Senin, 07 Oktober 2013

(Inspirasi Hidup) Rahasia Umur Manusia

RAHASIA UMUR MANUSIA

Di awal zaman, Tuhan menciptakan seekor sapi. Tuhan berkata kepada sang sapi, "Hari ini Kuciptakan kau sebagai sapi. Engkau harus pergi ke padang rumput. Kau harus bekerja di bawah terik matahari sepanjang hari. Kutetapkan umurmu sekitar 50 tahun.”

Sang Sapi keberatan, "Kehidupanku akan sangat berat selama 50 tahun. Kiranya 20 tahun cukuplah buatku. Kukembalikan kepadamu yang 30 tahun."

Tuhan setuju. Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet. Tuhan berkata, "Hai monyet, hiburlah manusia. Aku berikan kau umur 20 tahun!"

Monyet menjawab, "What? Menghibur mereka dan membuat mereka tertawa? 10 tahun cukuplah. Kukembalikan 10 tahun padamu"

Akhirnya Tuhan setuju. Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing. "Yang harus kau lakukan adalah menjaga pintu rumah majikanmu. Setiap orang mendekat kau harus menggongongnya. Untuk itu kuberikan hidupmu selama 20 tahun."

Sang anjing menolak, "Menjaga pintu sepanjang hari selama 20 tahun? No way! Cukuplah 10 tahun saja. Karena itu, kukembalikan 10 tahun padamu"

Tuhan pun setuju. Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia. Sabda Tuhan, "Tugasmu adalah makan, tidur, dan bersenang-senang. Inilah kehidupan. Kau akan menikmatinya. Akan kuberikan engkau umur sepanjang 25 tahun!"

Manusia keberatan, katanya "Menikmati kehidupan selama 25 tahun? Itu terlalu pendek Tuhan. Let's make a deal. Karena sapi mengembalikan 30 tahun usianya, lalu anjing mengembalikan 10 tahun, dan monyet mengembalikan 10 tahun usianya padamu, berikanlah semuanya itu padaku. Semua itu akan menambah masa hidupku menjadi 75 tahun. Setuju ?"

Setelah dipikir-pikir, akhirnya Tuhan setuju. Maka AKIBATNYA..............................

Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai manusia dijalankan dengan makan, tidur dan bersenang-senang

30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan layaknya seekor sapi, manusia harus bekerja keras sepanjang hari untuk menopang keluarga.

10 tahun kemudian manusia menghibur dan membuat cucunya tertawa dengan berperan sebagai monyet yang menghibur.


Dan 10 tahun berikutnya manusia tinggal di rumah, duduk di depan pintu, dan menggonggong kepada orang yang lewat: Uhuk, uhuk (batuk)... 

Sejarah Doa Rosario

Pesta santa perawan maria, ratu rosario
Devosi non-liturgi yang sangat popular di kalangan umat katolik ialah ‘Doa Rosario’. Di dalamnya umat beriman merenungkan karya penebusan Kristus di dalam 15 peristiwa Sejarah Keselamatan, sambil mendaraskan 1 x Bapa Kami, 10 x Salam Maria dan 1 x Kemuliaan, didahului oleh pendarasan Syahadat Para Rasul, 1 x Bapa kami, 3 x Salam Maria dan 1 x Kemuliaan. Pesta Rosario Suci dirayakan oleh seluruh Gereja pada tanggal 7 Oktober dalam minggu pertama bulan Oktober.

Perihal doa Rosario ini terdapat anggapan umum berikut: bahwasanya di masa lampau doa Rosario seperti yang kita kenal dewasa ini di dalam Gereja dianggap sebagai pemberian Santa Maria sendiri kepada salah seorang pencintanya, yaitu Santo Dominikus, pendiri Ordo Pengkotbah. Tetapi legenda indah ini tidak dapat diperdamaikan dengan data sejarah yang berhubungan dengan adanya kebiasaan berdoa Rosario itu. Oleh karena itu, untuk memahami sedikit lebih dalam perihal dia Rosario itu, kiranya baik kalau dikemukakan di sini sedikit sejarah perkembangan doa Rosario itu.

Catatan sejarah tentang awal mula praktek doa Rosario diambil dari kebiasaan doa di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dulu. Pada masa itu para rahib biasanya setiap hari mendaraskan 150 Mazmur (Doa Ofisi) sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci. Para rahib awam yang tidak tahu membaca atau yang buta huruf menggantikan pendarasan Mazmur itu dengan 150 buah doa yang lain. Biasanya doa pengganti itu ialah doa ‘Pater Noster’ (Bapa Kami). Doa Bapa Kami memang sudah semenjak Gereja perdana dianggap sebagai doa Gereja yang paling penting. Para calon baptis yang sedang dalam masa katakumenat, harus menghafal doa Bapa Kami itu di samping kredo/syahadat Para Rasul. Untuk memudahkan mereka mengetahui berapa sudah doa Bapa Kami yang didaraskan, mereka menggunakan seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh karena tali itu dipakai untuk menghitung doa ‘Pater Noster’ maka tali itu lazimnya disebut juga ‘Pater Noster’.

Dari sejarah perkembangan devosi diketahui bahwa sejak zaman dahulu umat kristen telah menaruh devosi yang tinggi kepada Santa Perawan Maria. Devosi-devosi ini dilestarikan oleh para rahib di dalam biara-biara. Pada masa abad ke-11 berkembanglah kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria bila seseorang melewati patung atau arca Maria. Pada masa itu belum dikenal bentuk doa ‘Salam Maria’ seperti dewasa ini. Dahulu doa ini masih singkat, hanya terdiri dari bagian pertama yang berakhir dengan kata-kata, “dan terpujilah buah tubuhmu.” Jumlah doa Salam Maria yang sempat didaraskan dihitung pada tali ‘Pater Noster’ itu. Lama kelamaan berkembanglah kebiasaan untuk menggantikan doa Bapa Kami dengan doa Salam Maria. Jumlahnya tetap 150 sesuai jumlah Mazmur yang didaraskan para rahib. Karena pada masa itu 150 buah Mazmur yang didaraskan itu sudah dibagi ke dalam tiga bagian, masing-masing terdiri dari 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan oleh para rahib buta huruf itu pun dibagi dalam tiga bagian dengan masing-masing bagian terdiri dari 50 buah. Rangkaian Salam Maria yang terdiri dari 50 buah itu disebut ‘Korona’ (= mahkota). Kata itu mengingatkan kita akan hiasan-hiasan kembang menyerupai mahkota yang biasanya dibuat pada arca-arca Bunda Maria. Bagian kedua doa Salam Maria, yaitu “Santa maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin” menjadi doa resmi semenjak Paus Pius V (1566 – 1572) meresmikan terbitan ‘Breviarium’ (= doa harian Gereja) pada tahun 1568. Namun bagian kedua itu baru diterima umum pada abad XVII.

Bagian pertama doa Salam Maria yang melukiskan tentang peristiwa kunjungan Malaikat Gabriel kepada Maria dan kesediaan Maria menerima Al Masih dalam rahimnya, diambil dari Kitab Suci. Itulah peristiwa awal ‘Penjelmaan Juru Selamat’. Sukacita ini kemudian diungkapkan Maria sendiri kepada Elisabeth, sanaknya yang pada waktu itu sudah hamil juga. Sejak abad ke-12, doa Salam Maria mulai diulang-ulang selama berlangsungnya doa untuk mengenang ‘Lima Sukacita Santa Maria’ (Kabar Sukacita, Kelahiran Yesus, Kebangkitan Yesus, Kenaikan Yesus dan Pengangkatan Maria ke Surga). Lama kelamaan ‘Lima Peristiwa Sukacita’ itu ditambah antara lain dengan peristiwa: Penampakan Tuhan (epifani), Pentakosta atau Kunjungan kepada Elisabeth, sehingga menjadi ‘Tujuh Sukacita Maria.’ Pada abad XIII, korona Ketujuh Sukacita Maria ini mulai dipropagandakan oleh Ordo Fransiskan; dan pada abad XIII mantaplah sudah kebiasaan merenungkan Limabelas Sukacita Maria.

Pada Abad Pertengahan, umat kristen mempunyai devosi istimewa kepada ‘Lima Luka Yesus’, yaitu di tangan, kaki dan lambung (bdk Yoh 20: 20). Sementara itu ada pula devosi kepada ‘Lima Penumpahan Darah Yesus’, yaitu pada saat sakraltulmaut-Nya, saat didera, saat dimahkotai duri, saat disalibkan dan ditikam lambung-Nya. Karena semenjak dulu Bunda Maria dipandang sebagai peserta ulung dalam sengsara Yesus, maka tidak mengherankan bahwa sejalan dengan devosi kepada Yesus yang bersengsara, berkembang pula devosi serupa kepada Maria yang berdukacita. Devosi ini dikembangkan oleh Ordo Fransiskan dan Serikat Hamba Maria. Maka sejak abad XIV berkembanglah devosi kepada ‘Lima Dukacita Maria’ ataupun ‘Tujuh Dukacita Maria’ yang dialaminya selama Yesus bersengsara dan wafat. Devosi kepada ‘Tujuh Dukacita Maria’ ini berkembang pesat di kalangan umat kristen Eropa sehubungan dengan menjangkitnya wabah sampar yang mengerikan di sana.

Kebiasaan untuk menghubungkan doa Salam Maria dengan renungan tentang sejumlah peristiwa Yesus, sudah ada sejak abad XIV. Ada pula kebiasaan untuk menambah kata-kata, “… buah tubuhmu”, dengan nama Yesus dan dengan sebuah kalimat pelengkap, misalnya, “Yang didera dengan kejam”, “Yang dimahkotai duri”, dsb. Dalam abad XV berkaryalah seorang biarawan bernama Dominikus yang diberi julukan ‘dari Prusia’. Dia seorang novis yang sesuai dengan anjuran pemimpin biaranya, berusaha menggabungkan doa Rosario (yang terdiri dari 50 buah Salam Maria) dengan renungan mengenai kehidupan Yesus dan ibu-Nya. Pada tahun 1410 ia menyusun 50 seruan penutup doa Salam Maria. Seruan-seruan penutup itu diterima dengan antusias sekali dan segera menjadi populer, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Jerman. Seruan-seruan tambahan itu biasanya dibacakan oleh orang-orang yang melek huruf.

Mulai tahun 1475 muncullah di dalam Gereja tarekat-tarekat religius yang mempopulerkan doa Rosario. Dengan munculnya teknik cetak, daftar lima belas peristiwa yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa Rosario, mulai dikenal di mana-mana. Sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun 1483 menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing memuat lima lukisan tersendiri, yaitu Lima Sukacita Maria, Lima Penumpahan darah Yesus dan Lima Sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah kelimabelas peristiwa Rosario yang dikenal sekarang, kecuali dua terakhir, yaitu tertidurnya Maria dan Penghakiman terakhir. Dalam buku kecil itu ada nasehat berikut ini, “daraskanlah doa Salam Maria sambil memandang lukisan-lukisan ini!” Daftar tetap dari 15 peristiwa Rosario disusun di Spanyol sekitar tahun 1488. Daftar itulah yang disahkan oleh Paus Pius V, seorang biarawan Dominikan, ketika beliau menetapkan Rosario sebagai doa Gereja yang sah. Setahun sebelumnya, Pius mengesahkan teks doa Salam Maria yang sampai sekarang tidak diubah.

Ada sekian banyak peristiwa ajaib yang mendorong pimpinan tertinggi Gereja menghimbau bahkan mendesak umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Bunda Maria atas Gereja dari segala rongrongan. Peristiwa terbesar yang melatarbelakangi penetapan tanggal 7 Oktober sebagai tanggal Pesta Santa Maria Ratu Rosario ialah peristiwa kemenangan pasukan kristen dalam pertempuran melawan pasukan islam Turki. Menghadapi pertempuran ini, Paus Pius V menyerukan agar seluruh umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Maria atas Gereja. Doa umat ini ternyata dikabulkan Tuhan. Pasukan kristen di bawah pimpinan Don Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571 (Minggu pertama bulan Oktober 1571). Sebagai tanda syukur Paus Pius V (1566 – 1572) menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari Pesta Santa Maria Ratu Rosario. Kemudian Paus Klemens IX (1667 – 1669) mengukuhkan pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia. Dan Paus Leo XIII (1878 – 1903) lebih meningkatkan nilai pesta ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai bulan Rosario untuk menghormati Maria.

Kemudian doa Rosario itu langsung diminta Bunda Maria sendiri agar didoakan umat pada peristiwa-peristiwa penampakannya di Lourdes, Perancis (1858), Fatima, Portugal (1917), di Beauraing, Belgia (1932 – 1933) dan di berbagai tempat lainnya akhir-akhir ini.


sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa XXVII-C

Renungan Hari Senin Biasa XXVII, Thn C/I
Bac I   : Yun 1: 1 – 2: 1, 11; Injil : Luk 10: 25 37

Dalam Injil kita mendengar niat ahli Taurat yang ingin mencobai Yesus. Sekalipun ia tahu cara untuk mendapatkan keselamatan, ia tetap bertanya. Dan untuk membenarkan dirinya, ia masih juga bertanya lagi. Namun Yesus tetap melayaninya dengan memberikan perumpamaan. Lewat jawaban ini dapatlah diketahui bahwa untuk mendapatkan keselamatan, umat harus melakukan kehendak Allah. Dalam hal ini adalah kasih.

Yunus, dalam bacaan pertama, berusaha untuk lari dari kehendak Allah atas dirinya. Namun malapetakalah yang didapatnya. Malapetaka itu bukan hanya mendera dirinya, melainkan juga orang lain.

Perjalanan hidup manusia adalah menuju ke keselamatan. Hanya ada satu jalan menuju ke sana, yaitu melakukan kehendak-Nya. Sabda Tuhan hari ini menghendaki agar kita senantiasa mendengarkan dan melaksanakan kehendak Tuhan dalam keseharian kita. Secara khusus hari ini Tuhan menghendaki kita mewujudkan belaskasih kepada sesama, tanpa memandang status, golongan, ras, dll.


by: adrian