Sabtu, 16 Agustus 2014

Manajemen Rotasi Tenaga Pastoral

Rotasi tenaga pastoral, yang biasa dikenal dengan istilah mutasi, memiliki maksud untuk penyegaran dan efektivitas karya pastoral. Penyegaran yang dimaksud adalah agar imam yang bertugas di suatu medan karya pastoral, baik di paroki maupun kategorial, tidak mengalami kejenuhan ataupun menciptakan kerajaannya sendiri. Hal ini dikaitkan dengan situasi medan pastoral. Jika berada di medan pastoral yang “kering” maka akan berdampak pada kejenuhan; sementara bila di daerah yang “basah”, maka akan berdampak pada penguatan kerajaan.

Mungkin ada umat akan bertanya, kenapa ada pembedaan basah dan kering, padahal para imam semuanya mendapat gaji yang sama. Baik di tempat yang basah, kering ataupun lembab, semua imam mendapat gaji atau uang saku yang sama. Tak bisa dipungkiri, sekalipun aturannya semua imam dapat uang saku yang sama, namun ada imam, yang karena berada di tempat “basah”, menikmati kebasahan itu tanpa peduli pada aturan.

Mungkin juga ada orang yang bertanya, bukankah jabatan pastor kepala paroki itu tak terbatas. Memang benar bahwa hukum Gereja tidak mengatur dengan jelas berapa lama seorang imam dapat menjabat sebagai pastor kepala paroki, atau yang biasa dikenal dengan istilah parokus. Malah bisa dikatakan bahwa jabatan itu terbuka peluang untuk seumur hidup. Akan tetapi, perlu disadari bahwa paroki adalah medan pelayanan. Pusat pelayanannya adalah umat. Sementara pastornya hanyalah tambahan. Pastor bisa silih berganti, tapi umatnya tetap. Karena itu, perlu diperhatikan adalah kepentingan umat. Pastor datang untuk melayani umat. Jadi, jika ada pastor di paroki hanya sibuk mengurus diri sendiri dengan menguras uang umat, haruskah pastor itu dipertahankan? Jika sama sekali tidak ada perkembangan dalam pelayanan umat, haruskan tetap dipertahankan?

Karena itulah, perlu diadakan sistem perpindahan tugas para imam. Dan untuk pelaksanaan sistem itu, dibutuhkan ketegasan dari pimpinannya; dalam hal ini uskup. Sebab, jika uskup tidak tegas, apalagi bila sudah dikuasai dan dipengaruhi oleh segelintir imam yang haus akan kekayaan dan jabatan, sistem itu hanyalah hiasan belaka. Jadi, sistem musti ditunjang dengan ketegasan dalam aplikasinya.

Sistem yang bagaimana hendak dibangun? Uskup dan para penasehatnya harus mengatur rotasi para petugas pastoral di wilayahnya. Pertama-tama perlu disepakati berapa lama seorang imam bertugas di suatu medan karya pastoral, tak peduli apakah itu di paroki atau di bidang kategori. Jika ditentukan durasi waktu kepemimpinannya 5 tahun, maka setelah lima tahun, atau memasuki tahun keenam, diadakanlah rotasi secara keseluruhan. Rotasi hanya menyentuh pucuk pimpinan. Untuk di paroki, pastor pembantu menjadi pastor kepala. Jadi, pada saat rotasi, pastor kepala paroki akan pindah tugas menjadi pastor pembantu di paroki lain, sementara pastor pembantunya diangkat menjadi pastor kepala. Jika di medan kategorial ada dua imam, maka imam yang kedua menjadi pimpinan baru. Imam yang sudah pernah menjabat dua atau tiga kali pastor kepala paroki, dapat menjadi pimpinan di medan kategorial.

Ada beberapa manfaat dengan sistem rotasi seperti ini. Pertama, setiap imam berpeluang menjadi pimpinan, baik parokial maupun kategorial. Peluang itu bakal sama. Karena itu, dapat dihindari kesan kubu-kubu dalam tenaga pastoral. Kedua, para imam diajak untuk membangun sikap dan mental siap menerima tugas apa dan dimana saja serta siap berkomunikasi dengan siapa saja, juga sikap rendah hati. Seorang mantan parokus akan “dipaksa” untuk mendengarkan suara parokus barunya. Dia hanya bisa dan mau mendengarkan jika ia memiliki sikap rendah hati. Ketiga, akan ada kontuinitas program kerja. Pastor pembantu sudah mengetahui apa yang sudah dan sedang dikerjakan. Dia hanya tinggal meneruskan saja.

Untuk lebih jelaskan, akan ditampilkan diagram berikut.
Periode 5 tahun Pertama
Medan Pastoral
Tenaga Pastoral
Jabatan
Paroki Abe
Pastor Ade
Parokus

Pastor Dea
Pembantu
Paroki Beo
Pastor Oge
Parokus

Pastor Geo
Pembantu
Paroki Bau
Pastor Teo
Parokus

Pastor Eto
Pembantu
Paroki Bia
Pastor Uci
Parokus

Pastor Icu
Pembantu
Yayasan Zoo
Pastor Via
Ketua

Pastor Avi
Bendahara
Yayasan Ibu
Pastor Oon
Ketua

Pastor Ono
Sekretaris

Ini mengandaikan bahwa setiap tempat pastoral diisi oleh dua tenaga imam. Jika ada lebih dari dua imam, maka dibuat istilah pastor pembantu 1 dan pastor pembantu 2. Pastor pembantu 1 yang akan naik menjadi pastor kepala paroki saat ada rotasi, sedangkan pastor pembantu 2 menjadi pastor pembantu 1. Tenaga pastoral yang baru masuk menempati posisi sebagai pastor pembantu 3. Demikian seterusnya.
Periode 5 tahun Kedua
Medan Pastoral
Tenaga Pastoral
Jabatan
Paroki Abe
Pastor Dea
Parokus

Pastor Oge
Pembantu
Paroki Beo
Pastor Geo
Parokus

Pastor Teo
Pembantu
Paroki Bau
Pastor Eto
Parokus

Pastor Uci
Pembantu
Paroki Bia
Pastor Icu
Parokus

Pastor Via
Pembantu
Yayasan Zoo
Pastor Avi
Ketua

Pastor Oon
Bendahara
Yayasan Ibu
Pastor Ono
Ketua

Pastor Ade
Sekretaris

Ini hanya gambaran kasar saja. Bisa saja rotasi terjadi lebih dominan di bidang parokial saja, mengingat untuk di kategorial dibutuhkan beberapa skil khusus. Untuk menjawab kebutuhan ini, maka akan ada pengiriman imam untuk studi sebagai persiapan.
Periode 5 tahun Ketiga
Medan Pastoral
Tenaga Pastoral
Jabatan
Paroki Abe
Pastor Oge
Parokus

Pastor Icu
Pembantu
Paroki Beo
Pastor Teo
Parokus

Pastor Dea
Pembantu
Paroki Bau
Pastor Uci
Parokus

Pastor Geo
Pembantu
Paroki Bia
Pastor Via
Parokus

Pastor Ono
Pembantu
Yayasan Zoo
Pastor Oon
Ketua

Pastor Eto
Bendahara
Yayasan Ibu
Pastor Ade
Ketua

Pastor Avi
Sekretaris

Ini hanya gambaran kasar saja. Perpindahan tidak harus berurutan, untuk menghindari pertemuan anak buah lama. Rotasi dibuat acak dengan catatan: yang di bawah naik ke atas, sedangkan atas pindah ke bawah.
Pangkalpinang, 14 Juli 2014
by: adrian
Baca juga:
1.      Manajemen Parokial

6.      Serakah Peran

Orang Kudus 16 Agustus: St. Stefanus

SANTO STEFANUS, RAJA HUNGARIA
Stefanus lahir pada tahun 969. Ketika itu agama Kristen baru mulai menanamkan pengaruhnya di Hungaria. Ayahnya, Raja Hungaria, dan ibunya sendiri belum menjadi Kristen. Pada umur 10 tahun, Stefanus baru dipermandikan bersama kedua orang tuanya. Ketika ayahnya meninggal dunia, ia menggantikannya sebagai Raja Hungaria. Stefanus yang masih muda ini – didukung oleh permaisurinya Santa Gisela – ternyata tampil sangat bijaksana dan tegas dalam memimpin rakyatnya. Ia disenangi rakyatnya karena selalu memperhatikan kepentingan mereka. Setelah kedudukan dan kuasanya tidak lagi dirongrong oleh para lawannya, ia mulai memusatkan perhatian pada kemajuan Gereja dan pewartaan Injil di seluruh wilayah kerajaan. Upacara-upacara kekafiran perlahan-lahan diganti upacara-upacara iman kristiani. Hari Minggu diumumkan sebagai hari yang khusus untuk Tuhan. Orang tidak boleh bekerja.

Untuk mendukung usahanya itu, ia berusaha mendirikan banyak gereja dan biara yang kelak menjadi pusat kebudayaan Hungaria. Ia mengutus beberapa pembantu dekatnya kepada Paus Silvester II (999 – 1003) untuk meminta tenaga-tenaga imam dan memohon agar kiranya Paus mengurapinya menjadi Raja Hungaria. Paus dengan senang hati mengabulkan dua permohonan itu.

Pembentukan Kerajaan Hungaria sebagai suatu Kerajaan Kristen yang berdaulat dan merdeka merupakan jasa terbesar dari Stefanus. Seluruh negeri dipersembahkan kepada perlindungan Santa Perawan Maria. Stefanus sendiri terus memohon kepada Tuhan umur yang panjang dan jangan dulu mati sebelum seluruh negerinya dikristenkan. Penghormatannya kepada Santa Perawan Maria diabadikan dengan mendirikan sebuah gereja yang luas dan indah, Gereja Santa Perawan Maria.

Puteranya, Santo Emerikus, dididiknya dengan sungguh-sungguh mengikuti tata cara kristiani karena ia berharap bahwa kelak ia dapat menggantikannya sebagai raja. Namun sayang, maut terlalu cepat datang menjemput dia. Emerikus mati dalam suatu kecelakaan tak terduga ketika sedang berburu. Kematian Emerikus menimbulkan penderitaan batin yang luar biasa bagi Stefanus. Hilanglah segala harapannya. Di antara kaum kerabatnya timbullah percekcokan tentang siapa yang pantas menggantikannya kelak bila dia meninggal. Sehubungan dengan itu, Stefanus mendesak para pembantunya agar mereka tetap adil dan jujur serta taat kepada undang-undang kerajaan dan kepada Paus di Roma. Raja yang suci ini meninggal dunia pada tanggal 15 Agustus 1038. Bersama puteranya, Emerikus, Stefanus dihormati Gereja sebagai orang kudus.


Baca juga riwayat orang kudus 16 Agustus
St. Benediktus Yoseph Labre

Renungan Hari Sabtu Biasa XIX - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XIX, Thn A/II
Bac I    Yeh 18: 1 – 10, 13b, 30 – 32; Injil              Mat19: 13 – 15;

Dalam bacaan pertama, Nabi Yehezkiel mengungkapkan bahwa Allah akan menghukum masing-masing orang sesuai dengan perbuatannya. Siapa pun yang bersalah dan berdosa akan mendatangkan hukuman bagi dirinya sendiri. Akan tetapi, Yehezkiel menegaskan bahwa Allah tidak menghendaki hukuman bagi umat-Nya. Allah mau supaya manusia hidup bahagia. Untuk itu, Allah menyediakan pintu tobat bagi mereka yang berdosa untuk berubah. Allah menghendaki manusia bertobat dan berpaling dari kedurhakaannya agar ia hidup.

Pertobatan juga yang diminta Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Dalam Injil dikisahkan bahwa para murid melarang orang membawa anak-anak datang kepada Tuhan Yesus untuk diberkati dan didoakan. Apa yang dilakukan para murid adalah hal yang lumrah. Anak kecil belum masuk dalam hitungan sosial kemasyarakatan. Karena itu, mereka dianggap tak layak untuk mendekati Tuhan Yesus. Hanya orang dewasa saja yang bisa. Akan tetapi, Yesus menegur mereka. Tuhan Yesus mengajak mereka untuk mengubah pola pikir mereka selama ini. Anak kecil pun punya hak yang sama dengan mereka.

Tanpa disadari, sering kita terikat pada kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang sudah tak baik lagi di masa kini. Kita selalu mengutamakan kebiasaan lama itu, meski ia sudah usang. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki kita untuk mengubah pola pikir tersebut. Kita musti berubah. Inilah wujud pertobatan. Tobat berarti kita meninggalkan masa lalu yang tidak berkenan bagi Tuhan. Inilah yang dikehendaki Tuhan pada kita. Tuhan mengajak kita untuk bertobat, mengubah kebiasaan lama, entah itu sikap atau pola pikir lama yang sudah usang, menjadi baru, yang berkenan bagi Allah.

by: adrian