Selasa, 01 Agustus 2017

MENIKAH ITU = BERSEKOLAH

Orang selalu bilang bahwa tidak ada sekolah khusus yang mengajar atau mendidik orang untuk menjadi suami istri atau ayah ibu. Hal ini disebabkan karena orang melihat sekolah secara harafia, yaitu adanya gedung, kurikulum, guru dan proses belajar mengajar. Akan tetapi, dalam pengertian umum, sebenarnya menikah itu sama artinya dengan bersekolah. Keluarga adalah sekolahnya.
Memang pada sekolah khusus ada guru yang mengajar, dan murid belajar. Namun ada kesamaan mendasar, yaitu setiap pesertanya (murid di sekolah, dan suami istri di keluarga) dituntut untuk BELAJAR. Dengan belajar orang akan mendapatkan tujuannya. Seorang murid menjadi pintar dengan mendapat nilai bagus atau lulus ujian; suami istri mendapatkan kesejahteraan bersama.
Proses belajar dalam pernikahan dilakukan sendiri. Ini bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu membaca, baik buku-buku tentang kehidupan keluarga, yang bisa ditemukan di toko buku, maupun kitab suci. Ada banyak buku yang akan menuntun pada terciptanya kebahagiaan rumah tangga, bagaimana merawat dan mendidik anak, bagaimana mengatur ekonomi rumah tangga, dan masih banyak lainnya. Kitab suci juga memuat pedoman bagi suami istri. Semuanya tergantung pada kemauan untuk membaca.
Bisa juga ditempuh dengan bertanya kepada mereka yang sudah berpengalaman. Pepatah mengatakan, ‘malu bertanya sesat di jalan’. Ketika menikah orang hanya diliputi oleh romantisme pacaran dan idealisme. Masih ada banyak hal yang belum diketahui. Karena itu, tidak salah jika bertanya kepada yang berpengalaman. Hal ini bisa dilakukan secara gratis, bisa juga berbayar (misalnya, konsultasi pada ahli keluarga).

Cara ketiga adalah refleksi diri. Refleksi itu ibarat bercermin. Ketika menemukan ada kekurangan dalam diri kita di cermin, kita segera membenahinya. Kita sendirilah yang membenahinya. Demikian pula dalam hidup keluarga. Jika ada yang kurang, langsung diberesi.
by: adrian

SEMINAR KELUARGA: MENGOLAH KONFLIK JADI BERKAT

BANYAK YANG DIUNDANG, SEDIKIT YANG DATANG