Dan jika Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa
berselisih (QS 11: 118)
Al-Qur’an
adalah kitab suci umat islam. Ia dijadikan salah satu sumber iman dan peri
kehidupan umat islam, selain hadis. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an
diyakini berasal dari Allah secara langsung. Artinya, Allah langsung berbicara
kepada Muhammad, yang kemudian meminta pengikutnya untuk menuliskannya. Karena
itu, umat islam yakin dan percaya apa yang tertulis di dalam Al-Qur’an
merupakan kata-kata Allah, sehingga Al-Qur’an dikenal juga sebagai wahyu Allah.
Berhubung Allah itu diyakini sebagai maha suci, maka Al-Qur’an pun adalah suci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan
terhadap keluhuran Allah. Allah sudah
meminta kepada umat islam untuk memberi hukuman berat bagi mereka yang melakukan hal itu dengan cara dibunuh atau disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah:
33).
Umat islam melihat Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Dengan perkataan lain,
Al-Qur’an dijadikan tuntunan hidup bagi umat islam, bagaimana umat islam
bersikap dalam hidup. Agar tidak menimbulkan perdebatan dikemudian hari terkait
kehendak Allah itu, maka Allah sendiri telah memudahkan Al-Qur’an. Kemudahan
itu pertama-tama terlihat dari bahasa yang digunakan, yaitu bahasa Arab (QS 19:
97 dan QS 44: 58). Umumnya para ulama menafsirkan kemudahan itu dengan
kesederhanaan bahasa yang tidak membutuhkan banyak tafsir, yang bisa berdampak
pada perbedaan pendapat.
Berangkat dari dua premis di atas, maka bisa dikatakan bahwa kutipan ayat
Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri, yang diucapkan-Nya kepada
Muhammad. Karena Allah sudah mengatakan bahwa Dia telah memudahkan ayat-Nya,
maka dengan sangat sederhana ulama islam menafsirkan kutipan kalimat Allah di
atas sebagai sikap Allah yang menghargai dan menghormati perbedaan. Karena jika
tidak demikian, tentulah Allah hanya akan menciptakan manusia itu satu umat
saja. Frasa “umat yang satu” dapat dimaknai suku, bangsa, ras, agama atau juga
golongan. Umat yang satu inilah yang tidak dikehendaki Allah, sehingga dunia
ini dipenuhi manusia dengan latar belakang suku, agama, ras, bangsa yang
berbeda-beda.
Sikap Allah ini sekaligus menjadi sikap umat islam. Dengan demikian, umat
islam diminta untuk menghargai dan menghormati perbedaan. Sikap yang harus
dibangun adalah sikap toleransi. Hal ini kemudian kerap dilontarkan umat islam
bahwa islam adalah agama yang toleran, karena islam mengajarkan toleransi.
Islam adalah agama yang menghargai perbedaan.
Pada titik ini terlihat jelas betapa indahnya wahyu Allah ini. Dan biasanya umat agama lain langsung terpesona dengan penjelasan dan kata-kata manis yang keluar dari para ulama. Padahal, jika kutipan kalimat Allah di atas dikaji dengan kritis dan dengan membandingkan dengan ayat lainnya serta realitas islam, maka dapat langsung ditemui “tong kosong nyaring bunyinya”. Artinya ada masalah dalam kutipan dan juga tafsirannya.