Senin, 04 Februari 2013

(Inspirasi Hidup) Orang Besar Tidak Gosip

ORANG BESAR TIDAK BERGOSIP
Ada pepatah dari negeri Matador berbunyi, "Siapapun yang bergosip padamu, akan bergosip tentang dirimu." Ini sepertinya sudah menjadi hukum alam, yaitu teori gema. Jika kita berada di sebuah lembah dengan tebing-tebing tinggi menjulang, maka kalau kita teriakan caci maki, maka caci makilah yang akan kita terima; namun bila teriakan cinta kasih, maka cinta kasihlah yang akan kita terima.

Anda pasti pernah mendengar pepatah tadi atau prinsip gema di atas.  Ada fenomena seperti ini: orang besar senang berbicara tentang ide-ide, sementara orang biasa-biasa suka berbicara tentang diri mereka sendiri dan orang kecil suka berbicara tentang orang lain. Akhirnya, orang besarlah yang selalu maju dan berkembang.

Apa yang dilakukan oleh orang kecil tadi dikenal dengan istilah gosip. Karena itu, gosip membuat orang menjadi kecil. Tidak ada sesuatu yang bisa ditawarkan  dalam gosip. Gosip hanya mengurangi kredibilitas orang yang berbicara dan yang dibicarakan serta bisa menghancurkan orang yang mendengarkan.

Karena itu, berhenti menyebarkan gosip dan menjadi penerima gosip. Berusahalah untuk memutuskan mata rantai gosip. Jika Anda menghentikan gosip yang diteruskan hanya sampai pada Anda, maka Anda akan memperbaiki kehidupan orang lain dan diri Anda lebih baik lagi. Harap diingat baik-baik bahwa orang yang menceritakan gosip pada kita, biasanya akan menggosipkan kita juga.

Orang yang memiliki integritas tidak suka mengumbar omongan tentang orang lain di belakangnya. Jika memiliki masalah dengan seseorang, ia lebih baik mendatangi orang tersebut dan membicarakan masalahnya, tidak pernah melalui orang ketiga. Mereka juga akan memuji orang secara terbuka dan mengkritik orang secara pribadi.

Jika Anda adalah orang besar, berhentilah membicarakan orang lain dan mari membicarakan ide-ide besar yang bisa mengubah dunia!

by: adrian, dari email Anne Ahira
Baca juga refleksi lainnya:

Orang Kudus 4 Februari: St. Yohanes de Brito

SANTO YOHANES DE BRITTO, MARTIR
Yohanes de Britto adalah anak seorang perira tinggi. Ketika masih kanak-kanak, ia bersahabat baik dengan Don Pedro, yang kemudian menjadi Raja Portugal. Ketika menanjak remaja, ia tidak suka bergaul dengan kawan-kawannya yang lebih tertarik pada gaya hidup istana yang serba gemerlap.

Suatu ketika ia jatuh sakit, tetapi segera sembuh lagi berkat doa ibunya dengan perantaraan Santo Fransiskus Xaverius. Mulai sejak itu ibunya mempersembahkan dia kepada Santo Fransiskus Xaverius dengan devosi yang tetap. Devosi ini menumbuhkan dalam dirinya minat untuk mengikuti jejak Fransiskus Xaverius. Ia bercita-cita menjadi seorang misionaris seperti halnya Fransiskus Xaverius.

Pada hari raya Natal tahun 1662, ia masuk novisiat Serikat Yesus di Lisbon. Di hadapan Kanak-kanak Yesus yang terbaring di kandang natal biaranya, ia berdoa dan memohon kiranya ia diutus ke Jepang sebagai misionaris. Pada waktu itu Jepang sudah menjadi sebuah wilayah misi di Asia. Tetapi Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Oleh pimpinannya, ia ditempatkan sebagai misionaris di India, sebuah wilayah misi yang sangat sulit. Ketika mendengar berita itu ibunya segera menghubungi Duta Paus dan pembesar lainnya untuk membatalkan kembali keputusan atas diri anaknya. Bagi dia, penempatan itu sangat berbahaya bagi anaknya.

Tetapi Yohanes dengan tenang menjelaskan segala sesuatu kepada ibunya. “Tuhanlah yang memanggil aku. Aku tak mampu berbuat sesuatu selain menerima keputusan itu dengan iman sambil menyerahkan diri pada kebaikan Allah. Tidak mendengarkan panggilan Allah sama saja dengan membangkitkan amarah Tuhan atas kita. Dengan nama Tuhan aku bersedia berangkat ke India untuk mewartakan Injil Kristus,” demikian katanya kepada ibunya. Karena keteguhan imannya akan rencana Allah, ia sanggup mengatasi segala rintangan yang menghadang. Ibunya sendiri akhirnya merelakan dia pergi ke India demi Injil Yesus Kristus.

Wilayah misi India masa itu masih sangat rawan. Yohanes dengan penuh semangat berkarya demi penyebaran Injil Kristus selama 20 tahun di tengah-tengah aneka rintangan dan hadangan, penderitaan dan kekurangan. Keberhasilannya mempertobatkan orang-orang India membawa dia kepada kematian yang mengerikan. Ia ditangkap, dianiaya dan dipenjarakan, kemudian mati dipenggal kepalanya pada tanggal 4 Februari 1693

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa IV-C

Renungan Hari Senin Biasa IV, Thn C/I
Bac I : Ibr 11: 32 – 40; Injil       : Mrk 5: 1 – 20

Bacaan Injil hari ini mengisahkan penyembuhan orang yang kerasukan roh jahat di Gerasa. Roh jahat itu berhasil diusir keluar dan berpindah ke sekumpulan babi. Akhirnya kawanan babi itu terjun "ke dalam danau dan mati lemas di dalamnya." (ay. 13).

Yang menarik untuk direnungkan adalah sikap para peternak dan orang-orang di kota itu. "Mereka datang kepada Yesus dan melihat orang yang kerasukan itu duduk, sudah berpakaian dan sudah waras." (ay. 15). Mereka ini dihadapkan pada dua pilihan: orang yang sudah waras atau babi yang tewas. Nilai pilihannya adalah nilai kemanusiaan atau nilai ekonomi. Jika mereka memilih nilai kemanusiaan, maka mereka menerima Yesus, yang berada di balik semua peristiwa itu. Jika mereka memilih nilai ekonomi, maka mereka menolak Yesus.

Akhirnya orang-orang ini memilih nilai ekonomi. "Mereka mendesak Yesus supaya Ia meninggalkan daerah mereka." (ay. 17). Ternyata nilai ekonomi lebih berharga daripada nilai kemanusiaan.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita agar tidak seperti orang-orang Gerasa. Kita harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Janganlah nilai kemanusiaan ini dikalahkan oleh nilai-nilai lainnya. Ajaran Tuhan ini sejalan dengan apa yang ditekankan oleh penulis Surat Kepada Orang Ibrani dalam bacaan pertama tadi. Iman mengalahkan segala-galanya. Iman yang teguh membuat banyak orang tidak takut menghadapi siksaan, ejekan, deraan, belenggu atau penjara, "sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita." (ay. 40).

by: adrian