Kamis, 24 Desember 2015

Renungan Malam Natal - Thn C

Renungan Malam Natal, Thn C/II
Bac I  Yes 9: 1 – 6; Bac II                   Tit 2: 11 – 14;
Injil    Luk 2: 1 – 14;
Malam hari ini kita mengakhiri peziarahan kita selama masa adven. Penantian kita sudah berakhir. Tuhan Yesus sudah lahir. Injil mala mini mengisahkan tentang peristiwa tersebut. Dikatakan bahwa Bunda Maria melahirkan di Betlehem, karena ada program sensus. Maria tidak melahirkan di sebuah rumah, melainkan di sebuah kandang. Tuhan Yesus terbaring dalam palungan. Terdengar seperti menyedihkan, suram dan hina. Namun penginjil menutup kisahnya dengan berita sukacita, meski lokasi kejadiannya berbeda. Terlihatlah “sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah.” (ay. 13)
Gambaran seperti Injil terlihat juga dalam bacaan pertama. Yesaya, dalam kitabnya, mengungkapkan adanya dua situasi berbeda dalam kehidupan manusia. Ada orang yang mengalami situasi suram atau “berjalan dalam kegelapan.” (ay. 2). Akan tetapi, Yesaya menegaskan bahwa manusia tidak selamanya hidup dalam kesuraman atau berjalan dalam kegelapan. Akan ada sorak-sorai dan sukacita yang besar (ay. 3). Semua itu karena kelahiran seorang anak, yang adalah Raja Damai (ay. 6). Di sini Yesaya mau menubuatkan kelahiran Tuhan Yesus.
Bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus kepada Titus, seakan merefleksikan bacaan pertama dan Injil. Apa yang diungkapkan Yesaya dalam bacaan pertama merujuk pada Tuhan Yesus. Dia-lah yang dimaksudkan Yesaya sebagai Raja Damai. Dia-lah Terang bagi bangsa yang berjalan dalam kegelapan; dan orang yang telah mematahkan kuk dan gadar dari umat manusia. Paulus melihat semua ini sebagai bentuk kasih karunia Allah yang mau menyelamatkan manusia. Jadi, kelahiran Yesus Kristus merupakan wujud kasih Allah kepada umat manusia.
Tuhan sudah lahir. Malam ini kita diajak untuk bersukacita atas kelahiran-Nya. Sukacita kita bukan semata-mata karena peristiwa kelahiran, melainkan karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan. Karena itu, sabda Tuhan malam hari ini menyadarkan kita bahwa Allah mengasihi kita lewat kelahiran seorang anak di palungan. Namun, kita juga disadarkan, sebagaimana pesan Paulus dalam bacaan kedua, bahwa lewat kasih-Nya kita diajak untuk “meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingian duniawi, dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah.” (ay. 12). Tuhan juga menghendaki supaya kita “rajin berbuat baik.” (ay. 14)***
by: adrian

Memang Betlehem Harus Jadi Tempat Kelahiran Yesus

KENAPA BETLEHEM MENJADI TEMPAT KELAHIRAN YESUS?
Bagi umat manusia, khususnya umat kristiani, Betlehem dikenal sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus. Jika ditanya kenapa Yesus lahir di sana, tentulah orang akan menjawab karena orangtuanya, yaitu Yosef, berasal dari sana. Di saat Maria sedang berada dalam masa kehamilan tua, Yosef dan Maria terkena kewajiban mendaftarkan diri di kota asal mereka, yaitu Betlehem. Ini sesuai dengan perintah Kaisar Agustus (lih. Luk 2: 1 – 4).
Sebagian pasti akan mengatakan bahwa hal itu sudah diramalkan nabi perjanjian lama. Tertulis dalam Kitab Mikha, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mi 5: 1). Teks inilah yang dipakai para imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi ketika ditanya oleh Herodes perihal tempat kelahiran raja orang Yahudi. Pertanyaan ini sebenarnya berawal dari para majus. (lih. Mat 2: 1 – 6).
Kenapa Betlehem dijadikan tempat lahirnya Kristus? Memang, tempat kelahiran Yesus Kristus memiliki dasar biblis dan historis. Akan tetapi, ternyata tempat kelahiran itu memiliki makna yang dalam bagi Yesus sendiri. Kelahiran Tuhan Yesus di Betlehem bukanlah suatu kebetulan belaka, melainkan karena ada kesesuaian antara makna Betlehem dan Yesus Kristus. Kelahiran Tuhan Yesus di sana seakan menjadi makna tempat itu; atau makna tempat itu mau menggambarkan peristiwa kelahiran itu.