Minggu, 13 September 2015

Perbedaan Matius & Lukas tentang Lokasi Sabda Bahagia

SABDA BAHAGIA: DI BUKIT ATAU DI TANAH DATAR
Orang kristiani tentulah tahu soal pengajaran Tuhan Yesus yang disebut Sabda Bahagia. Pengajaran ini benar-benar merupakan suatu pengajaran revolusioner, karena di sana Tuhan Yesus membawa pembaharuan. Beberapa ajaran lama, seperti balas dendam, berpuasa, berdoa, dan lainnya mendapat warna baru. Karena itulah wajar kalau masa Tuhan Yesus dikenal sebagai Perjanjian Baru, sebagai kontras masa sebelumnya, Perjanjian Lama.
Sangat menarik untuk didiskusikan adalah dimana pengajaran Tuhan Yesus itu disampaikan. Matius menyebutnya di bukit. “Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.” (Mat 5: 1). Sementara Lukas tidak menyebut bukit, melainkan “suatu tempat yang datar.” (Luk 6: 17).
Ada perbedaan mengenai lokasi pengajaran Tuhan Yesus antara Matius dan Lukas. Menjadi persoalan, kisah pengajaran Tuhan Yesus ini hanya dimuat dalam Injil Matius dan Lukas saja. Markus, sekalipun termasuk Injil Sinoptik, sama sekali tidak menyinggung peristiwa ini. Padahal Markus, yang ditulis lebih dahulu sehingga menjadi salah satu sumber bagi keduanya, dapat diharapkan menjadi solusi.
Sebenarnya kedua Injil ini sama sekali tidak bertentangan. Memang penggambaran lokasi Tuhan Yesus mengajar saling berbeda, namun tempatnya sama. Semuanya terjadi di satu lokasi yang sama. Hanya penggambarannya saja yang berbeda. Matius menyebutnya di bukit, sementara Lukas di tempat yang datar. Tempat yang datar itu ada di sebuah bukit; dan di sanalah Tuhan Yesus mengajar.
Akan tetapi, selain ada perbedaan dalam cara menggambarkan lokasi pengajaran itu, ternyata kedua penginjil ini memiliki maksud lain. Penggambaran lokasi pengajaran Tuhan Yesus ternyata mempunyai makna tersendiri. Pusatnya adalah pada Yesus Kristus.
Matius menyebutkan bahwa Tuhan Yesus mengajar di bukit. Ada kesan bahwa Tuhan Yesus berada di atas, sedangkan pendengarnya ada di posisi bawah. Di sini Matius ingin menekankan kewibawaan Yesus Kristus dalam mengajar. Sebagaimana tradisi-tradisi umumnya, posisi atas merupakan posisi penting. Orang yang di atas memiliki kuasa dan wewenang. Nah, ketika Tuhan Yesus berada di atas bukit dan yang lain berada di bawah, hal ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus memiliki kuasa mengajar.
Sementara Lukas memaparkan bahwa Tuhan Yesus mengajar di “suatu tempat yang datar.” Dengan penggambaran ini dapat dibayangkan posisi duduk Tuhan Yesus dan warga masyarakat yang mendengarkan-Nya. Ada kesederajatan antara pengajar dan yang diajar. Dengan penggambaran ini, Lukas mau menunjukkan bahwa Tuhan Yesus mudah didekati.
Pangkalpinang, 3 September 2015
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Ribuan Umat Islam Ikut Berdevosi kepada Bunda Maria

GOA MARIA MENARIK RIBUAN UMAT ISLAM
Sebuah Goa Maria yang sangat popular di Pakistan menarik ribuan umat muslim dan umat katolik untuk berdoa atau berdevosi. Tercatat bahwa yang datang berkunjung bukan hanya dari dalam negeri saja, melainkan juga dari luar negeri itu.
“Saya memberikan dua ekor kambing sebagai persembahan kepada Bunda Maria yang juga dihormati dalam Alquran,” kata Malik Rasheed Mustaq, salah satu warga muslim yang menyumbangkan makanan bagi para peziarah. Apa yang dilakukannya sesuai dengan tradisi islam untuk menawarkan Niyaz.
Putri pertama Malik lahir setelah enam tahun menikah berkat doanya kepada Bunda Maria di tempat doa itu. “Sejak itu saya telah memberikan Niyaz setiap tahun. Aku tidak memberitahu keluargaku tentang hal itu karena itu adalah urusan pribadi,” tambah Malik.
Ratusan ribu umat katolik dan islam bergabung dalam ziarah tahunan ke-66 ke tempat ziarah itu pada Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria (8 September). Mereka mulai menuju ke desa Mariabad, 260 kilometer selatan Islamabad.
Banyak orang muda bersepeda atau berjalan kaki meskipun cuaca panas. Beberapa organisasi mengadakan kamp medis untuk mengobati para peziarah yang menderita kaki bengkak, dehidrasi dan tekanan darah tinggi.

Renungan Hari Minggu Biasa XXIV - B

Renungan Hari Minggu Biasa XXIV, Thn B/I
Bac I  Yes 50: 5 – 9a; Bac II               Yak 2: 14 – 18;
Injil    Mrk 8: 27 – 35;

Injil hari ini memuat pengakuan Petrus bahwa Tuhan Yesus adalah mesias (ay. 28). Peristiwa ini terjadi di Kaisarea Filipi. Pada waktu itu Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan kepada para murid-Nya tentang siapa diri-Nya, baik menurut banyak orang maupun menurut mereka sendiri. Kalau menurut para murid, jawaban Petrus mewakili mereka. Dan atas jawaban itu, Petrus mendapat pujian. Namun, tak lama kemudian Petrus dikecam Tuhan Yesus atas pernyataannya yang menolak jalan hidup mesias, yaitu “menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh.” (ay. 31).
Jalan hidup mesias sebenarnya sudah dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama. Bacaan pertama hari ini, yang diambil dari Kitab Nabi Yesaya, berisi tentang hal itu. Dalam kitabnya, Yesaya menggambarkan Hamba Yahwe yang menderita. Gambaran penderitaan itu terlihat dari ungkapan punggungnya dipukul, disiksa dan dihina, sekalipun tidak ada kesalahan apapun padanya. Namun Hamba Yahwe ini sama sekali tidak memberontak (ay. 5 – 6). Nubuat Nabi Yesaya ini mendapat kepenuhannya dalam diri Tuhan Yesus.
Dalam suratnya, yang menjadi bacaan kedua, Yakobus mengungkapkan bahwa iman itu harus diwujud-nyatakan dalam perbuatan. Iman dan perbuatan itu merupakan dua sisi dari satu koin. Hal ini sama seperti peristiwa pengakuan Petrus, dalam Injil di atas. Pengakuan bahwa Tuhan Yesus adalah mesias merupakan satu sisi, dan bahwa jalan hidup mesias harus menderita merupakan sisi yang lain. Kalau dalam Injil Petrus hanya mau menerima satu sisi saja, dalam bacaan kedua Yakobus mengajak umat untuk siap menerima keduanya. Iman (Yesus sebagai mesias) harus diwujudkan dalam perbuatan (Hamba Yahwe yang menderita).
Banyak orang mengakui bahwa Yesus itu bukan manusia biasa. Dia memiliki kekuatan adikodrati. Namun mereka menolak akhir hidup-Nya. Bagi mereka, yang menderita dan mati itu bukan Yesus, melainkan orang yang menyerupai Dia. Sikap orang-orang ini tak jauh beda dengan Petrus, yang hanya mengakui kemesiasan-Nya, tetapi menolak jalan hidup-Nya. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita membangun sikap seperti yang disuarakan Yakobus: iman harus diikuti dengan perbuatan. Kita hendaknya menerima kemesiasan-Nya sekaligus jalan hidup-Nya yang penuh sengsara dan derita.***
by: adrian