Rabu, 03 Juni 2015

Orang Kudus 3 Juni: St. Kevin

SANTO KEVIN, PENGAKU IMAN
Puing-puing Blendalough di wilayah Wicklow, Irlandia, mengingatkan kita akan Santo Kevin, seorang rahib abad VI. Konon beliau-lah yang mendirikan biara Blendalough yang terkenal itu. Umurnya kurang lebih 120 tahun (498 – 618).
Ada berbagai versi cerita tentang Santo Kevin, namun semuanya tidak mempunyai nilai sejarah yang kokoh karena tak ada suatu tanggal pasti tentang masa hidupnya sendiri. Kemungkinan Kevin dididik oleh rahib-rahib dan kemudian ditahbiskan menjadi imam. Ketika menginjak usia dewasa, ia memilih hidup sebagai petapa di Blendalough, salah satu tempat yang paling indah di Iralandia. Menurut tradisi, ia tinggal di sebuah gua sempit di gunung Lugduf. Gua itu, yang masih ada sampai sekarang, dapat dicapai dengan sebuah perahu menyusuri sebuah danau yang ada di situ. Kevin hidup akrab dengan alam, makan ikan dan hasil-hasil hutan dan bersahabat dengan binatang-binatang liar.
Kehidupan Kevin yang keras sebagai petapa berakhir ketika sekelompok orang mengetahui tentang keberadaannya dan mulai menyebarkan berita-berita tentang hidupnya di gua itu. Semenjak itu banyak orang datang untuk berguru padanya dan hidup bersamanya. Akhirnya lahirlah sebuah komunitas pertapaan di tempat itu. Demi kehidupan yang lebih baik, Kevin bersama murid-muridnya pindah dari gua itu dan mendirikan sebuah biara di lembah Gunung Lugduf. Setelah kematian Kevin, Blendalough tetap merupakan pusat keagamaan dan pendidikan yang terkenal selama berabad-abad. Semenjak itu seorang uskup ditempatkan di Blendalough sampai tahun 1214, ketika Blendalough disatukan dengan takhta Keuskupan Dublin.
Dewasa ini banyak wisatawan datang ke Blendalough untuk melihat bekas biara Kevin berupa sebuah bangunan biara, sebuah katedral dan beberapa buah gereja. Blendalough merupakan salah satu tempat ziarah ramai di Irlandia.
sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Baca juga riwayat orang kudus hari ini:

Renungan Hari Rabu Biasa IX - Thn I

Renungan Hari Rabu Biasa IX, Thn B/I

Injil hari ini mengisahkan perdebatan antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Saduki tentang kebangkitan. Orang Saduki bertanya soal kebangkitan dengan berangkat dari kisah seorang perempuan yang selama hidupnya di bumi telah menikah tujuh kali. Kisah ini mirip dengan kisah Sara, anak perempuan Raguel, dalam bacaan pertama. Di sini terlihat jelas kalau orang-orang Saduki ini memahami soal kebangkitan dengan cara manusiawi. Mereka hanya menggunakan kemampuan akali untuk memahami kuasa Allah. Karena itulah Tuhan Yesus mengecam kesesaatan pikiran mereka. “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci dan kuasa Allah.” (ay. 24).
Sikap orang Saduki di atas sangat bertentangan dengan sikap Tobit dan Sara dalam bacaan pertama. Sebagaimana yang sudah diketahui, saat itu Tobit mengalami nista. Namun ia tidak marah kepada Tuhan. Ia malah menyerahkan semua persoalan hidupnya kepada Tuhan. “Kini berbuatlah kepadaku menurut apa yang berkenan kepada-Mu.” (ay. 6). Hal yang sama dilakukan dengan Sara. Ketika nista terus menderanya, ia melambungkan madah pujian kepada Allah (ay. 11). Kedua tokoh Perjanjian Lama ini tidak disibukkan dengan pemahaman akan misteri kuasa Allah, melainkan berserah kepada kehendak Allah.
Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa terkadang jalan dan rencana Tuhan atas diri kita sulit kita pahami. Bahkan sering pula bertentangan dengan keinginan kita. Tuhan menghendaki supaya kita memiliki sikap berserah diri. Sikap ini mengajak kita untuk mengutamakan kehendak Tuhan yang terjadi dalam kehidupan kita. Tugas kita hanya menerima dan menjalaninya dengan rasa syukur.***
by: adrian