Kamis, 16 Januari 2014

(Sharing Hidup) Liburan ke Wonosari

JALAN-JALAN KE WONOSARI
Tanggal 24 Desember 2013 pagi, sekitar pukul 05.50, saya tiba di Yogya, tepatnya di Jombor. Ternyata tempat itu masih jauh dari kontrakan Poldo dan Yudhi. Dengan menyewa ojek, aku menuju ke Kledokan. Untung waktu itu tidak hujan, sehingga jalanan tidak becek. Setelah memberi Rp 35.000 untuk jasa ojek, saya memasuki kontrakan Poldo.

Di kontrakan, saya disambut dengan hidangan sarapan pagi istimewa: saksang dan kopi. Setelah sarapan dan bincang-bincang sejenak, saya memilih untuk tidur. Maklum, sepanjang malam di bus Maju Lancar saya tak dapat nyaman tidur dan lagi nanti malam hendak merayakan misa kudus Malam Natal. Kebetulan waktu itu Yogya lagi diselimuti udara dingin, membuat saya langsung terlelap. Saya terbangun pukul 15 lebih.

Tanggal 27 Desember Ibu Sulastri, yang juga berlibur di Yogya, menelpon saya. Ia menginformasikan bahwa besok rombongannya (mbah, Dita dan Tika) bersama keluarga adiknya akan jalan-jalan ke Wonosari. Ia menawarkan kalau saya mau ikut. Kebetulan salah satu agenda wisata saya adalah Wonosari, yaitu air terjun Sri Gethuk. Karena itu, saya langsung menyatakan ikut.

Tanggal 28, jam 05.15, saya menunggu jemputan di depan kampus Atma Jaya. Sekitar 10 menit kemudian, rombongan Ibu Sulastri datang dengan Avanza. Mobil penuh dengan penumpang: rombongan Ibu Sulastri ada 4, keluarga adiknya juga ada 4 tambah saya dan keponakan Ibu Sulastri, Mbak Rara. Total semua ada 10 orang. Segera kami melaju menuju Wonosari.

Memasuki Kabupaten Gudung Kidul hingga perhentian kami pertama, Pantai Kukup, saya sungguh dibuat tercengang dengan indahnya pemandangan. Satu hal yang membuat saya kagum adalah berubahnya persepsi saya selama ini. Dari dulu, sejak SMA hingga saat ini (sebelum menginjakkan kaki di wilayah Gunung Kidul), gambaran saya tentang Gunung Kidul adalah negatif: kering, tandus dan terbelakang. Karena gambaran itu, Gunung Kidul identik dengan daerah termiskin. Akan tetapi persepsi itu segera berubah total. Sepanjang jalan, sama sekali saya tidak melihat adanya daerah kering dan tandus. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah pemandangan hijau pepohonan.

Tempat wisata pertama yang kami kunjungi adalah Pantai Kukup. Di sini rombongan mengisi perut, karena banyak yang belum sarapan pagi. Sementara yang lain menikmati sarapannya, saya bersama Andre dan Ambro berjalan menuju pantai. Di pantai ini ada banyak batu karang. Karena itu, tidak cocok untuk berenang. Di sini selain menyajikan eksotisme pantai, juga ada kegiatan menangkap ikan.

Saya melihat ada banyak anak-anak dan juga beberapa orang dewasa asyik menangkap ikan. Bukan ikan besar, melainkan ikan kecil untuk hiasan. Ada yang menggunakan serokan kecil yang dapat dibeli di warung-warung dekat pantai, ada juga yang menggunakan gelas bekas minuman mineral. Andre dan Ambro juga menggunakan alat itu.

Awalnya saya bersikap sinis terhadap mereka. Mana mungkin menangkap ikan kecil yang lincah itu hanya menggunakan gelas bekas minuman mineral? Saya melihat kedua saudara itu asyik dan tekun mencari dan menguber-uber ikan. Saya memilih untuk berjalan menikmati daerah itu. Sekitar 10 menit kemudian saya kembali kepada mereka. Kali ini Dita sudah bersama mereka. Saya iseng bertanya apakah mereka sudah dapat. Dengan bangga Andre menjawab bahwa mereka sudah dapat dua ekor ikan. Mereka menunjukkan buktinya di pantai, tempat kami meletakkan sendal. Di sana sudah duduk Mbah.

Saya tercengang! Mereka tidak main-main. Ada dua ekor ikan kecil. Ternyata orang lain juga mendapatkan incaran mereka. Saya coba merenung: bagaimana mungkin mereka bisa mendapatkan ikan kecil nan lincah itu? Akhirnya saya menemukan jawaban: KETEKUNAN dan KESABARAN. Jika kita tekun dan sabar, maka kita akan bisa menemukan apa yang kita impikan. Keberhasilan merupakan buah dari ketekunan dan kesabaran.

Tak lama kemudian rombongan Ibu Sulastri datang ke pantai. Setelah puas menikmati pantai, kami berangkat menuju Pantai Indrayanti. Di sini pantainya berpasir sehingga cocok untuk mandi-mandi. Hanya ombaknya lumayan besar. Maklum, masih satu barisan dengan Pantai Parangtritis, pantai Laut Selatan. Keluarga adiknya Ibu Sulastri menikmati pantai dengan berenang di tepian, sementara kami hanya menikmati keramaian dan beberapa jajanan kecil.

Dari Pantai Indrayanti, kami menuju Goa Maria Tritis. Di daerah parkiran kendaraan, ada banyak warung yang menjual benda-benda rohani. Ada juga yang menawarkan jasa payung. Sebelum mencapai goa, kami harus berjalan sejauh kira-kira 7 menit. Goa Maria ini merupaan goa alam. Cukup luas sehingga di dalam goa itu sendiri dapat menampung rombongan sebanyak sekitar 100 orang.

Setelah berdoa dan berfoto ria, kami menuju obyek wisata yang merupakan target saya: Air Terjun Sri Gethuk. Namun sebelum menuju lokasi itu, kami mencari warung makan untuk mengisi perut yang mulai keroncongan.

Sesudah menikmati masakan Padang, kami pun segera meluncur ke lokasi air terjun Sri Gethuk. Sebelum menuju ke air terjun, kami mencoba menikmati Goa Rancang Kencono. Jarak goa dan air terjun tidaklah terlalu jauh. Hanya sekitar 1 km saja.

Goa Rancang Kencono berada di bawah naungan pohon Klimpit besar. Goa ini, pada masa dulu, sering digunakan orang untuk bersemedi. Goa Rancang Kencono memiliki dua ruangan. Bagian pertama yang cukup luas disebut dengan istilah ruang pendopo. Di sini biasa digunakan untuk pertemuan, diskusi, dll. Bagian kedua, yang lebih sempit dari ruang pertama (sekitar 3 x 3 meter), disebut ruang semedi. Ruangan ini, sesuai dengan namanya, dipakai untuk bersemedi. Di dalam ini cukup lembab. Antara ruang pendopo dan ruang semedi dihubungi “pintu” kecil. Kalau kita mau masuk, maka kita harus merunduk.

Dari lokasi ini kami menuju ke air terjun. Sampai di parkiran kami berjalan menuju lokasi. Mbah dan mbak Rara menunggu di parkiran. Untuk menuju lokasi air terjun, dapat ditempuh dengan dua cara: jalan kaki dan naik kapal. Kami memilih naik kapal. Di lokasi air terjun sudah banyak orang. Ada yang mandi, ada juga yang hanya sekedar melihat-lihat.

Jarum jam sudah dekat menunjuk angka 3. Kami pun beranjak dari lokasi. Tujuannya pulang. Namun sebelum kembali ke Yogya, kami menikmati pemandangan alam di Bukit Bintang. Dari sini kita dapat melihat Gunung Merapi dan kota Yogyakarta. Di sini kami menikmati kelapa dan jagung bakar.
 
Pukul 19 lewat saya sampai di kontrakan. Setelah mandi, saya langsung baring dan tidur.
Bandung, 12 Januari 2014
by: adrian

Orang Kudus 16 Januari: St. Marsellus I

SANTO MARSELLUS I, PAUS & MARTIR
Marsellus menjadi Paus pada tahun 308-309. Ia ditetapkan oleh Gereja sebagai Martir. Tempat dan hari kelahirannya serta kisah masa mudanya tidak diketahui dengan pasti. Meskipun demikian ia dikenal sebagai seorang imam dalam masa kepausan Santo Marselinus I (296-304).

Kisah tentang dirinya dihubungkan dengan peristiwa penganiyaan dan pembunuhan atas diri Paus (Santo) Marselinus I. Kematian Marselinus mengakibatkan kekosongan kepemimpinan Gereja di Tahkta Suci selama beberapa saat. Gereja pada masa itu mengalami kegoncangan besar karena usaha penganiyaan orang-rang Kristen oleh Kaisar Diokletianus (284-305). Tiga tahun setelah kematian Diokletianus yaitu tahun 308, terpilihlah seorang Paus baru, yaitu Marsellus.

Kepemimpinan Marsellus berlangsung di tengah situasi Gereja yang kacau balau. Pelayanan iman dan pewarta sabda tidak berjalan. Umat tercerai berai tanpa bimbingan seorang gembala. Marsellus berkewajiban mengatur kembali administrasi Gereja dan mengatasi semua masalah Gereja. Tindakan pertama yang dilakukan adalah membagi Gereja ke dalam wilayah-ilayah pelayanan (paroki) di bawah pimpinan seorang imam. Para imam bertugas mengajar umat, terutama para katekumen; melayani sakramen Pengakuan; mendoakan dan turut menguburkan jenazah orang-orang Kristen yang meninggal; dan bersama umat merayakan upacara untuk mengenang para martir. Marsellus pun membangun sebuah kuburan baru untuk orang-orang Kristen di Jalan Salaria, Roma.

Usaha-usaha Marsellus untuk mengatur kembali Gereja terhambat oleh perbedaan pendapat tentang masalah orang-orang Kristen yang mutrad ketika adanya penganiyaan. Mereka ingin kembali menjadi Kristen lagi tanpa menjalani kewajiban bertobat. Marsellus bertindak tegas dengan menuntut agar orang-orang itu terlebih dahulu harus bertobat, dan mangakui kesalahannya serta menjalankan penitensi yang berat. Hal ini ditentang oleh banyak orang hingga memuncak menjadi suatu peristiwa berdarah. Karena peristiwa ini, Kaisar Maxentius (306-312), menangkap dan mengasingkan Marsellus ke luar Roma. Ia meninggal di pengasingan itu. 

Ada banyak cerita yang beredar tentang akhir hidup Marsellus. Salah satu cerita adalah bahwa Kaisar Maxentius yang tidak setuju dengan usaha-usaha Marsellus, menghukumnya dengan menjalankan kerja paksa: membersihkan kandang-kandang ternak Kaisar. Tetapi dengan bantuan umat, Marsellus dapat meloloskan diri dari tempat siksaan itu dan berlindung di dalam rumah seorang keluarga bangsawan di kota. Namun kemudian tempat persembunyian ini diketahui oleh kaki tangan Kaisar Maxentius. Marsellus kemudian ditangkap dan dibunuh dengan sangat keji.

Renungan Hari Kamis Biasa I - Thn II

Renungan Hari Kamis Biasa I, Thn A/II
Bac I   : 1Sam 4: 1 – 11; Injil        : Mrk 1: 40 – 45

Bacaan pertama hari ini mengisahkan kekalahan bangsa Israel dari orang Filistin. Setelah kekalahan pertama, mereka mengambil inisiatip untuk membawa Tabut Perjanjian Allah ke medan pertempuran. Harapannya adalah kemenangan, karena mereka yakin Allah akan berperang bersama mereka. Namun, harapan itu tak terwujud. Mereka kembali menelan kekalahan. Bahkan Tabut Perjanjian Allah dirampas oleh orang Filistin. Hal ini benar-benar menjadi aib bagi bangsa Israel.

Dalam Injil dikisahkan tentang Yesus yang menyembuhkan orang kusta. Setelah menyembuhkan orang itu, Yesus meminta orang itu untuk tidak bercerita kepada siapapun tentang mujizat yang terjadi, pergi memperlihatkan diri kepada imam dan memberikan persembahan (ay. 44). Itulah harapan Yesus. Akan tetapi orang kusta yang telah sembuh itu tidak memenuhi harapan Yesus.

Setiap orang tentu mempunyai harapan. Dan tentulah masing-masing orang menginginkan agar harapannya terwujud. Untuk itu orang selalu berjuang demi terwujudnya harapan itu. Namun sering juga kita dengar bahwa harapan itu meleset atau sama sekali tak terwujud. Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa tak selamanya harapan itu akan terwujud. Untuk itu, kita diminta untuk bersikap seperti Yesus, yang tidak marah atau pun kecewa karena harapan-Nya tak dipenuhi orang yang disembuhkan-Nya.

by: adrian