Minggu, 12 April 2020

PAUS FRANSISKUS: JANGAN KERAS KEPALA SEPERTI PETRUS. BELAJARLAH MEMAAFKAN!


Sama seperti di Indonesia dan sejumlah negara lainnya, misa Kamis Putih di Vatikan kali ini tak dihadiri umat. Selain tanpa umat, misa kudus yang dipimpin oleh Paus Fransiskus juga berlangsung tanpa ritus pembasuhan kaki. Ini demi mencegah penyebaran wabah virus korona yang saat ini sedang menyebar ke segala penjuru.
Dalam homili singkatnya, Paus Fransiskus menekankan tentang makna utama dari tindakan Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir. Yesus menempatkan diri layaknya seorang pelayan, lalu membasuh kaki para murid. Apa yang dilakukan Yesus tersebut menyematkan dua pesan utama, yakni mencintai dan melayani. Bercermin dari apa yang dilakukan Yesus, Paus Fransiskus ingin agar kita membuka diri untuk dicintai dan dilayani oleh Yesus.
Yesus sendiri berkata, “Jika kita tidak makan dan minum dari Tubuh dan Darah-nya, kita tidak akan memasuki Kerajaan Surga,” jelas Paus Fransiskus pada Kamis, 9 April 2020. Paus Fransiskus mengingatkan bahwa hanya dengan membiarkan diri kita dicintai oleh Tuhan, maka kita akan diselamatkan.
“Sulit dipahami bahwa kita perlu mengizinkan Tuhan melayani kita.” Paus Fransiskus melanjutkan bahwa kita perlu merenungkan Injil Yohanes yang menggambarkan penolakkan Petrus kepada Yesus yang mengatakan: ‘Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.’ Dan Yesus menjawab, ‘Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.’ (Yohanes 13: 8)

PAUS FRANSISKUS: DI SALIB KITA PELAJARI CIRI-CIRI WAJAH ALLAH


Merenungkan sengsara Kristus dapat membantu kita ketika bergumul dengan pertanyaan tentang Tuhan dan penderitaan selama krisis virus korona, jelas Paus Fransiskus saat audensi umum hari Rabu, 8 April 2020. Berbicara melalui siaran langsung karena pandemi, Paus Fransiskus mendesak umat katolik untuk menghabiskan waktu di Pekan Suci dengan berdoa dalam hati di depan salib dan membaca Injil.
Pada saat gereja-gereja di seluruh dunia ditutup, “ini akan menjadi bagi kita, katakanlah ibarat sebuah liturgi rumah tangga yang luar biasa,” kata Paus Fransiskus, seperti dilansir Catholic News Agency. Penderitaan yang dipicu oleh virus menimbulkan pertanyaan tentang Tuhan, “Apa yang Dia lakukan di hadapan rasa sakit kita? Dimana Dia ketika semuanya tampak bersalah? Mengapa Dia tidak memecahkan masalah kita dengan cepat?”
“Peristiwa sengsara Yesus, yang menyertai kita di hari-hari suci ini, sangat membantu kita,” ujar Paus Fransiskus.  Orang-orang memuji Yesus ketika Dia memasuki Yerusalem, tetapi mereka menolak Dia ketika Dia disalibkan karena mereka mengharapkan “Mesias yang kuat dan menang,” daripada sosok yang lembut dan rendah hati yang mengkhotbahkan pesan belas kasihan.
Hari ini kita masih memproyeksikan harapan palsu kita kepada Tuhan, ungkap Paus Fransiskus. “Tetapi Injil memberitahu kita bahwa Tuhan tidak seperti itu. Dia berbeda dan kita tidak dapat mengenal Dia dengan kekuatan kita sendiri. Itulah sebabnya Dia datang dekat dengan kita, Dia datang untuk menemui kita dan tepatnya pada paskah Dia menyatakan diri-Nya sepenuhnya.”