Sabtu, 18 April 2015

Orang Kudus 19 April: St. Tarbula

SANTA TARBULA, PERAWAN & MARTIR
Sekitar tahun 340, Sapor II, Raja Persia, Iran, melancarkan penganiayaan yang kejam terhadap umat kristiani. Simeon, Uskup kota Seleukea, dibunuh dalam aksi penganiayaan ngeri itu. Selang beberapa waktu kemudian permaisuri raja diserang penyakit yang sangat membahayakan. Tarbula, seorang biarawati dan adik Uskup Simeon, dituduh sebagai biang keladi penyakit naas tersebut. Karenanya, ia pun ditangkap.
Terhadap tuduhan yang diarahkan kepadanya, Tarbula dengan tegas menyatakan bahwa ia lebih taat kepada perintah Kristus yang melarang membunuh orang. Tetapi Mereptes, hakim yang mengadilinya, tetap mempertahankan tuduhannya. Katanya, “Sesungguhnya perkara ini sudah jelas dan dapat dimengerti, engkau bermaksud membalas kematian kakakmu dengan menimpakan penyakit berbahaya itu kepada sri ratu.” Dengan tenang Turbula menjawab, “Kakakku yang telah kamu bunuh kini hidup dalam kemuliaan surgawi bersama Kristus Tuhan kami; siksaanmu terhadap dirinya sama sekali tidak mendatangkan malapetaka apa pun atas dirinya.”
Turbula seorang gadis muda yang berparas cantik. Melihat kecantikannya itu, sang hakim secara diam-diam jatuh cinta kepadanya dan bertekad menikahinya. Secara rahasia ia mengabarkan kepada Turbula bahwa ia akan selamat, asal saja ia mau menjadi isterinya. Mendengar hal itu Turbula dengan tegas mengatakan, “Jangan berencana jahat terhadap aku. Aku telah menjadi mempelai Kristus, Tuhanku. Tak akan pernah aku menerima cintamu itu; bagaimanakah mungkin aku memilih kematian yang kekal hanya untuk menyelamatkan nyawaku dan hidupku yang sementara ini?” Keteguhan serta ketegasannya yang sama ini ditunjukkan pula kepada Sapor II, tatkala sang raja sendiri mengajaknya mempersembahkan kurban kepada dewa matahari.
Karena semua daya upaya mereka untuk menyesatkan dia sia-sia saja, maka Turbula bersama-sama dengan dua wanita lainnya dibawa ke panggung penyiksaan, di luar kota. Di sanalah mereka dibunuh oleh kaki tangan raja.
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 19 April:

Renungan Hari Minggu Paskah III - B

Renungan Hari Minggu Paskah III, Thn B/I
Bac I  Kis 3: 13 – 15, 17 – 19; Bac II             1Yoh 2: 1 – 5a;
Injil    Luk 24: 35 – 48;

Tema utama bacaan-bacaan liturgi hari ini adalah tentang pertobatan. Injil hari ini menceritakan tentang penampakan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya setelah Ia menampakan diri kepada dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus. Dalam penampakan itu Tuhan Yesus bukan saja membuktikan bahwa diri-Nya sungguh telah bangkit, melainkan juga menjelaskan makna kematian dan kebangkitan-Nya. Tuhan Yesus menegaskan bahwa semuanya itu sudah tertulis dalam Kitab Suci. Dengan penjelasan ini Tuhan Yesus menghendaki agar para murid menjadi saksi tentang Dia dan mengajak orang untuk bertobat.

Tuntutan menjadi saksi tentang Yesus Kristus dan pertobatan terlihat jelas dalam bacaan pertama dan kedua. Bacaan pertama menampilkan kesaksian Petrus kepada orang banyak di Serambi Salomo setelah menyembuhkan orang lumpuh. Petrus menjelaskan tentang makna penderitaan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Dan sebagaimana yang diminta oleh Sang Guru, Petrus pun mengajak orang banyak itu untuk bertobat. “Karena itu, sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan.” (ay. 19).

Senada dengan pesan Petrus di atas, dalam bacaan kedua hari, Yohanes juga sedikit menjelaskan makna kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Bagi Yohanes, berkat kematian dan kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus menjadi pendamaian untuk segala dosa umat manusia. Bukan lantas berarti bahwa manusia tidak memerlukan lagi pertobatan karena sudah ditebus. Dalam suratnya yang pertama, Yohanes mengajak pembacanya untuk bertobat. Yohanes meminta mereka supaya tidak berdosa lagi.

Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan dua hal kepada kita. Pertama, Tuhan menghendaki kita untuk bertobat dan tidak berbuat dosa lagi. Memang kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus lewat kematian dan kebangkitan-Nya. Namun kita tetap diharapkan untuk senantiasa menjaga rahmat penebusan itu dengan tidak jatuh ke dalam dosa lagi. Seandainya, karena kelemahan daging kita membuat kita jatuh, kita diajak untuk bertobat. Merayakan paskah kebangkitan Kristus berarti kita menjadi manusia baru. Kita tanggalkan kemanusiaan lama kita. Kedua, sabda Tuhan Yesus, “Kamu adalah saksi dari semuanya ini.” Tidak hanya ditujukan kepada para rasul pada wkatu dulu, melainkan juga ditujukan kepada kita dewasa ini. Tuhan menghendaki agar kita menjadi saksi-Nya, agar warta tentang pertobatan dan pengampunan dosa sampai ke seluruh dunia.


by: adrian

Orang Kudus 18 April: St. Maria dr Inkarnasi

BEATA MARIA DARI INKARNASI, PENGAKU IMAN
Nama sebenarnya adalah Barbe. Kepribadian dan cara hidupnya membuktikan dengan jelas bahwa kesempurnaan hidup serani bisa juga dicapai oleh orang beriman di luar biara. Ibu keluarga ini sungguh saleh hidupnya dan kokoh imannya meskipun mengalami berbagai cobaan hidup yang berat.
Dalam usia 17 tahun Barbe menikah dengan Petrus Acarie, seorang pengacara terkenal. Perkawinan mereka diberkati Tuhan dengan enam orang anak. Dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu diberi pendidikan yang baik serta diberi kesempatan cukup untuk bermain-main dan bersenang-senang. Namun kebahagiaan yang meliputi keluarga ini berangsur-angsur sirna oleh bayang-bayang salib penderitaan.
Salib pertama menimpa tatkala suaminya, Petrus Acarie, dibuang ke luar negeri oleh Raja Hendry IV, dan harta miliknya disita. Sebagai seorang yang beriman teguh, Barbe tak goyah iman kepercayaannya kepada Tuhan. Ia sungguh-sungguh yakin bahwa suaminya tidak bersalah; oleh karena itu, ia mengajukan perkara suaminya ke pengadilan. Hasil yang diperolehnya memuaskan: suaminya dibebaskan dan diizinkan kembali ke tanah airnya.
Sementara itu ibu saleh ini gembira sekali melihat bahwa semua anaknya diberkati oleh Allah dengan iman yang kokoh, dan dipanggil untuk menjalani hidup bakti kepada Tuhan di dalam biara, meskipun ia tidak pernah mendesak mereka ke jalan itu. Katanya, “Saya hanya mengajarkan anak-anakku untuk selalu melaksanakan kehendak Tuhan. Panggilan Tuhan atas mereka itu semata-mata berasal dari Tuhan.”
Barbe banyak kali mengalami percobaan. Pernah ia jatuh dari punggung kuda sehingga tulang pahanya patah. Ia terpaksa dibedah. Tentulah ia sangat menderita, karena teknik perbedahan pada masa itu masih sangat kuno, tanpa memakai alat pembius. Meskipun begitu, Barbe menahannya dengan sabar tanpa mengeluh.
Pada tahun 1613 suaminya terkasih meninggal dunia. Tak lama berselang, Barbe memutuskan masuk biara. Ia kemudian masuk biara Karmelit sebagai suster aktif, dan mendapat nama baru: Maria dari Inkarnasi. Ia menerima tugas menjadi ibu dapur untuk rekan-rekannya.
Beata Maria dari Inkarnasi adalah seorang isteri yang setia, tabah dalam semua kesulitan rumah tangga, penuh cinta kasih. Ia seorang ibu Kristen yang sejati. Pengalaman-pengalaman pahitnya sama sekali tidak mengurangi semangat kerja dan pelayanannya kepada sesama. Meskipun hidup di dunia ramai, namun ia banyak dianugerahi rahmat mistik yang tinggi. Satu-satunya tujuan hidupnya ialah “Kemuliaan Allah dan kesejahteraan sesamanya.” Katanya, “Dalam melakukan apa saja, arahkan dan pusatkanlah pandanganmu kepada Allah, serta siap-sedialah menolong sesamamu tanpa mengecualikan siapapun juga.” Maria dari Ikarnasi meninggal dunia pada tahun 1618
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 18 April:

Renungan Hari Sabtu Paskah II - B

Renungan Hari Sabtu Paskah II, Thn B/I
Bac I    Kis 6: 1 – 7; Injil                    Yoh 6: 16 – 21;

Hari ini Injil menceritakan kisah Tuhan Yesus berjalan di atas air. Dikisahkan bahwa suatu malam para rasul menyeberang ke Kapernaum. Tuhan Yesus tidak ada bersama mereka. Di tengah danau perahu mereka dihantam badai. Dalam keadaan itu, gelap dan badai, Tuhan Yesus datang dengan berjalan di atas air. Namun mereka tidak mengenal Dia, mungkin karena ketakutan yang melanda akibat malam gelap dan badai. Gelap selalu dikonotasikan dengan dunia jahat atau hantu. Karena itu, kedatangan Tuhan Yesus pun menambah ketakutan, karena dikira hantu. Pesan pertama Tuhan Yesus kepada mereka adalah, “Jangan takut!” Dan ketika mereka menerima Tuhan Yesus ke dalam perahu, hidup mereka pun menjadi tenang.

Gambaran serupa juga terlihat dalam Kitab Kisah Para Rasul, yang menjadi bacaan pertama hari ini. Penulis kitab ini menceritakan kekacauan hidup para murid-murid Tuhan Yesus. Dalam refleksinya, para rasul menilai bahwa kekacauan tersebut disebabkan karena mereka melalaikan Tuhan, yang adalah Kitab Suci dan Ekaristi. Dengan kata lain, Tuhan tidak “dimasukkan” ke dalam kehidupan mereka. Hal ini membuat sebagian orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri dan tak peduli akan orang lain. Karena itulah, para rasul mengajak mereka untuk mempersilahkan Tuhan Yesus masuk ke dalam kehidupan mereka.

Tak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan kita, badai persoalan hidup sering melanda. Setiap orang, baik sebagai pribadi maupun kelompok, seperti keluarga, selalu menghadapi masalah hidup. Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa terkadang masalah itu muncul karena kita tidak melibatkan Tuhan dalam kehidupan kita. Tak jarang kita hanya sibuk dengan urusan kita sendiri atau hanya mengandalkan kekuatan dan kemampuan pribadi. Kita suka melupakan Tuhan dan mengeluarkan Dia dari kehidupan kita. Melalui sabda-Nya ini, Tuhan menghendaki kita supaya senantiasa melibatkan Tuhan dalam setiap gerak kehidupan kita. Hendaklah kita mempersilahkan Tuhan masuk ke dalam hidup kita, dan biarkanlah Dia memimpin kita.


by: adrian