Senin, 05 Maret 2018

PERNIKAHAN SEBAGAI SAKRAMEN

Kanon 1055 menyebutkan bahwa Kristus telah mengangkat pernikahan menjadi sakramen. Sakramentalitas pernikahan ini tidak hanya dikhususkan bagi pernikahan antara orang katolik dengan katolik saja, melainkan antar orang-orang yang dibaptis. Bagi Gereja Katolik, pernikahan dua orang protestan adalah juga sakramen meski mereka tidak mengakuinya. Bagaimana memaknai secara sederhana pernikahan sebagai sakramen?
Sakramen dapat dimaknai sebagai tanda kehadiran Allah yang memberi keselamatan kepada manusia. Jadi, pernikahan sebagai sakramen berarti dengan menikah pasutri menghadirkan Allah dalam hidup rumah tangganya sehingga rahmat keselamatan tercurahkan atas mereka dan anak-anaknya. Bagaimana kehadiran Allah itu bisa diketahui?
Yohanes, dalam suratnya yang pertama, mengatakan bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4: 8, 16). Di mana ada kasih, Allah hadir. Yohanes menulis, “barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (ay. 16). Dengan kata lain, apabila dalam keluarga ada kasih, misalnya suami istri saling mengasihi, orangtua dan anak saling mengasihi, maka Allah hadir dalam keluarga itu.
Untuk dapat memahami kasih itu, Paulus mengurainya dengan sangat sederhana dalam 1Kor 13: 1 – 13. Secara sederhana, kasih itu dapat diwujudkan dalam tiga perbuatan, yaitu menyayangi, mengampuni dan berbela-rasa. Jika ada kasih, maka suami istri harus saling menyayangi, mengampuni jika pasangan atau anak berbuat salah, dan turut merasakan suka-duka pasangan atau anak.
by: adrian