia 43 tahun. Satu-satunya penghiburan baginya adalah kedua anak tertuanya, yang masih tinggal bersamanya. Sementara si bungsu diculik ayahnya ketika masih berusia 11 bulan; dan kini keduanya menghilang. Gandhi ingin hidup bersama ketiga anaknya. Ia mau anak bungsunya kembali.
Tahun 2013 Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa konversi agama yang dilakukan secara sepihak terhadap ketiga anak Gandhi oleh mantan suaminya bertentangan dengan norma-norma internasional, dan pengadilan negeri sipil memiliki kekuatan lebih besar daripada Pengadilan Syariah. Karena itu, tahun berikutnya pengadilan mengeluarkan surat perintah kepada polisi untuk mencari anak bungsu Gandhi dan mengembalikan kepadanya. Akan tetapi, Kepala Kepolisian Nasional Khalid Abu Bakar mengatakan konflik yurisdiksi antara pengadilan sekular dan Pengadilan Syariah sulit diatasi.
Kasus ini akhirnya ditangani oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memperkuat putusan Pengadilan Tinggi. Artinya konversi agama secara sepihak tidak sah, meski Pengadilan Syariah mengakuinya (jika masuk islam; entahlah jika masuk agama lain).
Pemerintah mengumumkan bahwa Undang-undang Perwalian Anak 1961 akan diamandemen untuk membatalkan konversi agama yang dilakukan secara sepihak. Namun kemudian pemerintah mundur karena pertimbangan politik di negara mayoritas islam. Dengan kata lain, pemerintah mundur karena menghadapi tekanan dari  pihak islam.