Banyak orang tua dewasa kini bingung melihat tingkah laku anaknya yang
cenderung agresif. Sikapnya tidak seperti anak-anak jaman dulu yang cenderung
takut dan hormat pada orang tua. Sedikit-sedikit marah, yang diperlihatkan
dengan kata-kata dan nada suara yang tinggi, atau dengan membanting pintu atau
benda-benda lain, menyakiti temannya tanpa alasan yang kuat atau merampas
barang milik temannya, dan lainnya.
Melihat fenomena agresivitas anak ini selalu muncul pertanyaan, apakah ini
faktor perkembangan zaman (lain padang lain belalang) atau memang watak anak.
Tak bisa dipungkiri bahwa keduanya sama-sama berperan dalam membentuk
agresivitas anak. Tentu kita kenal dengan teori tabula rasa. Anak
ibarat kertas putih. Lingkunganlah yang menghiasi lembaran-lembaran itu. Jika
lingkungannya bagus, maka kertas itu akan dipenuhi dengan hiasan gambar bagus.
Namun jika lingkungannya buruk, dapat dipastikan kertas itu penuh dengan
coretan-coretan tak bermakna. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah
mulai dari keluarga, masyarakat, sekolah dan sebagainya.
Jadi, watak agresif anak dapat ditentukan oleh lingkungan. Perlu diketahui
bahwa anak adalah peniru paling ulung. Segala apa yang dilihat akan dengan
mudah direkam dalam memori alam bawah sadarnya. Segala rekaman itu suatu saat
akan muncul, kecuali jika orang tua memberikan pendampingan ketika anak
menyaksikan sesuatu yang buruk di lingkungannya.
Mencermati Lingkungan Eksternal