Sabtu, 28 Maret 2015

Tawaran Manajemen Rotasi Tenaga Pastoral

Rotasi tenaga pastoral, yang biasa dikenal dengan istilah mutasi, memiliki maksud untuk penyegaran dan efektivitas karya pastoral. Penyegaran yang dimaksud adalah agar imam yang bertugas di suatu medan karya pastoral, baik di paroki maupun kategorial, tidak mengalami kejenuhan ataupun menciptakan kerajaannya sendiri. Hal ini dikaitkan dengan situasi medan pastoral. Jika berada di medan pastoral yang “kering” maka akan berdampak pada kejenuhan; sementara bila di daerah yang “basah”, maka akan berdampak pada penguatan kerajaan.

Mungkin ada umat akan bertanya, kenapa ada pembedaan basah dan kering, padahal para imam semuanya mendapat gaji yang sama. Baik di tempat yang basah, kering ataupun lembab, semua imam mendapat gaji atau uang saku yang sama. Tak bisa dipungkiri, sekalipun aturannya semua imam dapat uang saku yang sama, namun ada imam, yang karena berada di tempat “basah”, menikmati kebasahan itu tanpa peduli pada aturan. Misalnya, seorang imam bertugas di yayasan dan mendapat gaji 20 juta (imam lainnya cuma 1 juta). Sekalipun ada aturan bahwa gajinya harus disetor ke keuskupan dan nanti keuskupan akan memberinya 1 juta, tetap saja ada imam yang makan sendiri 20 juta tadi. Anehnya, uskup "membiarkan" saja hal ini terjadi.

Mungkin juga ada orang yang bertanya, bukankah jabatan pastor kepala paroki itu tak terbatas. Memang benar bahwa hukum Gereja tidak mengatur dengan jelas berapa lama seorang imam dapat menjabat sebagai pastor kepala paroki, atau yang biasa dikenal dengan istilah parokus. Malah bisa dikatakan bahwa jabatan itu terbuka peluang untuk seumur hidup. Akan tetapi, perlu disadari bahwa paroki adalah medan pelayanan. Pusat pelayanannya adalah umat. Sementara pastornya hanyalah tambahan. Pastor bisa silih berganti, tapi umatnya tetap. Karena itu, perlu diperhatikan adalah kepentingan umat. Pastor datang untuk melayani umat. Jadi, jika ada pastor di paroki hanya sibuk mengurus diri sendiri dengan menguras uang umat, haruskah pastor itu dipertahankan? Jika sama sekali tidak ada perkembangan dalam pelayanan umat, haruskan tetap dibiarkan terus?

Uskup jangan menunggu ada masalah dengan imamnya dulu baru buat perpindahan; selama situasi adem ayem (padahal umat sudah mengeluh), tidak akan ada rotasi. Atau jangan pula menunggu sampai imamnya minta pindah baru ada rotasi. Ingat, salah satu tujuan rotasi adalah agar imam tidak menciptakan "kerajaan"-nya sendiri. Karena itulah, uskup harus membuat rotasi. Perlu diadakan sistem perpindahan tugas para imam. Dan untuk pelaksanaan rotasi, dibutuhkan ketegasan dari uskup. Sebab, jika uskup tidak tegas, apalagi bila sudah dikuasai dan dipengaruhi oleh segelintir imam yang haus akan kekayaan dan jabatan, sistem rotasi itu hanyalah hiasan belaka. Jadi, sistem musti ditunjang dengan ketegasan dalam aplikasinya. Bonum commune adalah prinsip utamanya.

Sistem yang bagaimana hendak dibangun? Uskup dan para penasehatnya harus mengatur rotasi para petugas pastoral di wilayahnya. Pertama-tama perlu disepakati berapa lama seorang imam bertugas di suatu medan karya pastoral, tak peduli apakah itu di paroki atau di bidang kategori. Jika ditentukan durasi waktu kepemimpinannya 5 tahun, maka setelah lima tahun, atau memasuki tahun keenam, diadakanlah rotasi secara keseluruhan. Rotasi hanya menyentuh pucuk pimpinan. Untuk di paroki, pastor pembantu menjadi pastor kepala. Jadi, pada saat rotasi, pastor kepala paroki akan pindah tugas menjadi pastor pembantu di paroki lain, sementara pastor pembantunya diangkat menjadi pastor kepala. Jika di medan kategorial ada dua imam, maka imam yang kedua menjadi pimpinan baru. Imam yang sudah pernah menjabat dua atau tiga kali pastor kepala paroki, dapat menjadi pimpinan di medan kategorial.

Renungan Hari Sabtu Prapaskah V - B

Renungan Hari Sabtu Prapaskah V, Thn B/I
Bac I    Yeh 37: 21 – 28; Injil                        Yoh 11: 45 – 56;

Injil hari ini bercerita tentang kesepakatan imam-imam kepala dan kaum Farisi dengan Mahkamah Agama untuk membunuh Tuhan Yesus. Mereka sudah tidak tahan lagi menghadapi popularitas Tuhan Yesus di tengah-tengah bangsa Israel. Mereka iri hati. Adalah Kayafas, Imam Besar kala itu, yang pertama kali melontarkan gagasan untuk mengorbankan Tuhan Yesus demi keselamatan bangsa. Akan tetapi, penginjil Yohanes menegaskan bahwa Tuhan Yesus dikorbankan bukan untuk menyelamatkan bangsa Israel saja, melainkan juga untuk “mengumpulkan dan mempersatuan anak-anak Allah yang tercerai-berai.” (ay. 52).

Apa yang disampaikan dalam Injil hari ini, sesuai dengan sabda Allah yang disampaikan Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama. Dalam kitabnya, Nabi Yehezkiel mengatakan bahwa Allah akan mengumpulkan umat Israel yang tercerai-berai dan membawa mereka ke tanah mereka. Umat Israel di sini bukan dalam pengertian geografis atau antropologis. Umat Israel di sini dipahami sebagai umat pilihan Allah; dan ini senada dengan anak-anak Allah dalam Injil di atas.

Sabda Tuhan pertama-tama mau mengatakan kepada kita bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Injil hari ini merupakan pemenuhan nubuat Nabi Yehezkiel. Tuhan Yesus dikorbankan untuk keselamatan umat manusia, bukan hanya umat Yahudi. Pesan ini menjadi relevan bagi kita di masa prapaskah ini. Pada masa ini kita diajak untuk mempersiapkan diri kita menyambut misteri penderitaan, kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. sabda Tuhan hari ini mempersiapkan kita dalam permenungan akan penderitaan dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus. Di sini kita disadarkan bahwa Tuhan Yesus memang wafat demi keselamatan kita.

by: adrian