Senin, 13 November 2017

MENIKAH TANPA TATA PENEGUHAN KANONIK

Pernikahan katolik menjadi sah jika mengikuti tiga ketentuan, yaitu (1) kedua calon mempelai bebas dari halangan; (2) adanya kesepakatan nikah; dan (3) tata peneguhan nikah. Yang dimaksud tata peneguhan kanonik adalah mereka yang akan menjadi saksi resmi, yaitu yang bertugas meneguhkan pernikahan, dan saksi umum (dikenal dengan istilah saksi nikah). Jadi, orang yang mau menikah secara katolik harus mengungkapkan kesepakatan nikahnya di hadapan saksi resmi (uskup, imam, diakon) dan dua saksi.
Menyadari adanya kesulitan tertentu, terlebih pada pasangan nikah beda agama dan beda Gereja, Gereja memberi keringanan. Orang bisa menikah tanpa tata peneguhan kanonik. Artinya, orang katolik bisa menikahi orang Hindu/Budha/Konghucu pakai cara Hindu/Budha/Konghucu, tanpa kehadiran imam/diakon/uskup dan dua saksi. Dengan orang Protestan, selain bisa bebas dari tata peneguhan kanonik, bisa juga dilangsungkan secara ekumenis, dimana petugas katolik yang menanyai kesepakatannya.
Pembebasan dari tata peneguhan kanonik agak sulit diterapkan bagi yang menikah dengan orang islam, karena orang yang menikah dengan orang islam pakai cara islam harus masuk islam terlebih dahulu. Jadi, orang katolik yang menikah dengan orang islam harus jadi mualaf dahulu baru bisa menikah sah. Menjadi persoalan jika ia mau kembali lagi ke Gereja Katolik, karena di mata orang islam dia telah murtad. Dan dalam hukum islam, orang murtad bisa dibunuh.
Agar bisa bebas dari tata peneguhan kanonik orang harus meminta dispensasi pada Ordinaris Wilayah (uskup, vikjen dan vikep). Keringanan ini diberikan Gereja demi membela iman pihak katolik dan menghormati iman pihak lain. Ketidak-tahuan akan keringanan ini membuat banyak orang katolik “menjual” imannya demi pernikahan. Karena itu, dengan mengetahui keringanan ini, hendaknya umat katolik mau memanfaatkannya.

by: adrian

RENUNGAN HARI SENIN BIASA XXXII - THN I

Renungan Hari Senin Biasa XXXII, Thn I
Bac I  Keb 1: 1 – 7; Injil    Luk 17: 1 – 6;
Sangat menarik kalau kita merenungkan pesan Tuhan lewat sabda-Nya hari ini, baik dalam bacaan pertama maupun dalam Injil. Kedua bacaan liturgi hari ini memiliki pesan yang sama, yang berguna bagi kehidupan kita. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kebijaksanaan, salah satu pesan yang menonjol adalah agar para penguasa dunia mengarahkan pikiran dan seluruh dirinya kepada Tuhan (ay. 1). Dengan mengarahkan diri kepada Tuhan, orang akan mendapatkan kebijaksanaan, yang akan menuntunnya untuk “sayang akan manusia” (ay. 6).
Pesan bacaan pertama kembali dipertegas oleh Tuhan Yesus. Jika penulis Kitab Kebijaksanaan mengarahkan pesannya kepada penguasa dunia, Tuhan Yesus mengarahkan pesan-Nya kepada penguasa pada umumnya. Di sini pengertian penguasa tidak melulu dalam arti politik kekuasaan, tapi juga sosial. Berhadapan dengan orang lemah, yang kuat dilihat sebagai penguasa. Kepada mereka ini Tuhan Yesus mengajak untuk tidak “menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini” (ay. 2). Yang kuat harus menuntun yang lemah, tidak hanya dalam arti fisik, melainkan juga dalam arti moral-sosial (bdk. ay. 3).
Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa dalam saat-saat tertentu kita mempunyai kekuatan yang lebih daripada orang lain. Dalam kasus tertentu biasa saja kita memiliki nilai lebih daripada orang lain, entah itu dalam hal pengetahuan, kebaikan, kekuatan fisik, dan sebagainya. Melalui sabda-Nya hari ini Tuhan menghendaki supaya kita tidak menggunakan kelebihan kita itu untuk mencelakakan orang lain. Tuhan justru mengajak kita untuk memanfaatkan kelebihan kita demi kebaikan sesama.

by: adrian