Selasa, 01 November 2022

SAATNYA UNTUK MENJADI WARAS

 

Dulu almarhum Gus Dur pernah menyentil anggota DPR dengan membandingkan mereka seperti murid taman kanak-kanak. Pernyataan tersebut disampaikan dengan cukup ekstrem di media-media sosial. Kemunculan ungkapan itu membuat kita mempertanyakan kembali apa simbol yang dimaksud dengan murid TK ini. Umumnya anak usia 4 – 5 tahun adalah anak-anak yang masih lugu, tidak mengerti tanggung jawab, masih senang bermain dan tidak banyak pertimbangan. Apakah orang dewasa yang disamakan dengan anak-anak ini dikarenakan mereka tidak berperilaku sesuai dengan tuntutan peran dan tanggung jawabnya?

Kita hidup di alam yang sudah sangat materialis dan mengalami banyak gejala yang mengherankan sebagai akibat kekuasaan yang besar, baik kekuasaan dalam uang maupun hukum. Kita sering melihat betapa orang merunduk-runduk kepada orang yang bermobil mewah ataupun mengenakan tas ratusan juta. Bahkan, pembelokan keputusan pengadilan pun bisa terjadi atas nama kekuasaan. Yang hitam bisa jati putih, yang benar bisa jadi salah, yang salah bisa jadi tampak benar bilamana kekuasaan berbicara.

Bukankah hal-hal ini seperti yang sering membuat kita lupa akan hal-hal yang lebih hakiki, yaitu membentuk kekuatan kita sebagai pribadi yang matang, tangguh dan bijak? Apa gunanya kaya kalau tidak memiliki komitmen. Apa gunanya berkuasa kalau kita menampilkan kelemahan emosi, bahkan berintegritas rendah. Bukankah pada dasarnya manusia memiliki keinginan spiritual membangun kualitas diri yang baik, bertanggung jawab, berpikir obyektif dan luwes mengatur emosi? Menjadi manusia yang matang selain sulit, juga sering tidak membawa “reward” yang kasatmata secara langsung. Dalam perjalanan menuju manusia matang, banyak orang menjadi tergoda untuk menghentikan pematangan dirinya. “The soul is placed in the body like a rough diamond, and must be polished, or the luster of it will never appear.”

Nobody Perfect