Jumat, 28 Juli 2017

MELIHAT ADAM & HAWA DALAM KETIGA AGAMA SAMAWI


Agama sering diartikan sebagai kumpulan aturan atau ajaran. Umumnya orang mengenal tiga agama (Yahudi, Kristen dan Islam) sebagai agama samawi.  Kata ‘samawi’ berasal dari bahasa Arab, dari kata As-Samawat yang berarti ‘langit’. Karena itu, agama samawi dapat dipahami sebagai agama langit, karena para penganutnya percaya bahwa agamanya dibangun berdasarkan wahyu Allah. Langit dianggap sebagai tempat tinggal Allah.
Ketiga agama samawi ini disatukan oleh satu tokoh yang sama, yaitu Abraham (islam: Ibrahim). Karena itu, agama samawi dikenal juga dengan istilah agama Abrahamik atau agama Ibrahimiyyah. Abraham diyakini sebagai orang pertama yang membawa tradisi monoteis. Karena itu juga, ketiga agama ini dikenal sebagai agama monoteistik. Namun, tidak semua agama monoteistik adalag agama Abrahamik.
Sekalipun bersatu pada sosok Abraham, namun banyak pemeluk agama Yahudi, Kristen dan Islam menolak pengelompokan seperti ini (agama samawi). Mereka melihat bahwa sekalipun “satu”, tapi pada dasarnya dan intinya ketiga agama ini mengandung gagasan-gagasan berbeda seperti Abraham sendiri, kitab suci bahkan konsep ketuhanan serta nama Tuhan. Misalnya, soal kitab suci, kitab suci Yahudi diterima oleh Kristen, sementara kitab suci Islam lain tersendiri; malah Islam menilai kitab suci Yahudi dan Kristen sekarang palsu. Konsep ketuhanan Yahudi dan Islam memiliki kemiripan, sementara Kristen lain sendiri.
Perbedaan lain adalah soal Adam dan Hawa. Karena kitab suci Yahudi menjadi bagian dari kitab suci Kristen (disebut Perjanjian Lama), maka kisah tentang Adam dan Hawa untuk kedua agama ini adalah sama. Sementara itu, kitab suci agama Islam lain sendiri, yang membuat kisah Adam dan Hawa juga berbeda dari kedua agama samawi lainnya. Kenapa bisa berbeda? Kisah manakah yang benar?
Banyak tokoh Islam sudah menyatakan bahwa kitab suci agama Yahudi dan Kristen sudah dipalsukan (bdk. QS Ali Imran: 78). Jadi, kisah merekalah yang paling benar. Sementara Yahudi dan Kristen tidak pernah menyatakan kisah mereka paling benar dan yang lain palsu. Tulisan ini tidak bermaksud mencari kebenaran kisah tersebut. Tulisan ini hanya memaparkan perbedaan itu, dan membiarkan pembaca sendiri menilai.
Adam dan Hawa dalam Yahudi dan Kristiani

Rabu, 26 Juli 2017

PAUS FRANSISKUS: TUHAN MENGASIHI DAN MEMILIH ORANG RENDAH HATI

Yesus mengasihi dan mengungkapkan diri kepada orang-orang yang lemah lembut, yang tak berdaya dan rendah hati. Demikian ungkap Paus Fransiskus dalam kotbah saat misa di Domus Sanctae Marthae, 23 Juni. “Dia jatuh cinta dengan kesederhanaan kita dan karena itulah Dia memilih kita. Dia memilih yang terkecil, bukan yang terbesar tapi tak terkecil. Karena itu, Dia mengungkapkan diri kepada anak-anak kecil, bukan yang bijak dan terpelajar.”
Menandai Pesta Hati Kudus Yesus, Paus Fransiskus berbicara tentang misteri hati yang mengikat diri dengan kita dan tetap setia tidak peduli apa pun yang terjadi. “Kita telah dipilih karena cinta dan inilah identitas kita,” kata Paus Fransiskus.
Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa “Saya memilih agama ini .... Bukan. Anda tidak memilih. Dialah yang memilih Anda. Dia memanggil Anda dan Dia mengikatkan diri kepada Anda dan inilah iman kita.” Tegas Paus Fransiskus.
“Jika Anda ingin memahami sesuatu tentang misteri Yesus, rendahkan dirimu dan mengakui bahwa kamu tidak punya apa-apa.” Demikian tegas Paus, yang pernah mengkritik gaya hidup mewah para imam.
Alasan Dia memanggil dan mengungkapkan dirinya kepada orang-orang kecil dan rendah hati adalah karena mereka bersedia dan terbuka untuk mendengarkan. Orang-orang kecil adalah mereka yang menderita, lelah dan memikul beban berat.
Tuhan, yang hatinya terbuka, memanggil semua orang, termasuk yang besar, tetapi mereka tidak mendengar “karena mereka sibuk dengan diri mereka sendiri” dan tidak memberi tempat untuk hal lain, pungkas Paus Fransiskus.
sumber: UCAN Indonesia

Senin, 24 Juli 2017

APAKAH SEMUA ORANG DIPANGGIL UNTUK MENIKAH?

Ada orang merasa aneh melihat sesamanya yang sudah berusia 30 tahun bahkan lebih belum juga menikah; atau melihat pastor dan suster tidak menikah. Tak jarang orang-orang seperti ini disematkan label negatif seperti ‘orang tak laku’ atau ‘perawan tua’ bahkan dicurigai sebagai kaum homoseks. Di balik pemikiran ini terbersit bahwa menikah itu sebuah kewajiban; bahwa setiap orang harus menikah. Hal ini sering membuat banyak orang gelisah, ketika menginjak usia 30-an belum juga menemukan jodoh. Apakah Gereja Katolik mengajarkan demikian?
Tidak. Dalam Ketekismus Gereja Katolik (KGK) ditegaskan bahwa tidak semua orang dipanggil untuk menikah. Memang kepenuhan hidup terdapat dalam hidup menikah, namun orang-orang yang hidup selibat pun dapat mencapai kepenuhan hidup. Yesus Kristus menunjukkan cara khusus kepada para murid-Nya; Ia mengajak mereka untuk tidak menikah “demi Kerajaan Sorga” (Mat 19: 12).
Banyak orang yang hidup selibat menderita kesepian. Hal itu mereka anggap sebagai kekurangan dan kerugian. Namun orang yang tidak harus mengurus pasangan atau keluarga juga menikmati kebebasan serta memiliki waktu untuk melakukan hal-hal yang berarti dan penting yang tidak pernah bisa dinikmati oleh mereka yang menikah. Mungkin itu kehendak Allah, bahwa Ia harus mengurus orang yang tidak ada orang lain mengurusnya.
Tentu saja panggilan kristen tidak pernah merendahkan pernikahan atau seksualitas. Selibat yang dilakukan dengan sukarela dapat dilakukan hanya dalam cinta dan karena kasih, sebagai pertanda kuat bahwa Allah lebih penting daripada apa pun. Orang yang belum menikah menolak hubungan seksual, tetapi ia tidak menolak cinta. Dengan penuh kerinduan ia pergi untuk bertemu dengan Kristus, Sang Mempelai yang akan datang (Mat 25: 6).

by: adrian

Jumat, 21 Juli 2017

TERNYATA DALAM ISLAM SETAN DAN IBLIS ADA DI SORGA

Sorga adalah sebuah istilah yang dipakai dalam dunia keagamaan. Semua agama mempunyai istilah tentang sorga. Umumnya agama-agama melihat sorga sebagai suatu tempat di alam akhirat yang dipercayakan untuk umat yang semasa hidupnya di dunia berbuat kebaikan sesuai ajaran agamanya. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa sorga merupakan imbalan atau pahala atas amal baik yang telah dilakukan manusia selama hidupnya di dunia.
Lawan dari sorga adalah neraka. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa neraka adalah tempat siksaan kekal bagi mereka yang melakukan kejahatan atau selama hidupnya tidak mengikuti ajaran dan perintah Tuhan. Akan tetapi, bagi orang islam, neraka adalah tempat bagi orang-orang kafir (QS Ar-Ra’d: 35, QS Al-Baqrah: 24); sementara orang kafir itu adalah orang yang tidak menganut iman atau agama islam. (Untuk mengetahui konsep kafir ini, silahkan baca: Memahami Kata ‘Kafir’dalam Islam)
Dalam islam, sorga sering dijelaskan dalam berbagai surah di Al Quran sebagai tempat keabadian berupa jannah. Sorga ini disediakan bagi orang-orang yang takwa (QS Ar-Ra’d: 35, QS Muhammad: 15, QS Al-Qasas: 83, QS Al-Hijr: 48, QS Ad-Dukhaan: 55). Sekalipun sudah menyatakan bahwa tempat bagi orang kafir adalah neraka, tidak lantas berarti semua orang islam otomatis masuk sorga (QS Al-Baqarah: 214, QS Al-Imran: 142, QS Al-Ankabut: 2 – 3).
Akan tetapi, ada sedikit yang aneh tentang sorganya orang islam. Bahwa ternyata setan dan iblis ada di sorga. Hal ini dapat dibaca dalam Al Quran surah Al-Araf: 12 – 13 dan ayat 20. Pada ayat 12 – 13 tertulis, “(Allah) berfirman, ‘Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?’ (Iblis) menjawab, ‘Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’ (Allah) berfirman, ‘Maka turunlah kamu darinya (sorga); karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.’”
Pada kutipan ayat 12 – 13 ini terlihat jelas dialog antara Allah dan Iblis. Dapatlah dikatakan bahwa dialog itu terjadi di sorga. Inti dialog itu adalah iblis menyombongkan diri di hadapan Adam, yang waktu itu juga berada di sorga (bdk. QS Al-Araf: 19). Kesombongan iblis membuat Allah murka, dan akhirnya mengusir iblis keluar dari sorga. Artinya, sebelum diusir, iblis sudah ada di sorga.
Ayat 20 berbunyi: “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka agar menampakkan aurat mereka (yang selama ini) tertutup...” Yang dimaksud ‘mereka’ dalam ayat ini adalah Adam dan Hawa; ini merujuk pada ayat sebelumnya (ayat 19). Pada ayat 19 sangat jelas tertulis bahwa Adam dan Hawa tinggal di sorga. “Dan (Allah berfirman), ‘Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama isterimu dalam sorga ....”
Jadi, tampak jelas bahwa dalam surah Al-Araf dikatakan bahwa iblis dan setan ada di sorga. Surah Al-Baqarah mengatakan bahwa mereka yang hidup di sorga bersifat kekal (QS Al-Baqarah: 82, bdk QS Hud: 23). Jika beberapa surah yang telah disebut di atas menyebutkan bahwa sorga diperuntukkan bagi mereka yang takwa, apakah berarti iblis dan setan termasuk makhluk yang takwa? (Silahkan jawab sendiri).
Koba, 5 April 2017
by: adrian
Baca juga tulisan lain:

Rabu, 19 Juli 2017

PAUS FRANSISKUS: BERHADAPAN DENGAN KEMISKINAN, ORANG KRISTEN TAK BOLEH PASIF

Orang tidak bisa duduk santai saja dan bersikap acuh tak acuh atau tidak mau peduli terhadap meningkatnya kemiskinan di dunia, sementara sekelompok kecil orang mengumpulkan kekayaan yang luar biasa. Demikian tegas Paus Fransiskus pada peringatan Hari Kaum Miskin Dunia yang pertama.
“Tuhan menciptakan langit dan bumi untuk semua, namun sayangnya beberapa orang memasang penghalang, tembok dan pagar, mengkhianati karunia asli yang dimaksudkan untuk semua umat manusia, tanpa ada yang dikecualikan,” ujar Paus Fransiskus.
Peringatan yang baru didirikan dan periode refleksi dan tindakan yang mendahului kegiatan tersebut dimaksudkan untuk membantu orang kristen mengembangkan dan mempertahankan gaya hidup yang lebih konsisten dan tulus yang dibangun di atas semangat berbagi, kesederhanaan dan kebenaran Injil. Paus Fransiskus menyampaikan pesan ini pada pesta St. Anthonius Padua,13 Juni.
Hari Kaum Miskin Sedunia – yang ditandai setiap tahun pada hari Minggu ke-33 masa biasa – akan dirayakan pada 19 November tahun ini. Ada begitu banyak bentuk kemiskinan material dan spiritual yang meracuni hati manusia dan membahayakan martabat mereka, kata Paus Fransiskus.
Terlalu sering orang kristen mengambil “cara berpikir duniawi” dan lupa untuk mengarahkan pandangan dan tujuan mereka terfokus pada Kristus, yang hadir dalam diri mereka yang remuk redam dan rentan. “Kemiskinan memiliki wajah wanita, pria dan anak-anak yang dieksploitasi oleh kepentingan dasar, hancur oleh intrik kekuasaan dan uang.”
“Tragisnya, pada zaman kita saat ini, meski kekayaan mewah banyak menumpuk di tangan beberapa orang istimewa, yang seringkali terkait dengan aktivitas ilegal dan eksploitasi martabat manusia yang mengerikan, ada pertumbuhan kemiskinan yang memalukan dalam masyarakat luas di seluruh dunia kita,” tutur Paus Fransiskus. “Dihadapkan dengan kondisi seperti ini, kita tidak bisa tetap pasif, apalagi menyembunyikan diri,” pungkas Paus Fransiskus.
sumber: UCAN Indonesia

Senin, 17 Juli 2017

PACARAN DAN PERNIKAHAN

Dewasa ini, hampir semua orang yang menikah pernah menjalani hidup pacaran. Hanya segelintir orang saja yang membangun hidup rumah tangga tanpa melalui proses pacaran. Kenal sebentar, sama-sama suka, langsung nikah. Tidak jarang usia pernikahannya hanya seumur jagung, meski ada juga yang langgeng.
Pacaran bisa menjadi tahap awal bagi pernikahan. Melalui pacaran, orang bisa saling mengenal satu sama lain. Memang harus diakui, selama masa pacaran ada saja yang disembunyikan, entah itu keburukan, kelemahan atau juga kekurangan. Orang selalu menampilkan yang terbaik pada masa pacaran, sekalipun itu palsu. Karena itu, janganlah terlampau kelewat batas dalam berpacaran. Harus diingat, pada pacaran tidak ada ikatan, tidak seperti pada pernikahan.
Pacaran sangat jauh berbeda dengan pernikahan, justru pada pembatasannya. Salah satu batasannya adalah hubungan seks. Hubungan seks hanya diperkenankan pada pernikahan, pada orang yang berstatus suami dan isteri (makanya disebut juga hubungan suami isteri). Selagi pacaran, hubungan ini terlarang. Jadi, jangan berpacaran sampai melampaui batas.
Apa efek seks pra-nikah bagi kehidupan rumah tangga? Karena pada pacaran tak ada ikatan yang kuat antara cowok dan cewek, maka cowok bisa meninggalkan cewek kapan saja dia mau. Bila sudah terlanjur melakukan hubungan seks, maka umumnya cewek dikenal sebagai barang bekas, sedangkan cowok tidak. Sebuah penelitian mengungkapkan beberapa efek lain, yaitu berpotensi untuk menciptakan konflik dalam keluarga, menimbulkan kecemburuan, salah pengertian antar pasangan, konflik soal anak, dll.
by: adrian

Jumat, 14 Juli 2017

MENGUBAH KEKOSONGAN IMAMAT MENJADI BERLIMPAH

Kehidupan manusia tak pernah berjalan mulus; pasti selalu ada gelombang dalam hidup. Misalnya dalam dunia perdagangan. Kadang situasi dagang sedang bagus sehingga mendatangkan keuntungan yang banyak; dan hal ini tentu membawa sukaacita dan kebahagiaan. Namun kadang situasi dagang sedang sepi dan lesu sehingga keuntungan sedikit, malah justru rugi; dan hal ini akan membawa kedukaan dan stres.
Fenomena ini tak jauh beda dengan diri Petrus dan kawan-kawannya sebagaimana dikisahkan dalam Lukas 5: 1 – 11. Dalam teks tersebut digambarkan bahwa Petrus, Yohanes dan Yakobus adalah orang dengan profesi nelayan. Dikatakan bahwa saat itu perahu mereka kosong. Mereka sudah bekerja semalam-malaman, tapi tak mendapatkan ikan. Tentulah hal ini mendatangkan kelesuan, kedukaan dan frustasi.
Akan tetapi, akhir cerita kisah Petrus dan kawan-kawannya adalah sukacita. Perahu mereka yang awalnya kosong, kini penuh berlimpah, bahkan perahu mereka nyaris tenggelam (ay. 7). Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Memang hal tersebut tak bisa dilepaskan dari mukjizat. Namun ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya mukjizat tersebut.
Pertama, membiarkan Yesus masuk ke dalam perahu kosong. Dan Yesus tetap berada di dalam perahu itu hingga perahu itu penuh dengan ikan. Kedua, melakukan sesuatu yang baru. Setelah selesai mengajar, Yesus meminta Petrus untuk bertolak ke tempat yang dalam. “Bertolaklah ke tempat yang dalam, dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” (ay. 4). Semalaman Petrus dan kawan-kawannya sudah mencari ikan, namun tidak mendapatkan hasil. Mereka pulang dengan perahu kosong. Mungkin karena mereka tidak bergerak ke tempat yang dalam, atau mereka hanya berdasarkan kebiasaan saja. Ketiga, melakukan sesuai dengan kehendak Yesus. Petrus adalah seorang nelayan. Sudah bertahun-tahun ia menggeluti profesi itu. Jadi, dari segi pengalaman, Petrus jauh lebih tahu soal danau dan ikan daripada Yesus. Namun, karena Yesus memintanya, Petrus mengikuti saja. “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” (ay. 5).

Rabu, 12 Juli 2017

PAUS FRANSISKUS: KEMUNAFIKAN HANCURKAN KOMUNITAS KRISTEN

Bahasa kemunafikan, yang menjerat orang lain melalui pujian, memiliki kekuatan untuk menghancurkan komunitas-komunitas kristen. Demikian ungkap Paus Fransiskus dalam misa pagi 6 Juni 2017. Seperti orang-orang farisi yang berbicara kepada Yesus dengan kata-kata pujian yang menenangkan, demikian pula orang-orang kristen yang terlbat dalam kemunafikan berbicara dengan lembut namun “secara brutal menghakimi seseorang,” kata Paus Fransiskus.
“Kemunafikan bukanlah bahasa Yesus. Kemunafikan bukanlah bahasa orang kristen. Orang kristen tidak bisa menjadi orang munafik dan orang munafik tidak bisa menjadi orang orang kristen. Ini sangat jelas,” papar Paus Fransiskus. “Orang-orang munafik bisa membunuh sebuah komunitas.”
Orang munafik selalu mulai dengan adulasi atau pujian yang berlebihan, tidak mengatakan kebenaran, melebih-lebihkan, bahkan menumbuhkan kesia-siaan. Paus Fransiskus bahkan menegaskan bahwa kemunafikan adalah cara iblis untuk berbicara dan iblislah yang menempatkan “lidah bercabang” ke dalam sebuah komunitas untuk menghancurkannya.
Karena itu Paus Fransiskus meminta orang-orang kristen untuk berdoa agar mereka tidak jatuh ke dalam kemunafikan ini, memoles dengan pujian untuk menutupi niat buruk.
Orang kristen harus berdoa begini: “Tuhan, semoga saya tidak pernah menjadi orang munafik. Mampukan saya agar mengatakan yang sebenarnya dan jika saya tidak dapat mengatakannya, agar berdiam diri. Tapi jangan pernah membiarkan saya menjadi seorang munafik.”
sumber:UCAN Indonesia

REKOLEKSI PELAJAR PAROKI KOBA

Senin, 10 Juli 2017

DAMPAK BURUK PERNIKAHAN DINI

Hukum Indonesia menetapkan usia perkawinan orang Indonesia adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk perempuan (UU no. 1 Thn 1974, tentang Perkawinan, pasal 7 ayat 1). Dan pada pasal 47 ayat 1 undang-undang yang sama ditegaskan bahwa anak yang belum mencapai usia 18 tahun, berada dalam kekuasaan orangtuanya. Dengan kata lain, sekalipun sudah berusia 17 tahun, seorang perempuan harus mendapatkan izin dari orangtuanya untuk bisa menikah.
Banyak elemen masyarakat melihat bahwa usia perkawinan yang ada dalam produk hukum Indonesia tersebut terlalu rendah. Karena itu, pernah diadakan judicial review atas pasal tersebut dengan harapan usia perkawinan dinaikkan. Namun, permohonan mereka akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga ketentuan dalam undang-undang tersebut tetap berlaku.
Akan tetapi, perlu disadari bahwa perkawinan bukan hanya urusan hukum saja. Undang-undang hanya mengatur sah tidaknya sebuah pernikahan, karena pernikahan yang tidak sah bisa dikenai sanksi hukum atas pelanggaran perzinahan atau juga kumpul kebo. Perkawinan pertama-tama demi kebahagiaan suami istri, serta anak-anak yang lahir di dalamnya. Salah satu unsur penting dalam kebahagiaan itu adalah kesehatan serta kerukunan.
Memang batas usia menikah dalam undang-undang perkawinan Indonesia terbilang sangat rendah, tapi bukan lantas berarti sangat dianjurkan orang Indonesia untuk menikah di usia muda. Ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa pernikahan di usia muda berdampak pada penderitaan. Tulisan berikut ini memberikan gambaran akibat buruk dari perkawinan dini. Sudah bisa dipastikan bahwa tulisan ini mau mengajak kaum muda untuk mau menunda niat menikah hingga usia yang sudah matang (sekitar 25 tahun). Orangtua juga harus dilibatkan, sebab, sebagaimana bunyi pasal 47 undang-undang perkawinan, orangtua punya hak untuk menentukan anaknya bisa menikah atau tidak. Karena itu, hendaknya para orangtua berusaha menghindari putra-putrinya dari pernikahan usia muda.
Lebih lanjut mengenai tulisan ini silahkan baca di sini: Budak Bangka: Akibat Nikah DiniLengkapi juga informasi tentang hal ini dengan membaca tulisan ini: Pernikahan Dini Memicu KDRT

Sabtu, 08 Juli 2017

UJARAN KEBENCIAN VS CERAMAH KEAGAMAAN

Sejak kasus Ahok, persoalan tentang ujaran kebencian menjadi topik hangat. Terakhir korbannya Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi. Memang kasus tersebut kemudian oleh pihak kepolisian dihentikan. Namun penghentian itu bukan lantas berarti masalahnya selesai. Tentulah pihak pelapor dan mereka yang membenci Jokowi akan menilai bahwa kepolisian berada di bawah tekanan presiden.
Benarkah penghentian itu karena sosok presiden? Jika mencermati permasalahan laporan Muhammad Hidayat, dimana kata yang dipersoalkan adalah ndeso, sama sekali tidak ditemukan adanya unsur ujaran kebencian atau penghinaan. Pernyataan Kaesang sama sekali bukan bertujuan menghina atau merendahkan martabat orang desa. Kata itu sama seperti kata kampungan, yang ditujukan kepada orang yang berpikiran kolot, sempit dan picik. Orang yang berpikiran demikian dapat menghambat perkembangan, baik itu diri sendiri maupun umum. Kata ”kampungan” sama sekali tidak merendahkan martabat orang kampung, karena tidak semua orang kampung itu kampungan.
Kata ndeso atau kampungan bukanlah kata baru dalam khasana bahasa Indonesia. Tapi, mengapa sekarang orang sangat mudah tersinggung dengan kata tersebut? Atau kenapa umumnya sekarang kita mudah sekali merasa tersinggung? Kenapa Muhammad Hidayat melaporkan Kaesang hanya lantaran kata ndeso tapi tak melaporkan begitu banyak orang yang meneriakkan kata kafir? Akarnya adalah kebencian. Rasa benci itu ditujukan pada sosok Jokowi. Kebencian pada seseorang membuat kita tidak bisa melihat hal baik dan positip pada orang lain; yang dilihat adalah keburukan. Itulah yang terjadi pada putra bungsu Jokowi. Sasaran sebenarnya adalah Jokowi, namun batu loncatannya adalah putranya.

Kamis, 06 Juli 2017

DAPATKAH ALLAH SALAH ATAU KELIRU

Bagi orang yang suka akan ilmu alam tentu sudah tak asing lagi dengan teori geosentris dan teori heliosentris. Sekarang ini dunia mengakui kebenaran teori heliosentris. Teori ini telah menggantikan teori sebelumnya, yaitu teori geosentris. Namun, selama ini dunia hanya tahu bahwa permasalahan teori heliosentris hanya melibatkan Gereja Katolik saja. Seolah-olah konflik seputar teori ini hanya terjadi antara Gereja Katolik dan dunia Ilmu Pengetahuan yang diwakili oleh Galileo Galilei.
Memang sejarah mengungkapkan ada pertentangan antara Gereja Katolik dan Galileo Galilei. Akar persoalannya adalah pernyataan Galileo yang mendukung pendapat Nicolas Copernikus tentang matahari sebagai pusat tata surya (dikenal dengan teori heliosentris). Pendapat Copernikus ini bertentangan dengan pendapat umum yang sudah bertahan puluhan abad bahwa yang menjadi pusatnya adalah bumi. Pendapat umum ini dikenal dengan teori geosentris.
Gereja Katolik berada di balik pendapat umum tersebut. Ia mendukung teori geosentris. Dasar dukungannya ada pada Kitab Suci, yaitu Kitab Pengkhotbah 1: 5 yang berbunyi “Matahari terbit, matahari terbenam, lalu  terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.” Membaca teks ini sangat jelas ada proses pergerakan matahari. Yang tetap adalah bumi, sedangkan matahari bergerak.
Geosentris: Al-Quran vs Alkitab
Sebenarnya bukan cuma kitab suci orang Yahudi dan Kristen saja yang mendukung pendapat teori geosentris. Al-Quran juga ternyata memuat teori ini. Jika kitab suci orang Yahudi dan Kristen hanya sekali saja memuat konsep geosentris (Kitab Pengkhotbah 1: 5), konsep ini tersebar di beberapa surah dalam Al-Quran. Malah ada surah begitu jelas mengatakan bahwa matahari bergerak pada orbitnya. Berikut ini petikan-petikan surah yang menerangkan teori geosentris (kami menggunakan Al-Quran terbitan Departemen Agama RI tahun 2006).

Selasa, 04 Juli 2017

PAUS FRANSISKUS: MENGASIHI BERARTI TURUT MENDERITA

Karya belas kasihan bukan untuk meringankan hati nurani seseorang, tetapi merupakan tindakan untuk turut menderita dengan orang-orang yang menderita. Berbelas kasihan kepada orang lain tidak hanya berarti berbagi rasa sakit namun juga mengambil resiko untuk mereka. Demikian ungkap Paus Fransiskus saat misa pagi di Domanus Sanctae Marthae pada 5 Juni.
“Pikirkan di sini di Roma, di tengah perang. Beberapa orang, dimulai dengan Pius XII, mengambil resiko untuk menyembunyikan orang Yahudi sehingga mereka tidak akan terbunuh, sehingga mereka tidak akan dideportasi. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka! Itu karena karya belas kasih untuk menyelamatkan nyawa orang-orang,” papar Paus Fransiskus.
Homili Paus Fransiskus terfokus pada bacaan pertama hari itu, dari Kitab Tobit, yang menceritakan bagaimana penulisnya, salah satu dari orang Israel di pengasingan, berduka cita atas kematian seorang kerabat yang dibunuh dan menguburkannya, sebuah tindakan yang dilarang pada saat itu.
Sebuah karya belas kasihan, seperti yang dilakukan Tobit, bukan hanya “perbuatan baik sehingga saya bisa menjadi lebih tenang, sehingga saya tidak ada beban,” tetapi ini adalah cara untuk “bersimpati dengan rasa sakit orang lain,” jelas Paus Fransiskus. “Berbagi dan bersimpati tidak bisa dipisahkan. Seseorang yang tahu bagaimana berbagi dan bersimpati dengan masalah orang lain adalah belas kasihan,” tambah Paus Fransiskus.
Tobit tidak hanya mempertaruhkan nyawanya dalam melanggar hukum, dia juga mengalami cemoohan oleh rekan-rekannya sesama orang Israel. Untuk melakukan pekerjaan balas kasihan, Paus Fransiskus menjelaskan, “berarti selalu memanggung ketidaknyamanan.”
“Itu membuat kita tidak nyaman,” tegas Paus Fransiskus. “Tapi Tuhan menanggung ketidaknyamanan bagi kita: Dia dipaku di kayu salib untuk memberi kita selamat.”
sumber: UCAN Indonesia

Senin, 03 Juli 2017

KETIKA UMAT ISLAM & KRISTEN MELIHAT YESUS & MUHAMMAD

Bagi orang islam, orang kristen adalah kafir. Dapat dipastikan banyak umat islam tak paham kenapa orang kristiani disebut demikian. Yang mereka tahu adalah Allah sudah mengatakan demikian. Karena sudah tertulis begitu di Al Quran, maka orang islam pun menyebut para murid Kristus itu sebagai kafir, tak peduli bahwa kata “kafir” merupakan bentuk penghinaan yang luar biasa kasar. Umat islam juga tidak mau bertanya kenapa pada bagian awal Al Quran, orang kristen disebut sebagai ahli kitab, sedangkan bagian lain berubah menjadi kafir.
Ada banyak hal yang tidak bisa dipahami oleh orang islam terhadap orang kristen. Salah satunya adalah sosok Yesus Kristus, yang bagi umat kristiani diyakini sebagai Tuhan Allah tapi tidak bagi umat muslim. Karena tidak bisa memahami, pada akhirnya mereka “menyerang” atau menyalahkan orang kristen. Umat islam tidak bisa memahami kenapa orang kristen menganggap Yesus itu Allah/Tuhan. Karena masalah inilah orang kristen disebut kafir. (Baca: Memahami Kata Kafir menurut Islam)
Umat islam menolak keallahan Yesus karena didasari pada argumen bahwa Yesus sendiri tak pernah menyebut diri-Nya Allah/Tuhan. Sumber yang dipakai adalah Kitab Suci Perjanjian Baru, khususnya keempat Injil. Malah umat islam sering menggunakan teks Kitab Suci yang seakan “melawan” keallahan Yesus. Misalnya, Markus 12: 29, yang merupakan pengulangan dari Kitab Ulangan 6: 4. Karena itu, umat islam tidak mengerti kenapa orang kristen mengimani Dia sebagai Allah? (Baca: Telaah Kritis atas Pernyataan DR Zakir Naik)
Orang kristen dapat memaklumi kenapa umat islam tak bisa memahami mereka. Dasar utamanya adalah beda cara pandang. Umat islam memakai cara pandangnya, sedangkan orang kristen punya cara pandang tersendiri. Terkait dengan persoalan keallahan Yesus, umat islam bukan cuma mendasarkan diri pada firman Allah dalam Al Quran, tetapi juga berdasarkan pada cara pandang mereka. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, umat islam menolak klaim keallahan Yesus karena Yesus sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya demikian. Orang islam baru dapat menerima klaim itu jika ada pengakuan dari yang bersangkutan. Oleh karena itu, dengan pola pikir seperti ini, umat islam merasa aneh dengan klaim keallahan Yesus oleh orang kristen.
Pola pikir inilah yang sering dipakai oleh orang islam. Kebenaran didasarkan pada pengakuan pribadi, bukan berdasarkan kriteria tertentu. Karena itu, umat islam akan percaya bahwa Hj Irene Handono adalah pakar kristologi karena Irene sendiri menyatakan demikian. Atau, umat islam percaya pada seorang ustadz mualaf, ketika memberi ceramah, yang mengaku sebagai mantan pastor, karena yang bersangkutan memperkenalkan demikian. Masih ada banyak contoh lain lagi. Prinsipnya, umat islam percaya pada kebenaran karena memang sudah dinyatakan demikian.
Berbeda dengan orang kristen. Mereka mendasarkan pada refleksi atas Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Refleksi ini melahirkan kriteria. Dari kriteria inilah akhirnya muncul pengakuan iman bahwa Yesus itu Allah/Tuhan. Pola pikir seperti ini diterapkan juga dalam kehidupan. Karena itu, umat kristen akan langsung tidak percaya dengan klaim Hj Irene sebagai pakar kristologi, atau ustadz mualaf yang mengaku sebagai mantan pastor. Umat kristen akan mengenakan kriteria standar kepada Hj Irene atau ustadz mualaf yang mengaku mantan pastor. Jika memenuhi kriteria tersebut, baru akan diakui kebenarannya.

Acara Perpisahan dengan Fr. Aris

Sabtu, 01 Juli 2017

Renungan Hari Minggu Biasa XIII - A

Renungan Hari Minggu Biasa XIII, Thn A/I
Injil    Mat 10: 37 – 42;
Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tidak melekatkan hidup dan diri kita kepada hal-hal duniawi. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kedua Raja-raja, dikisahkan tentang seorang perempuan kaya di Sunem yang melayani Elisa dengan tulus hati. Dia tidak melekat pada harta kekayaannya. Justru dia menggunakan kekayaannya untuk melayani Elisa dengan membangun sebuah kamar khusus buat Elisa (ay. 10). Melihat perbuatannya itu, Elisa menilai bahwa perempuan itu “telah sangat bersusah-susah” (ay. 13) semata-mata untuk Elisa. Perempuan itu tidak memiliki anak. Namun karena sikapnya itu, Tuhan mengaruniai dia anak.
Paulus, dalam bacaan kedua juga, secara implisit menyerukan ajakan untuk tidak melekatkan diri. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menyampaikan pendasaran kenapa jemaat tidak harus melekatkan diri pada diri sendiri atau hal-hal duniawi. Dasarnya adalah “kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus.” (ay. 3). Ini berarti jemaat bersatu dengan Kristus, sehingga jemaat harus “hidup dalam hidup yang baru.” (ay. 4). Hidup baru yang dimaksud adalah hidup seperti Kristus, dimana “kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah.” (ay. 10). Karena itulah, jemaat hendaknya “hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (ay. 11). Dengan kata lain, jemaat diajak untuk mau mengikuti teladan Yesus yang rela berkorban demi umat manusia.
Apa yang disampaikan dalam bacaan pertama dan kedua seakan mendapat penegasannya dalam Injil. Tuhan Yesus berkata, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.” (ay. 37) “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya….” (ay. 39). Pada prinsipnya Tuhan Yesus meminta para murid-Nya untuk mau dan berani bersikap lepas bebas dari kemelekatan pada keluarga, diri sendiri dan hal-hal duniawi. Bukan berarti hal-hal tersebut ditinggalkan sama sekali, melainkan hendaknya hal-hal tersebut tidak menghalangi relasi para murid dengan Allah.

Salah satu penyakit manusia dewasa ini adalah sifat egois. Banyak orang hanya peduli pada diri sendiri, dan tak mau peduli kepada sesama dan Tuhan. Hari Minggu orang memilih menyibukkan diri dan meninggalkan Tuhan dan sesama yang menunggu di Gereja. Suami sibuk dalam kesibukannya, seperti judi dan mabuk-mabukan, dan tak peduli dengan istri dan anak di rumah. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan mengajak kita untuk berani meninggalkan sifat egois dalam diri kita, dan mulai mengarahkan diri kita kepada kepentingan bersama. Tuhan berkata bahwa jika kita lebih terikat pada keluarga, diri sendiri, hal-hal duniawi, kita tak layak bagi Dia. Secara tidak langsung Tuhan mau mengajak kita untuk menaruh perhatian kepada sesama, karena “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25: 40).
by: adrian

PERBEDAAN MUHAMMAD DAN YESUS

Suatu hari seorang wanita yang telah melakukan perzinahan dibawa ke hadapan Muhammad oleh sekelompok orang. Mereka bertanya padanya, ”Apa yang harus kami perbuat padanya?”
Muhammad menjawab, ”Pergilah. Bawa dia kembali setelah dia melahirkan bayinya.”
Jadi mereka membawa wanita tersebut kembali menghadap Muhammad setelah bayinya lahir. Mereka mempertanyakan lagi apa yang harus dilakukan terhadap wanita itu. Muhammad menjawab, ”Biarkan dia pergi dan menyusui anak itu. Bawa dia kembali setelah anak itu berumur dua tahun.”
Kemudian mereka membawa wanita tersebut kembali setelah dua tahun, dan Muhammad berkata, “Ambil bayi itu darinya dan bunuh dia.”
Dan itulah yang mereka lakukan. Sekarang mari kita bandingan dengan Yesus. Pada suatu kali, sekelompok orang membawa seorang wanita yang kedapatan berbuat zinah ke hadapan Yesus.
”Apakah kita akan melempari dia dengan batu?” Kata orang-orang ini. Mereka punya dasar, yaitu hukum Taurat.
Yesus menjawab, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Maka pergilah semua orang. Tidak ada seorang pun yang tinggal untuk melempari dia karena mereka semua tahu bahwa mereka pun telah berdosa. Lalu Yesus berkata kepada wanita itu, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi."
diambil dari buku “Islam and Terrorism” bab 26.