Rabu, 26 September 2012

Tentang Penghargaan

PENTINGNYA SEBUAH PENGHARGAAN
Seorang penjual daging sedang mengamati suasana sekitar tokonya. Ia sangat terkejut melihat seekor anjing datang di samping tokonya. Ia mengusir anjing itu, tetapi anjing itu datang lagi.

Maka, ia menghampiri anjing itu dan melihat ada suatu catatan di mulut anjing itu. Ia mengambil catatan itu dan membacanya, "Tolong sediakan 12 sosis dan satu kaki domba. Uangnya ada di kalung anjing ini."

Si penjual daging melihat ke kalung anjing itu dan ternyata ada uang sebesar 10 dollar di sana. Segera ia mengambil uang itu, kemudian ia memasukkan sosis dan kaki domba ke dalam kantung plastik dan diletakkan kembali di mulut anjing itu. Si penjual daging sangat terkesan. Kebetulan saat itu adalah waktu tutup tokonya, ia menutup tokonya dan berjalan mengikuti si anjing.

Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan dan sampai ke tempat penyeberangan jalan. Anjing itu meletakkan kantung plastiknya, melompat dan menekan tombol penyeberangan, kemudian menunggu dengan sabar dengan kantung plastik di mulut, sambil menunggu lampu penyeberang berwarna hijau. Setelah lampu menjadi hijau, ia menyeberang sementara si penjual daging mengikutinya.

Anjing itu kemudian sampai ke perhentian bus, dan mulai melihat "Papan informasi jam perjalanan ".

Si penjual daging terkagum-kagum melihatnya. Si anjing melihat "Papan informasi jam perjalanan" dan kemudian duduk di salah satu bangku yang disediakan. Sebuah bus datang, si anjing menghampirinya dan melihat nomor bus dan kemudian kembali ke tempat duduknya.

Bus lain datang. Sekali lagi bus lainnya datang. Sekali lagi si anjing menghampiri dan melihat nomor busnya. Setelah melihat bahwa bus tersebut adalah bus yang benar, si anjing naik. Si penjual daging, dengan kekagumannya mengikuti anjing itu dan naik ke bus tersebut.

Bus berjalan meninggalkan kota, menuju ke pinggiran kota. Si anjing melihat pemandangan sekitar. Akhirnya ia bangun dan bergerak ke depan bus, ia berdiri dengan 2 kakinya dan menekan tombol agar bus berhenti. Kemudian ia keluar, kantung plastik masih tergantung di mulutnya.

Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan sambil dikuti si penjual daging. Si anjing berhenti pada suatu rumah, ia berjalan menyusuri jalan kecil dan meletakkan kantung plastik pada salah satu anak tangga.

Kemudian, ia mundur, berlari dan membenturkan dirinya ke pintu. Ia mundur, dan kembali membenturkan dirinya ke pintu rumah itu. Tidak ada jawaban dari dalam rumah, jadi si anjing kembali melalui jalan kecil, melompati tembok kecil dan berjalan sepanjang batas kebun tersebut. Ia menghampiri jendela dan membenturkan kepalanya beberapa kali, berjalan mundur, melompat balik dan menunggu di pintu.

Si penjual daging melihat seorang pria tinggi besar membuka pintu dan mulai menyiksa anjing tersebut, menendangnya, memukulinya, serta menyumpahinya.

Si penjual daging berlari untuk menghentikan pria tersebut, "Apa yang kau lakukan..? Anjing ini adalah anjing yg jenius. Ia bisa masuk televisi untuk kejeniusannya."

Pria itu menjawab, "Kau katakan anjing ini pintar ...? Dalam minggu ini sudah dua kali anjing bodoh ini lupa membawa kuncinya ..!

Mungkin hal serupa pernah terjadi dalam kehidupan Anda. Sesuatu yang bagi Anda kurang memuaskan, mungkin adalah sesuatu yang sangat luar biasa bagi orang lain.

Yang membedakan hanyalah seberapa besar penghargaan kita. Pemilik anjing tidak menghargai kemampuan si anjing dan hanya terfokus pada kesalahannya semata, sehingga menganggapnya anjing yang bodoh. Sebaliknya, sang pemilik toko menganggap anjing tersebut luar biasa pintarnya karena mampu berbelanja sendirian.

Mungkin kita tidak pernah menyadari bahwa setiap harinya kita menghadapi pilihan yang sama. Kita punya dua pilihan dalam menghadapi hidup ini, apakah hendak mengeluh atas berbagai hal yang kurang memuaskan, atau bersyukur atas berbagai karunia yang telah kita terima.

Semuanya terpulang pada diri kita sendiri.

editor: adrian

Renungan Hari Rabu Biasa XXV - Thn II

Renungan Hari Rabu Pekan Biasa XXV B/II
Bac I  Ams 30: 5 – 9; Injil       Luk 9: 1 – 6

Injil hari ini mengisahkan Yesus mengutus para rasul-Nya untuk pergi mewartakan Injil Kerajaan Allah. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa para rasul turut ambil bagian dalam tugas Yesus. Mungkin Yesus sadar waktu-Nya di dunia tidak lama. Dia membutuhkan orang lain. Artinya, untuk mewujudkan misi-Nya, Allah tetap membutuhkan manusia. Mewujudkan kehendak-Nya dibutuhkan kerja sama Allah dan manusia.

Ada banyak hal yang dapat direnungkan dari kisah tersebut. Namun kali ini kita akan merenungkan perintah Yesus yang berisi larangan. Yesus berpesan, "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju." (ay. 3). Apa makna pernyataan Yesus ini? Mengapa Dia melarang?

Pernyataan Yesus itu dapat dimengerti sebagai ajakan kepada para rasul untuk fokus kepada tugas perutusan. Yesus menghendaki supaya para rasul-Nya tidak terlalu disibukkan dengan urusan-urusan bekal, uang dan pakaian. Ketiga hal ini bisa menjadi simbol kenyamanan, keamanan dan kenikmatan. Dengan tidak terlalu sibuk dengan hal-hal tersebut mereka bisa berkonsentrasi pada tugasnya. Inilah makna larangan Yesus.

Larangan Yesus ini dapat membangun sikap syukur pada para rasul. Sikap inilah yang mau ditekankan penulis kitab Amsal dalam bacaan pertama. Kepada para pembacanya penulis berkata, "Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku." (Ams 30: 8b).

Apa pesan Tuhan kepada kita lewat sabda-Nya ini?

Kita disadarkan bahwa Tuhan masih membutuhkan kita untuk mewujudkan misi-Nya, yaitu menghadirkan Kerajaan Allah di bumi ini. Tugas ini tidak hanya menjadi tugas para imam, biarawan dan biarawati, melainkan tugas kita bersama. Dalam melaksanakan tugas inilah kita diajak untuk fokus pada tugas tersebut dan menyingkirkan segala bentuk kenyamanan, keamanan dan kenikmatan duniawi. Untuk itu Tuhan menghendaki agar kita perlu membangun sikap syukur atas hidup ini.

by: adrian

Orang Kudus 26 September: St. Kosmas & Damianus


SANTO KOSMAS & DAMIANUS, MARTIR
Kedua kakak beradik ini berkebangsaan Arabia. Nama mereka tertera pada alat-alat kedokteran, tetapi sedikit saja kisah yang dapat kita peroleh tentang mereka. Konon mereka dibesarkan oleh ibunya yang sudah janda sejak masa kecilnya. Dengan kasih sayang yang besar dan kerja keras, ibunya mendidik dan menyekolahkan mereka di Syria hingga berhasil menjadi dokter. Setelah menyelesaikan studinya di Syria, mereka bekerja sebagai dokter di Sisilia, Asia Kecil. Sebagai orang beriman, cinta kasih sungguh-sungguh mewarnai hidup mereka. Mereka mengabdikan seluruh kepandaian dan ilmu mereka guna menolong orang-orang sakit tanpa memungut bayaran. Semua orang menyanjung dan menghormati mereka sebagai orang Kristen yang benar-benar menghayati ajaran Kristus. Dalam karyanya mereka juga turut mewartakan Injil Kristus kepada orang-orang sekitar.

Dalam bahasa Yunani kedua kakak beradik ini dijuluki "Anarguroi" yang berarti "orang yang tidak menghiraukan uang." Julukan ini tepat karena pengabdian mereka sebagai dokter tanpa memungut biaya (uang) dari para pasiennya. Sering sekali mereka menyembuhkan orang sakit bukan karena keahliannya tetapi karena imannya akan Kristus dan perhatiannya yang besar pada kesembuhan orang-orang sakit. Karena perbuatan cinta kasih mereka itu, mereka ditangkap dan dipenjarakan oleh prefek Lysias, dan dipaksa menyembah dewa-dewi kafir. Namun mereka tidak gentar sedikit pun menghadapi segala siksaan itu. Kepada Lysias mereka menegaskan bahwa agama Kristen sangat penting untuk keselamatan yang kekal. Setiap siksaan yang dikenakan pada mereka tidak mempan mematahkan iman mereka. Tuhan ada dipihak mereka. Akhirnya prefek itu memutuskan untuk memenggal saja kepala mereka untuk menghabisi nyawa mereka. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 27 September 303 pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus yang kejam itu.

Kisah lain mengungkapkan peristiwa pembunuhan mereka secara mendetail. Keduanya disalibkan dan dilempari batu serta dipanah. Tetapi batu-batu itu memental dan mengenai para pelempar itu sendiri. Demikian juga para pemanah terkena sendiri panah yang mereka tembakkan. Sesudah kematian mereka, banyak terjadi mukjizat penyembuhan. Di antara orang-orang besar yang disembuhkan ialah Raja Yustianus I. Oleh karena itu raja mendirikan sebuah gereja besar di Konstantinopel untuk menghormati mereka. Paus Felix IV (526 - 530) mendirikan sebuah gereja lagi bagi mereka di Roma. Nama merea dimasukkan dalam doa syukur agung misa. Para dokter menghormati mereka dan menjadikan mereka pelindung para dokter dan alat-alat kedokteran.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun