Selasa, 26 Mei 2015

(Pencerahan) Diam dalam Keheningan

BIARLAH AKU DIAM
Biarlah aku buang di tengah lautan
Kerinduan yang bergelora memecahkan kepala
Semoga terhempas gelombang
dan berhenti mengejarku

Bahkan pernah kucuri sehelai rambutnya
Aku tanam di depan pintu jelas ada maksudnya
Setiap pagi aku langkahi
agar dia yang terjerat
dalam bayang-bayanganku

Mungkin aku telah keliru mencoba melupakannya
Kalah dengan semua suara-suara yang menghujat
Walau jauh di dasar hati masih aku simpan senyumnya
Bagaimanakah? Harus bagaimana?

Biarlah aku diam di tengah gelombang
Aku tunggu tetesan embun, kuhirup sampai tuntas
Bayanganya melompat-lompat,
bermain dalam fikiran,
bermain dalam impian

Rasakah yang harus kubela? Atau suara mereka?
Biarkanlah aku sendiri
Aku perlu waktu untuk merenung, berfikir,
dan kemudian memutuskan

by: Ebiet G Ade

Orang Kudus 26 Mei: St. Mariana Quito

SANTA MARIANA QUITO, PENGAKU IMAN
Mariana de Paredes Y. Flores lahir di Quito, Ekuador, pada 31 Oktober 1618. Ayahnya seorang bangsawan kaya raya Spanyol. Tetapi sayang sekali bahwa semenjak kecilnya, Mariana sudah ditinggal mati kedua orang tuanya. Hidupnya ditanggung oleh seorang kakaknya perempuan yang sudah berumah tangga.
Meski hidup sebagai anak yatim piatu, Mariana memiliki suatu keistimewaan adikodrati. Semenjak kecilnya, ia sudah menaruh minat besar pada hal-hal kerohanian dan kehidupan bakti kepada Tuhan. Ia rajin sekali berdoa dan mengikuti perayaan misa kudus. Sebelum batas waktu untuk menerima komuni suci, seperti yang ditentukan aturan Gereja, ia sudah diperkenankan oleh pastor paroki untuk menerima komuni suci. Ketika berusia 12 tahun, ia mengatakan kepada kakaknya, niat untuk membentuk sebuah perkumpulan untuk mempertobatkan bangsa Jepang yang masih kafir. Niat luhur ini gagal. Sebagai gantinya, ia berniat lagi menjalani hidup bertapa di daerah pegunungan dekat Quito. Niat ini pun gagal lagi. Kawan-kawannya mendesak ia masuk biara. Namun semuanya ini selalu saja menemui jalan buntu.
Menyaksikan semua kegagalan ini ia mulai menyadari bahwa Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Tuhan lebih menghendaki agar dia tetap tinggal di rumah kakaknya sambil menjalani hidup menyendiri dalam kemiskinan, matiraga dan doa-doa. Untuk itu, dengan bantuan kakaknya, ia membangun sebuah gubuk sederhana guna melaksanakan rencana Tuhan itu di bawah bimbingan seorang Yesuit sebagai pembimbing rohani dan bapa pengakuan. Dia tidak pergi ke mana-mana kecuali ke gereja untuk berdoa dan merayakan misa kudus.
Matiraganya sangat luar biasa. Hal ini mengkhawatirkan banyak orang di sekitarnya, bahkan membuat mereka bertanya-tanya, “Mengapa bapa pengakuannya membiarkan gadis remaja ini menjalani hidup sekeras itu?” Setiap hari Jumat malam, ia berbaring di dalam sebuah peti mayat seperti layaknya seorang yang benar-benar mati. Tangan dan kakinya diikat dengan rantai. Sementara itu, waktu tidurnya dalam sehari hanya tiga jam saja. Sisa waktunya dipakai untuk melakukan latihan rohani. Cara hidup ini memang aneh di mata kakaknya. Tetapi justru itulah kehendak dan rencana Tuhan atas dirinya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan kepadanya kemampuan meramal dan membuat mujizat.
Pada tahun 1645 kota Quito digetarkan oleh gempa bumi yang dahsyat disertai wabah penyakit menular yang ganas. Menghadapi bencana ini, timbullah tekad dalam dirinya untuk mengorbankan diri sebagai tebusan bagi dosa-dosa penduduk kota Quito. Tekad ini disampaikannya secara tegas kepada Tuhan. Wabah penyakit menular itu berhenti. Sebagai gantinya, Mariana sendiri jatuh sakit dengan komplikasi berat sampai akhirnya meninggal dunia pada 26 Mei 1645 dalam usia 25 tahun. Segenap penduduk kota Quito yang selamat dari bahaya maut itu sangat sedih karena kematian Mariana. Mereka menyebut dia ‘Bunga Lily dari Quito’ karena kesalehan hidupnya di tengah-tengah penduduk kota yang buruk kelakuannya. Pada 10 November 1853 ia dibeatifikasi oleh Paus Pius IX, dan dikanonisasi oleh Paus Pius XII pada 9 Juli 1950.
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 26 Mei:

Renungan Hari Selasa sesudah Pentakosta - Thn I


Renungan Hari Selasa VII, Thn B/I
Bac I  Sir 35: 1 – 12; Injil          Mrk 10: 28 – 31;

Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Putra Sirakh, dalam kitabnya yang menjadi bacaan pertama, menulis tentang hidup yang berkenan di hadirat Tuhan. Dikatakan bahwa Tuhan menghendaki supaya umat menjauhi kejahatan dan menolak kelaliman. Penulis menegaskan bahwa Allah adalah hakim yang adil dan tidak akan memihak. Dia tidak akan mudah disuap, karena itu jangan pernah mencoba menyuap Tuhan. Umat tak perlu memikirkan imbalan, karena semua itu sudah dipikirkan Allah.
Hal itulah yang ditekankan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Dikisahkan bahwa para murid bertanya soal imbalan dari mengikuti Yesus. Ada kesan bahwa para murid masih memakai prinsip dagang dalam mengikuti Tuhan Yesus. Memang Tuhan Yesus memberikan jawaban kepada mereka, dan jawaban itu merupakan sebuah keuntungan dalam mengikuti Yesus. Namun, bagian akhir dari pernyataannya mau mengatakan kepada mereka bahwa bisa saja semua itu menjadi buyar. Tuhan Yesus meminta mereka untuk tidak terlalu memikirkan hitung-hitungan dalam mengikuti Dia.
Tak jarang pula kita bersikap seperti para murid. Kita mengakui telah mengikuti Tuhan Yesus. Akan tetapi, seringkali kita menuntut suatu keuntungan dari pilihan itu. Kita tidak begitu rela dalam mengikuti-Nya. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan mengajak kita untuk tidak menjalankan prinsip dagang dalam mengikuti Tuhan. Hendaknya kita selalu mengikuti Dia dalam kata dan perbuatan. Mengikuti Yesus beraarti kita hidup sesuai dengan kehendak Allah. Kita tak bisa memakai prinsip untung – rugi, karena Allah sama sekali tak mudah disuap. ***
by: adrian