Fatherless atau father hunger adalah sebuah predikat yang diberikan kepada ayah lantaran hanya hadir secara fisik karena terikat dalam pernikahan, tetapi tidak terlibat dalam urusan perkembangan anak. Berdasarkan data dari Konferensi Ayah Sedunia tahun 2019, Indonesia termasuk satu dari 10 negara dengan kategori fatherless tertinggi.
Tentunya
ini bukanlah suatu label yang baik. Sebab menurut Pakar Pengasuhan Keayahan,
Irwan Rinaldi, peran ayah sangat penting dan tidak boleh disepelekan dalam
pengasuhan anak. Terlebih saat anak berada pada usia 7 sampai 15 tahun,
kehadiran sosok ayah di tahap perkembangan ini sangatlah dibutuhkan anak.
“Jika
anak tidak mendapatkan peran ayah di usia tersebut, maka akan terjadi
ketimpangan antara pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dipengaruhi oleh
kurangnya stimuluan dari kedua orangtua,” ujar Rinaldi.
Salah satu kurangnya perhatian ayah bisa dirasakan anak dalam tumbuh kembangnya. Hal ini mulai dari anak lebih mudah depresi, menjadi anti sosial, rentan melakukan tindak kriminal dan kekerasan, terjerumus seks bebas hingga narkoba. “Karena usia biologis lebih maju dibandingkan psikologisnya, hal ini seringkali menjadi penyebab utama terjadinya perceraian,” tambah Rinaldi.