Selasa, 02 April 2013

Dokumen Konsili Vatikan II: Lumen Gentium (14)

Sambungan sebelumnya ....
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG GEREJA

BAB ENAM
PARA RELIGIUS

43. (Pengikraran nasehat-nasehat Injil dalam Gereja)
Nasehat-nasehat Injil tentang kemurnian yang dibaktikan kepada Allah, kemiskinan dan ketaatan, didasarkan pada sabda dan teladan Tuhan dan dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa, para guru serta para gembala Gereja. Maka nasehat-nasehat itu merupakan kurnia ilahi, yang oleh Gereja diterima dari Tuhannya dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya. Adapun pimpinan Gereja sendiri, di bawah bimbingan Roh Kudus, telah memperhatikan penafsirannya, pengaturan pelaksanaannya, pun juga penetapan bentuk-bentuk penghayatan yang tetap. Dengan demikian berkembanglah pelbagai bentuk kehidupan menyendiri maupun bersama dan pelbagai keluarga, bagaikan pada pohon yang tumbuh di ladang Tuhan dari benih ilahi dan yang secara ajaib telah banyak bercabang-cabang. Itu semua menambah jasa sumbangan baik bagi kemajuan para anggotanya maupun bagi kesejahteraan seluruh Tubuh Kristus.[138] Sebab keluarga-keluarga itu menyediakan upaya-upaya bagi para anggotanya berupa cara hidup yang lebih tetap dan teguh, ajaran yang tangguh untuk mengejar kesempurnaan, persekutuan antar saudara dalam perjuangan untuk Kristus, kebebasan yang diteguhkan oleh ketaatan. Dengan demikian para anggota mampu menepati ikrar religius mereka dengan aman dan mengamalkannya dengan setia dan melangkah maju di jalan cinta kasih dengan hati gembira.[139]

Ditinjau dari sudut susunan ilahi dan hirarkis Gereja, status religius itu bukan jalan tengah antara perihidup para imam dan kaum awam. Tetapi dari kedua golongan itu ada sejumlah orang beriman kristiani, yang dipanggil oleh Allah untuk menerima kurnia istimewa dalam kehidupan Gereja dan untuk dengan cara masing-masing menyumbangkan jasa mereka bagi misi keselamatan Gereja.[140]

44. (Makna dan arti hidup religius)
Dengan kaul-kaul atau ikatan suci lainnya yang dengan caranya yang khas menyerupai kaul, orang beriman kristiani mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasehat Injil tersebut. Ia mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintainya mengatasi segala sesuatu. Dengan demikian ia terikat untuk mengabdi Allah serta meluhurkan-Nya karena alasan yang baru dan istimewa. Karena baptis ia telah mati bagi dosa dan dikuduskan kepada Allah. Tetapi supaya dapat memperoleh buah-buah rahmat baptis yang lebih melimpah, ia menghendaki untuk dengan mengikrarkan nasehat-nasehat Injil dalam Gereja dibebaskan dari rintangan-rintangan, yang mungkin menjauhkannya dari cinta kasih yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada Allah dan secara lebih erat ia disucikan untuk mengabdi Allah.[141] Adapun pentakdisan akan makin sempurna bila dengan ikatan yang lebih kuat dan tetap makin jelas dilambangkan Kristus, yang dengan ikatan tak terputuskan bersatu dengan Gereja mempelai-Nya.

Nasehat-nasehat Injil, karena mendorong mereka yang mengikrarkannya kepada cinta kasih,[142] secara istimewa menghubungkan mereka itu dengan Gereja dan misterinya. Maka dari itu hidup rohani mereka juga harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja. Dari situ muncullah tugas, untuk – sekadar tenaga dan menurut bentuk khas panggilannya – entah dengan doa atau dengan karya-kegiatan, berjerih-payah guna mengakarkan dan mengukuhkan Kerajaan kristus di hati orang-orang dan untuk memperluasnya ke segala penjuru dunia. Oleh karena itu Gereja melindungi dan memajukan corak khas pelbagai tarekat religius.

Maka pengikraran nasehat-nasehat Injil merupakan tanda, yang dapat dan harus menarik secara efektif semua anggota Gereja untuk menunaikan tugas-tugas panggilan kristiani dengan tekun. Sebab umat Allah tidak mempunyai kediaman tetap di sini melainkan mencari kediaman yang akan datang. Maka status religius, yang lebih membebaskan para anggotanya dari keprihatinan-keprihatinan duniawi juga lebih jelas memperlihatkan kepada semua orang beriman harta sorgawi yang sudah hadir di dunia ini memberi kesaksian akan hidup baru dan kekal yang diperoleh berkat penebusan Kristus dan mewartakan kebangkitan yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan sorgawi. Corak hidup, yang dikenakan oleh Putera Allah ketika Ia memasuki dunia ini untuk melaksanakan kehendak Bapa dan yang dikemukakan-Nya kepada para murid yang mengikuti-Nya, yang diteladan dari lebih dekat oleh status religius dan senantiasa dihadirkan dalam Gereja. Akhirnya status itu juga secara istimewa menampilkan keunggulan Kerajaan Allah melampaui segalanya yang serba duniawi dan menampakkan betapa pentingnya Kerajaan itu. Selain itu juga memperlihatkan kepada semua orang keagungan mahabesar kekuatan Kristus yang meraja dan daya Roh Kudus yang tak terbatas, yang berkarya secara mengagumkan dalam Gereja.

Jadi meskipun status yang terwujudkan dengan pengikraran nasehat-nasehat Injil itu tidak termasuk susunan hirarkis Gereja, namun tidak dapat diceraikan dari kehidupan dan kesucian Gereja.


[138] Lih. ROSWEYDUS, Vitae Patrium (riwayat hidup para Bapa), Antwerpen 1628. Apophtegmata Patrum : PG 65. PALLADIUS, Historia Lausiaca: PG 34,995 dsl.: terb. C. BUTLER, Cambridge 1898 (1904). PIUS XI,
Konstitusi apostolik Umbratilem, 8 Juli 1924: AAS 16 (1924) hlm. 386-387. PIUS XII, Amanat Nous sommes
heureux, 11 April 1958: AAS 50 (1958) hlm. 283.
[139] PAULUS VI, Amanat Magno Gaudio, 23 Mei 1964: AAS 56 (1964) hlm. 566.
[140] Lih. Kitab Hukum Kanonik (Lama), kanon 487 dan 488,4. PIUS XII, Amanat Annus sacer, 8 Desember 1950: AAS 43 (1951) hlm. 27 dsl. PIUS XII, Konstitusi apostolik Provida Mater, 2 Februari 1947: AAS 39 (1947) hlm. 120 dsl.
[141] PAULUS VI, Amanat Magno Gaudio: AAS 56 (1964) hlm. 567.
[142] Lih. S. TOMAS, Summa Theol. I-II, soal 184 art. 3 dan soal 188 art. 2. S. BONAVENTURA, karya-tulis XI,
Pembelaan kaum miskin, bab 3,3: terb. Quaracci, jilid 8, 1898, hlm. 245 a.

Orang Kudus 2 April: St. Teodosia

SANTA TEODOSIA, PERAWAN & MARTIR
Teodosia lahir di Tyre, Phoenicia, bagian Timur Kekaisaran Romawi pada tahun 288. Menurut Eusebius, Sejarawan Gereja (206 – 340?), Teodosia lahir di Kaesarea, dekat Tyre di Palestina, sekitar tahun 306. Riwayat detail tentang dirinya kurang diketahui dengan jelas. Namun Teodosia dikenal sebagai martir. Ia meninggal karena dibunuh. Pembunuhan atas dirinya terjadi tatkala ia sedang menghibur orang-orang Kristen yang dipenjarakan pada masa penganiayaan.

sumber: Iman Katolik

SBY & Partai Demokrat

Sejak terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demorat menggantikan Anas Urbaningrum dalam Kongres Luar Biasa di Bali, 30 – 31 Maret lalu, seakan-akan media massa tidak henti-hentinya memberitakan hal tersebut. Bahkan sampai hari ini (2/4) dua stasiun TV berita masih menyinggung terpilihnya SBY sebagai  Ketum Partai Demokrat. Dan nada pemberitaannya selalu senada: dari mengritik, mencela sampai menyindir.

Terus terang saya memang bukan pendukung SBY dan Demokrat. Jangankan pendukung, simpatisan pun tidak sama sekali. Akan tetapi saya heran dengan nada pemberitaan media massa berkaitan SBY jadi ketua umum. SBY yang menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, koq orang lain yang sibuk. SBY saja tidak memikirkan kita, koq kita sibuk memikirkan dia?

Ada yang mengkritik kalau Pak Beye plin-plan alias tidak tegas. Bukankah selama 8 tahun berkuasa SBY sudah terkenal sebagai orang yang tidak tegas? Kenapa sekarang repot-repot? Seharusnya media massa (termasuk juga para ahli politik) sudah maklum dan tak perlu repot-repot mengurus urusan internal partai orang. Urus saja masalah lain yang berdampak pada kepentingan umum.

Ada juga ahli atau pengamat politik menilai bahwa Pak Beye menjilat ludahnya sendiri, karena dulu beliau pernah berkata/melarang pejabat pemerintahan merangkap ketua partai. Dengan menerima jabatan ketua umum, sepertinya SBY sudah menjilat air liurnya sendiri. Kalau memang air ludahnya enak dan bermanfaat, kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah ada obat mujarab dengan meminum air kencing sendiri? Jadi, tak perlulah mempermasalahkannya. Anggap saja bahwa air liur Pak Beye memang enak dan nikmat sehingga beliau mau dan suka menjilatnya kembali.

Ada pula yang mencela keberadaan Ibas, putera Pak Beye, sebagai Sekjen Partai Demokrat. Hal ini semakin menguatkan peran keluarga yang begitu sentral dalam tubuh demokrat. Kalau pun itu memang merupakan partai keluarga, kenapa rupanya? Kita tak perlu repot mempermasalahkannya. Yang penting sekarang kita tahu bahwa Partai Demokrat itu adalah partai keluarga SBY. Kalau mau masuk ke situ jangan pernah bermimpi untuk menduduki jabatan penting, karena jabatan itu khusus untuk keluarga Pak Beye. Bagi Anda cukuplah menjadi kader.

Tidak sedikit juga orang awam dan pengamat politik yang meragukan berjalannya roda pemerintahan dengan adanya jabatan rangkap ini. Orang yang meragukan hal ini seolah-olah melihat selama ini memang roda pemerintahan kita maju. Seharusnya masalah ini tak perlu direpotkan lagi. Bukankah selama 8 tahun sebagai presiden (tanpa jabatan ketua umum) roda pemerintahan tidak jalan? Tentu kita masih ingat lelucon ini: Pada periode pemerintahan SBY yang pertama, Pak JK (selaku wakil presiden) berusaha injak gas agar roda pemerintahan berjalan, tapi SBY menginjak rem. Dan pada periode kedua, dua-duanya (presiden dan wakilnya) sama-sama injak rem.

Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan? Berhentilah mengusik urusan Partai Demokrat dan Pak Beye. Biarlah masalah ini menjadi catatan kita menjelang PEMILU 2014. Artinya, JANGAN LAGI PERCAYA SAMA PARTAI DEMOKRAT DAN SBY. Atau dengan kata lain, JANGA PILIH PARTAI DEMOKRAT!

Setelah berhenti mengusik Partai Demokrat dan SBY, apa lagi yang harus kita buat? Bekerjalah! Jangan letakkan harapan kesejahteraan hidup kita pada Partai Demokrat. Kesejahteraan hidup ada di tangan kita masing-masing. Karena itu, berjuanglah dan bekerjalah!!!

Masih ada banyak masalah di negeri ini yang perlu diurus ketimbang masalah Partai Demokrat dan SBY. Marilah kita menyibukkan diri pada masalah-masalah negeri ini, seperti korupsi, narkoba, kerusuhan, intoleransi, dll.
Guntung, 2 April
by: adrian