Kamis, 30 April 2015

ISIS Ancam Vatikan

VATIKAN JADI TARGET SERANGAN ISIS
Kaum Jihadis Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengancam akan menyerbu kota Roma dan menghancurkan Vatikan. Selain bertekad menaklukkan jantung kristianitas, mereka juga mengincar Paus Fransiskus lantaran pemimpin Gereja Katolik sedunia ini dianggap sebagai penentang cita-cita mereka meng-islam-kan dunia.
Ancaman dikobarkan melalui dua media: video dan majalah. Video diperlihatkan ketika anggota jihad membantai 21 umat katolik Koptik asal Mesir di Libya baru-baru ini.
Dalam video terlihat para korban dibunuh seusai mereka disuruh berlutut menghadap Laut Mediterania. Setelah melakukan eksekusi, anggota jihad mengangkat pisau dan menancapkannya ke air laut. Tindakan tersebut hendak memberi pesan ke pemerintah Italia dan Vatikan bahwa ISIS siap menaklukkan Roma dan menghancurkan Vatikan.
“Hai para tentara Salib, kami sekarang berada di Selatan Roma,” kata seorang anggota jihad. Libya memang relatif tidak jauh, sekitar 300 mil laut di Selatan Italia. Atau Cuma 100 mil laut dari Sardinia dan Sisilia, dua pulau di Italia Selatan. “Bersiaplah perang melawan kami. Kalian semua target kami berikutnya,” ungkap anggota jihad. “Kami bersumpah untuk mencampurkan darah kalian dengan darah dan jasad Sheikh Usama bin Laden, yang telah kalian kuburkan di laut,” tambah anggota jihad itu.
Ancaman lain ditebarkan lewat dabig, majalah online milik ISIS. Dalam satu edisinya beberapa waktu lalu, majalah itu meluncurkan isu perang melawan Gereja Katolik, menghancurkan Vatikan dan mematahkan semua salib yang ada di dalamnya.
Dabig adalah nama yang diambil dari salah satu kota di Utara Suriah. Kota itu pada tahun 1516 menjadi saksi kemenangan tentara Ottoman atas pasukan Makluks. Menyusul kesuksesan itu berdirilah kalifah islam terakhir yang mengobarkan perang habis-habisan melawan tentara Salib dan memerintahkan umat muslim membunuh warga Kristen.
Di dalam majalah yang sama, Bilal Bosnic, imam asal Bosnia yang dikenal sebagai perekrut utama anak-anak muda Eropa untuk bertobat, masuk islam dan bergabung dengan ISIS, mengemukakan bahwa pejuang militan ekstrem telah bertekad untuk mengislamkan jantung kristianitas, Vatikan. “Mungkin bukan sekarang. Yang pasti, tujuan kami membawa islam masuk ke Vatikan. Boleh jadi itu baru terwujud ketika saya sudah meninggal. Tapi itu telah menjadi tekad kami. Tekad ISIS. Yakni mengislamkan seluruh dunia,” kata Bilal Bosnic.
Pemerintah Italia menanggapi serius ancaman itu. Para pejabat negeri Spagetti mengkhawatirkan penyusupan para teroris di tengah gelombang kaum pengungsi dari Afrika Utara yang masuk dengan kapal dan perahu bermotor. Mengantisipasi hal-hal tidak diinginkan terjadi, baru-baru ini angkatan bersenjata Italia mengerahkan sedikitnya 500 anggota pasukan keamanan tambahan untuk menjaga obyek-obyek vital dan memantau setiap situasi mencurigakan di kota Roma.
“Ancaman itu betul ada,” ungkap Sabrina Magris, presiden International University School of Rome dan Florence, satu-satunya institusi yang menyiapkan negosiator-negosiator handal melawan teror. “Ancaman bermakna ganda. Bisa berarti segera akan disusul dengan serangan actual, mungkin juga cuma bertujuan menebarkan suasana ketakutan semata. Tapi, tidak boleh dianggap remeh, sebab beresiko tinggi apabila terjadi,” ungkapnya.
Kepala keamanan Vatikan, Domenico Giani, mengakui adanya ancaman. Tapi, sejauh ini tak ada indikasi terkait rencana penyerangan. Walau begitu, pihak Gendarme (sebutan untuk kepolisian Vatikan), Garda Swiss dan kepolisian Italia semakin meningkatkan kewaspadaan berpatroli secara intens di sekeliling Vatikan dan kota Roma.
Giani, yang bekerja sebagai anggota intelijen Italia sebelum bergabung dengan kepolisian Vatikan, mengemukakan bahwa belakangan ini pihaknya sering berkontak dan berkomunikasi dengan badan intelijen Italia dan negara-negara lain, termasuk dengan badan intelijen dari beberapa negara muslim, terkait dengan ancaman ISIS. “Dalam pertemuan dan serangkaian diskusi, kami belum menemukan tanda-tanda serangan. Yang ada cuma sebatas ancaman,” Giani menegaskan.
Terkait penyerangan terhadap Paus, Giani punya pendapat sendiri. “Sesuatu yang sulit dipercaya. Pasalnya, Paus Fransiskus sangat dihormati di kalangan muslim. Sangat inklusif gaya kepemimpinannya. Ancaman itu tidak akan mengubah gaya kepemimpinan Bapa Suci. Ia tetap dekat dengan siapa pun, bertemu dan menyapa siapa saja, tidak cuma umat katolik,” kata Giani.
Dalam pada itu, komandan Garda Swiss menegaskan bahwa pasukan yang dipimpinnya siap “pasang badan” melawan siapa saja yang coba menganggu dan membunuh Paus. Terhadap ancaman ISIS, sebanyak 110 anggota pasukan elit Vatikan itu rela mengobrankan jiwa dan raga demi Bapa Suci.
“Kami siap melawan. Bukankah tugas utama kami menjaga keamanan dan menjamin keselamatan Bapa Suci dan Vatikan,” ungkap Kolonel Christoph Graf, komandan Garda Swiss. “Kami siap melakukan apa saja, jika ada yang menyerang,” tutur komandan berusia 54 tahun dan beranak dua orang tersebut.
Menyikapi ancaman ISIS, Graf tidak mau ambil resiko. “Saya sudah perintahkan anggota Garda Swiss agar meningkatkan kewaspadaan, mencermati gelagat dan tingkah setiap orang yang mencurigakan,” Graf mengemukakan.
Garda Swiss didirikan oleh Paus Julius II tahun 1506. Tes pertama terhadap kemampuan pasukan ini terjadi pada 6 Mei 1527, semasa kota Roma diserang oleh pasukan Kekaisaran Carlos V. Sebanyak 147 anggota Garda Swiss ketika itu tewas di medan perang, tetapi sebagian dari anggota yang masih hidup berhasil menyelamatkan Paus Klemens keluar dari Vatikan. Untuk mengenang peristiwa heroik itu, pelantikan dan pengucapan sumpah anggota Garda Swiss yang baru selalu dilangsungkan pada 6 Mei setiap tahun

diambil dari tabloid Chatolic Life

Orang Kudus 30 April: St. Marianus & Yakobus

SANTO MARIANUS & YAKOBUS, MARTIR
Data riwayat hidup kedua orang kudus ini tidak diketahui banyak. Yang jelas mereka hidup pada abad III. Marianus dan Yakobus, yang  memiliki jabatan masing-masing sebagai lektor dan diakon, adalah martir Gereja purba yang mati pada tahun 259, pada masa pemerintahan Kaisar Valerian (253 – 260). Keduanya ditangkap di Cirta (sekarang: Aljazair). Kemudian bersama banyak orang kristen lainnya, mereka digiring ke Lambessa, sekitar 80 mil jauhnya dari Cirta. Di sana mereka disiksa lalu dipenggal kepalanya bersama orang-orang Kristen lainnya. Mereka mati demi imannya pada Kristus.
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang hari ini:

Renungan Hari Kamis Paskah IV - B

Renungan Hari Kamis Paskah IV, Thn B/I
Bac I  Kis 13: 13 – 25; Injil                      Yoh 13: 16 – 20;

Hari ini sabda Tuhan hendak menyampaikan soal sikap tahu diri. Dalam kehidupan tentu ada tingkatan-tingkatan. Dengan sikap tahu diri, orang bisa menyadari siapa dirinya. Kesadaran ini dapat mendatangkan rasa bahagia. Dalam Injil Tuhan Yesus mengatakan bahwa “seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya.” (ay. 16). Tuhan Yesus meminta para murid untuk tahu diri dan sadar akan dirinya. Lebih lanjut Tuhan Yesus menegaskan bahwa “berbahagialah kamu jika kamu melakukannya.” (ay. 17).

Bacaan pertama menampilkan sosok baru, yaitu Paulus. Orang yang sebelumnya hendak membinasakan pengikut Tuhan Yesus dan ajaran-Nya, kini berbalik mewartakan Tuhan Yesus. Di rumah ibadah di Pisidia, Antiokia, Paulus mewartakan sejarah keselamatan Allah yang berpuncak pada Yesus Kristus. Dalam sejarah keselamatan itu terselip sosok Yohanes Pembaptis. Sosok ini terlihat tampil sebagai sosok yang tahu diri. Kepada orang banyak Yohanes terang-terangan mengaku bahwa dirinya bukanlah “Dia yang kamu sangka, tetapi Ia akan datang kemudian dari padaku. Membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tak layak.” (ay. 25).

Dewasa ini banyak orang tampil tanpa menyadari siapa dirinya. Banyak remaja tampil bahkan berani melakukan tindakan bak suami istri. Ada karyawan bertingkah seperti boss dan memerintah orang lain. Singkat kata, banyak orang tidak tahu diri. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita untuk tahu diri. Tuhan menghendaki kita supaya kita menyadari diri kita, baik di hadapan sesama maupun di hadapan Tuhan. Dengan sikap ini, maka akan terbangunlah sikap rendah hati.

by: adrian

Rabu, 29 April 2015

Peningkatan Mobilitas Sosial Orang Dewasa

KONDISI-KONDISI YANG MEMUDAHKAN PENINGKATAN MOBILITAS SOSIAL
·          Tingkat pendidikan yang tinggi yang menjadi dasar keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi, yang akan membuka jalan bagi individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang statusnya lebih tinggi.
·          Kawin dengan orang yang statusnya lebih tinggi.
·          Hubungan keluarga yang membantu sebagai “katrolan” di bidang pekerjaan.
·          Penerimaan dan penerapan kebiasaan, nilai dan lambang dari suatu kelompok yang berstatus lebih tinggi.
·          Uang dari warisan atau hasil jerih payah sendiri, yang dapat digunakan untuk membeli rumah yang lebih bagus di lingkungan yang lebih baik serta harta kekayaan lainnya yang dapat menyatakan status yang tinggi.
·          Pindah keanggotaan gereja ke gereja yang lebih tinggi statusnya.
·          Peran serta aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat dari golongan atas.
·          Lulusan perguruan tinggi yang ternama.
·          Keanggotaan salah satu atau beberapa perkumpulan eksklusif.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 266
Baca juga tulisan psikologi lainnya:

Orang Kudus 29 April: St. Petrus Verona

SANTO PETRUS DARI VERONA, MARTIR
Petrus lahir di Verona, Italia, pada tahun 1205. Ia mendapat pendidikan di sekolah katolik, padahal keluarganya menganut faham Katarisme. Faham Katarisme mengajarkan bahwa segala sesuatu yang bersifat kebendaan (materi) adalah buruk dan jahat, oleh karena itu bukan ciptaan Allah yang Mahabaik. Bumi dan segala isinya yang bersifat kebendaan bukan ciptaan ALLAH.
Ajaran Katarisme ini bertentangan sekali dengan ajaran iman katolik yang diperoleh Petrus di sekolahnya. Di sekolah ia diajarkan tentang pengakuan Iman Para Rasul (Credo) yang antara lain berbunyi, “Aku percaya akan Allah Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi.” Ajaran iman katolik ini lebih berkesan di hatinya. Kepada keluarganya ia berkata, “Pengetahuanku tentang rahasia-rahasia iman katolik sangatlah jelas dan dalam, dan keyakinanku akan kebenaran-kebanaran itu sungguh kokoh, sehingga bagiku semuanya itu lebih merupakan sesuatu yang tampak di mataku daripada yang diimani belaka.”
Setelah menanjak dewasa, Petrus masuk biara Dominikan. Di sana ia menerima pakaian biara dari tangan Santo Dominikus sendiri. Setelah menempuh pendidikan hidup membiara, ia ditahbiskan menjadi imam. Sebagai imam baru, ia ditugaskan berkotbah di seluruh wilayah Lombardia tentang ajaran iman yang benar. Hal ini menimbulkan kemarahan dan kebencian para penganut Katarisme. Para pengikut aliran sesat itu menyerangnya dengan berbagai tuduhan palsu.
Tanpa menyelidiki secara mendalam benar-tidaknya ajaran yang disebarkan Petrus dalam kotbah-kotbahnya, para pembesar masyarakat menegur dan mengecamnya. Menghadapi kecaman-kecaman itu, Petrus tetap bersemangat menjalankan tugasnya sebagai pengkotbah dan terus berdoa meminta kepada Tuhan agar kiranya ia dapat mati untuk Tuhan, sebagaimana telah diteladankan Yesus dengan mati di salib demi keselamatan manusia, termasuk dirinya. Ia selalu berkata, “Biarkanlah mereka melakukan apa saja atas diriku sesuai rencana mereka. Aku tetap bergembira dan bersemangat karena dengan mati aku akan lebih berpengaruh daripada sekarang.”
Doa-doanya untuk mati dalam nama Tuhan terkabulkan, ketika ia dibunuh oleh dua orang Kataris sementara menjalankan tugasnya sebagai pengajar agama. Tetapi justru kematiannya ini membawa banyak berkat bagi orang-orang Kataris. Segera setelah peristiwa pembunuhan atas dirinya, seorang dari pembunuh itu bertobat dan masuk biara Dominikan.
sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 29 April:

Renungan Hari Rabu Paskah IV - B

Renungan Hari Rabu Paskah IV, Thn B/I
Bac I  Kis 12: 24 – 13: 5a; Injil               Yoh 12: 44 – 50;

Bacaan-bacaan liturgi hari ini memiliki semacam kesamaan. Kesamaan itu ada pada tokoh utama bacaan itu, yaitu Tuhan Yesus dan Saulus serta Barnabas. Mereka melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Dalam Injil dikatakan bahwa Tuhan Yesus, yang datang ke dunia sebagai terang, melakukan pekerjaan seperti yang diperintahkan Bapa. Karena itulah, menolak Tuhan Yesus berarti juga menolak Dia yang mengutus-Nya; dan siapa yang percaya kepada Tuhan Yesus, berarti juga percaya kepada Dia yang mengutus-Nya.

Sikap, sebagaimana ditampilkan Tuhan Yesus, dilakukan juga oleh Saulus dan Barnabas. Bacaan pertama hari ini, yang diambil dari Kitab Kisah Para Rasul, menampilkan cerita pengalaman dua tokoh tersebut. Seperti Tuhan Yesus, yang hidup mengikuti perintah Allah, demikian pula Barnabas dan Saulus hidup mengikuti perintah Roh Kudus. Dikisahkan bahwa “Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus.” (ay. 4).

Manusia tercipta dengan kehendak bebas. Setiap manusia mempunyai kehendak atau kemauan pribadi. Umumnya setiap kita terpanggil untuk mewujudkan kemauan pribadi itu dalam kehidupan. Namun perlu disadari bahwa terkadang keinginan pribadi itu bertentangan dengan kehendak Allah. Hari ini sabda Tuhan menyadarkan kita bahwa berhadapan dengan kehendak Allah, kita harus mengutamakannya. Tuhan mau agar kita rela mengorbankan kehendak pribadi dan mendahulukan kehendak Allah dlam kehidupan kita. Lewat sabda-Nya ini, Tuhan menghendaki supaya kita membiarkan diri kita “dikendalikan” oleh pimpinan Allah dalam Roh-Nya.

by: adrian

Selasa, 28 April 2015

(Pencerahan) Revolusi Mental & Kesadaran Diri

REVOLUSI MENTAL BERAWAL DARI KESADARAN DIRI
Salah satu gebrakan Jokowi, yang selalu didengungkan selama masa kampanyenya, adalah revolusi mental. Gebrakan untuk melakukan revolusi mental ini bukan muncul spontan bengitu saja, melainkan lahir dari refleksi mendalam atas keprihatinan situasi bangsa saat ini. Ada banyak warga yang memiliki mental rusak sehingga perlu direvolusi.

Revolusi mental memang merupakan sebuah proyek besar dan abadi. Gagasan revolusi mental Jokowi ini mirip dengan gagasan Character Building-nya Bung Karno. Ia tidak bisa ditarget dengan waktu, karena yang mau diubah adalah mental manusia. Mengubah manusia tidak semudah mengubah binatang, sekalipun manusia itu adalah animal rationale.

Salah satu masalah dasar yang tumbuh subur dalam diri masyarakat adalah mental tidak tahu malu atau tak tahu diri. Budaya malu telah hilang dari kehidupan warga. Karena tidak adanya rasa malu ini membuat orang tidak lagi bisa menghargai sesamanya, bahkan dirinya sendiri. Yang dicari dan dikejar adalah kepuasan diri.

Mental tak tahu diri diri melahirkan aneka perilaku buruk lain seperti korupsi, serakah jabatan, dan kejahatan lainnya. Dewasa ini korupsi memang sudah membudaya dalam kehidupan kita. Sangat susah mencari orang yang benar-benar bebas dari korupsi. Para koruptor yang ketangkap KPK adalah orang yang memang lagi bernasib sial. Masih begitu banyak koruptor yang bergentayangan karena nasib sial belum kunjung datang.

Koruptor adalah orang yang menari-nari di atas penderitaan orang lain. Ia menikmati uang yang sebenarnya bukan haknya, melainkan hak orang lain. Jadi, dia tidak merasa malu dengan tindakannya itu.
Rangkap jabatan juga merupakan ciri orang yang tak tahu diri. Sekalipun ada banyak kritik terhadap rangkap jabatan, orang tetap saja tak peduli. Hilangnya rasa malu membantu mereka untuk bertindak seperti kafilah yang berjalan terus sekalipun anjing terus menggongong.

Masalah hilangnya rasa malu atau mental tak tahu diri ini, bukan cuma ada di kehidupan bernegara saja. Mental tak tahu diri ini dapat juga ditemui dalam kehidupan menggereja. Korupsi telah melanda gereja, seperti juga rangkap jabatan. Pelakunya tak tanggung-tanggung, yaitu para gembala gereja sendiri. Sudah sering terdengar kalau setiap perpindahan pastor paroki, selalu saja ada masalah soal keuangan. Pastor baru selalu mendapatkan kas paroki dalam keadaan kosong atau minus. Pertanyaan, kemana uang selama ini? Ada pastor yang tak tahu diri, menikmati gaji dari tempat ia bekerja, sekalipun ada aturan gaji harus disetor ke keuskupan.

Demikian pula dengan soal rangkap jabatan. Sekalipun sudah ada bukti ketidakberesan pekerjaan akibat rangkap jabatan, namun karena tak tahu diri, tetap saja menguasai beberapa jabatan. Sebagai contoh, sebelumnya seseorang rangkap jabatan. Setelah dua tahu berjalan terlihat bahwa semua pekerjaannya terbengkelai. Tapi anehnya, ketika jabatan satu dilepas, masih juga mencari celah untuk menjabat lagi. Inilah ciri orang yang tak tahu diri.

Orang yang tak tahu diri, sekalipun kinerjanya kurang atau malah gagal, ia akan tetap terus menduduki jabatan itu. Tidak ada kesadaran diri untuk mundur sebagai wujud tanggung jawab. Malah ada yang merasa bangga dengan lamanya berkuasa di suatu posisi jabatan, sekalipun tidak ada apa-apanya. Hilangnya rasa malu membuat orang tidak punya rasa tanggung jawab atas pekerjaan.

Karena itu, seruan revolusi mental bukan hanya untuk kehidupan bernegara saja, melainkan juga untuk kehidupan menggereja. Gereja harus berevolusi mental; dan revolusi itu hendaknya dimulai dari pucuk pimpinannya, yaitu gembala. Satu langkah awal untuk mewujudkan revolusi mental adalah kesadaran diri atau tahu diri. Tanpa kesadaran diri tak akan terwujud perubahan mental itu.

Untuk bisa mencapai kesadaran diri dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Orang harus mengorbankan kesenangan dan kelekatan hidup yang mendatangkan kenikmatan. Karena itu, untuk bisa sadar diri, orang mesti memiliki kemauan. Tanpa adanya kemauan, maka sampai kapan pun orang tetap tidak akan sadar. Dan jika tidak sadar maka rasa malu pun tak kembali.
Pangkalpinang, 22 November 2014
by: adrian
Baca juga:

Orang Kudus 28 April: St. Petrus Louis Chanel

SANTO PETRUS LOUIS CHANEL, MARTIR
Petrus Louis Chanel dikenal sebagai misionaris Perancis yang meminta pewartaan Injil di Pulau Futuna, Lautan Teduh. Bersama beberapa misionaris lainnya, ia meninggalkan Perancis pada tahun 1837 menuju Futuna. Sesampainya di Futuna, ia dengan giat mempelajari bahasa dan adat istiadat setempat agar bisa dengan mudah berkomunikasi dengan rakyat setempat. Usahanya ini berhasil menarik perhatian penduduk setempat.
Meskipun demikian, para pemimpin masyarakat tidak menyambut baik, bahkan menentang keras penyebaran iman Kristen di antara penduduk Futuna. Musumusu, salah seorang kepala suku Futuna, sangat menentang Petrus. Ia melancarkan aksi penangkapan dan penganiayaan terhadap orang-orang yang mengikuti pelajaran agama pada Petrus. Terhadap Petrus sendiri, ia merencanakan pembunuhan. Untuk maksudnya yang jahat itu, bersama beberapa orang pengawalnya, ia pergi kepada Pastor Petrus untuk mengobati kakinya yang luka.
Dengan ramah Petrus menyambut mereka dan mengabulkan permohonannya. Tetapi tiba-tiba mereka menangkap Petrus dan menganiayanya sampai mati. Lalu mereka dengan diam-diam menguburkan Petrus. Pada hemat mereka, kematian Petrus akan mengakhiri semua kegiatan penyebaran iman di Futuna. Tetapi perhitungan itu meleset karena kematian imam yang saleh itu ternyata semakin menyemangati orang-orang serani di seluruh pulau Futuna untuk tetap mempertahankan imannya. Tiga tahun setelah kematian Petrus, seluruh penduduk Futuna telah menjadi Kristen, termasuk Musumusu, yang telah membunuh Petrus. Petrus Louis Chanel menjadi martir pertama di Kongragasi Persekutuan Santa Perawan Maria dan martir pertama di Pasifik.
sumber Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 28 April:

Renungan Hari Selasa Paskah IV - B

Renungan Hari Selasa Paskah IV, Thn B/I
Bac I  Kis 11: 19 – 26; Injil                      Yoh 10: 22 – 30;

Ada semacam pertentangan dalam dua bacaan liturgi hari ini. Dalam Injil dikisahkan ketidak-percayaan orang-orang Yahudi kepada Tuhan Yesus sebagai Mesias. Mereka malah bertanya kepada Tuhan Yesus, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jika Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” (ay. 24). Orang-orang Yahudi ini lebih mementingkan gelar dan pernyataan daripada  karya-karya yang sudah dilakukan Tuhan Yesus. Karena itulah, Tuhan Yesus mengecam kedegilan hati mereka.

Sikap yang berbeda diperlihatkan oleh orang-orang Yunani. Dalam bacaan pertama dikisahkan bahwa para murid Yesus yang berasal dari Siprus dan Kirene mewartakan Injil kepada orang-orang Yunani bahwa Yesus adalah Tuhan (ay. 20). Oleh pewartaan itu, dan mungkin juga oleh teladan hidup mereka, orang-orang Yunani itu menjadi percaya. Mereka percaya bukan sebatas ucapan bibir saja, melainkan nyata dalam peri kehidupan, sehingga ketika Barnabas datang mengunjungi mereka dan menyaksikan semuanya itu, ia bersukacita.

Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa sebagai Mesias dan Tuhan, Yesus adalah penyelamat dunia. Kita diminta untuk tidak lagi meragukan-Nya sebagaimana yang terjadi pada orang-orang Yahudi. Sekalipun kita tidak pernah menyaksikan secara langsung karya Yesus, kita hendaknya senantiasa percaya kepada-Nya, karena kita telah merasakan kasih karunia-Nya. Orang-orang Yunani di Antiokia pun tidak pernah bertemu dengan Yesus, tapi mereka percaya. Melalui sabda-Nya hari ini Tuhan menghendaki kita, sebagaimana permintaan Barnabas kepada orang-orang Yunani di Antiokia, supaya “tetap setia kepada Tuhan.” (ay. 23).

by: adrian

Senin, 27 April 2015

Orang Kudus 27 April: St. Zita

SANTA ZITA, PENGAKU IMAN
Santa Zita dilahirkan di Monte Sagrati, Italia Tengah, pada tahun 1218. Pada umur 12 tahun ia menjadi pelayan/pembantu rumah tangga pada keluarga Pagano di Fatinelli, seorang pengusaha tekstil yang kaya.
Zita juga bekerja di pabrik orang tuanya, sebagai buruh. Ia memperlihatkan perilaku yang saleh dan murah hati. Hal ini menimbulkan amarah dari pelayan-pelayan yang lain. Selain itu, ia pun dimarahi oleh orang tuanya karena mengambil sejumlah besar makanan dan pakaian untuk dibagi-bagikan kepada para miskin. Namun keluarga Fatinelli memahami maksud Zita dan turut menambahkan bantuan kepadanya untuk melanjutkan karya-karya cinta kasihnya.
Setelah beberapa tahun, ia dibiarkan membantu anak-anak dan menjadi pengurus rumah tangga Fatinelli. Dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, keluarga Fatinelli membebaskan dia dari tugas-tugas rumah tangga dan membiarkan dia mengunjungi orang-orang sakit dan para tawanan di penjara.
Zita meninggal dunia pada 27 April 1278 di Luca, dekat tempat kelahirannya. Jenasahnya dikuburkan di Gereja Santo Frediano di Lucca. Pada tahun 1696 ia digelari “kudus” oleh Paus Innocentius XII (1691 – 1700).
sumber Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 27 April:

Renungan Hari Senin Paskah IV - B

Renungan Hari Senin Paskah IV, Thn B/I
Bac I  Kis 11: 1 – 18; Injil                        Yoh 10: 1 – 10;

Injil hari ini melanjutkan Injil kemarin, yaitu tentang gembala. Kalau kemarin Tuhan Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik, hari ini Dia menyebut diri-Nya sebagai Pintu bagi dan kepada domba-domba. Melalui Dia para domba ini akan sampai kepada kebahagiaan dan keselamatan. Sama seperti kemarin yang menyebut gembala buruk, hari ini juga Tuhan Yesus menyinggung sosok orang yang berbahaya bagi domba-domba. Orang itu akan mencuri, membunuh dan membinasakan (ay. 10) domba-domba. Gambaran ini identik dengan gambaran gembala buruk, yang hanya memperhatikan kepentingan dirinya sendiri.

Bacaan pertama menampilkan sharing pengalaman Rasul Petrus. Inti syering itu adalah bahwa keselamatan diperuntukkan kepada bangsa-bangsa lain, bukan hanya kepada bangsa Yahudi saja. Bisa dikatakan bahwa pintu keselamatan, yang adalah Yesus Kristus, terbuka juga untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi. Dan keselamatan itu dapat terwujud dengan pertobatan.

Tuhan Yesus sudah mengumpulkan umat manusia dalam satu kawanan dengan Dia sebagai Gembala Utamanya. Tuhan ingin agar umat manusia, yang adalah domba-domba, hidup bahagia dan selamat. Akan tetapi, selalu saja ada orang yang berusaha masuk ke dalam kawanan itu, baik melalui pintu atau juga tidak, dan berusaha mencelakakan kawanan domba. Mereka itu bisa saja berwujud gembala yang jahat, sebagaimana yang sudh disinggung kemarin. Apa yang dikatakan Than Yesus, seakan menjadi nyata dalam kehidupan sekarang ini. Ada banyak orang yang berusaha mencelakakan umat. Sabda Tuhan hari ini menghendaki supaya kita senantiasa menjaga kawanan domba yang sudah dipercayakan Tuhan Yesus. Kita diajak untuk menghantar kawanan itu kepada keselamatan melalui Pintunya, yaitu Yesus Kristus.

by: adrian

Minggu, 26 April 2015

Paus Fransiskus & Kepedulian pada Orangtua

ABAIKAN ORANGTUA, TINDAKAN SESAT DAN SAKIT
Paus Fransiskus mengecam masyarakat modern yang sering mencampakkan orangtua dan manusia lanjut usia (lansia). Menurut Bapa Suci, peradaban yang memandang orangtua dan lansia hanya sebagai beban adalah ‘sesat’ dan sakit.
“Dosa beratlah orang yang mencampakkan orangtua dan para lansia. Lansia bukanlah makhluk aneh. Mereka bukan alien. Kita ada karena mereka. Dalam waktu singkat atau lama kita secara pasti ada karena mereka, meskipun di mata kita mereka tak berguna lagi,” kata Paus dalam audensi umum di Lapangan Santo Petrus awal Maret lalu.
“Sebuah masyarakat di mana lansia disingkirkan akan menyebarkan virus kematian,” katanya. “Jika kita tidak belajar memperhatikan serta menghormati orangtua dan lansia, niscaya suatu saat nanti kita akan diperlakukan dengan cara yang sama,” Bapa Suci mengingatkan.
Paus berusia 78 tahun mengisahkan ketika beberapa tahun lalu, di suatu bulan Agustus, ia mengunjungi panti jompo sewaktu masih sebagai Uskup Agung Bueros Aires, Argentina. Bapa Suci ingat betul, selama kunjungan itu ia berhenti di depan salah seorang wanita lansia dan bertanya bagaimana anak-anaknya memperlakukan dia.
Wanita lansia itu bingung untuk menjawab ketika Paus Fransiskus bertanya kapan mereka terakhir datang menemuinya. Wanita itu menjawab bahwa terakhir kali anak-anaknya datang saat Natal. Setelah itu hingga bulan Agustus mereka belum datang. “Bayangkan! Delapan bulan tanpa kunjungan dari anak-anaknya – ini dosa berat,” Paus menceritakan.
“Ini semua terjadi karena masyarakat modern diracuni budaya konsumtif. Budaya yang menganggap orangtua dan lansia sebagai beban berat karena tidak berguna,” Bapa Suci menjelaskan. Di zaman ini, menurut Paus, banyak orangtua dan lansia hidup dalam ketakutan, tak berdaya dan ditinggalkan. “Mari kita sama-sama menyadari bahwa masyarakat tanpa kepedulian adalah masyarakat yang sesat,” ungkap Paus.
Paus mengamati pada zaman sekarang orang cenderung berumur panjang berkat kemajuan di bidang kedokteran, tapi ia mengingatkan bahwa suasana hati manusia belum tentu memperpanjang umur manusia. “Seringkali masyarakat kita tidak memberikan ruang bagi lansia, tapi bahkan mengangap mereka beban,” katanya.
Karena kerentanan dan kebutuhan khusus mereka, terutama mereka yang sakit atau sendirian, para lansia membutuhkan perhatian dan perawatan. “Mereka bukan beban. Sebaliknya, mereka justru adalah ‘gudang kebijaksanaan’ seperti yang disebut dalam Alkitab,” kata Paus, dan menunjuk bagaimana tradisi Gereja selalu menempatkan nilai besar pada lansia dan mendapat perhatian khusus selama sisa hidup mereka. “Untuk itu mentalitas acuh tak acuh dan bahkan menghina lansia tidak dapat ditoleransi,” Paus menegaskan.

Orang Kudus 26 April: St. Rafael Arnaiz Baron

SANTO RAFAEL ARNAIZ BARON, PENGAKU IMAN
Rafael Arnaiz Baron lahir pada 9 April 1911 di Burgos, Spanyol. Ia adalah putera sebuah keluarga Kristen yang taat. Rafael memperoleh pendidikan awal melalui sekolah-sekolah yang dijalankan oleh Serikat Yesus. Penyakit yang menganggu pendidikannya membuat ayahnya membawanya untuk dipersembahkan kepada Bunda Maria dari Pillar.
Keluarga Rafael kemudian pindah ke Oviedo, dimana Rafael menyelesaikan sekolah lanjutannya. Pada tahun 1930, Rafael pergi berlibur ke tempat paman dan bibinya, bangsawan Maqueda. Mereka memperkenalkan Rafael akan kehidupan biara Trappist San Isidoro de Duenas, yang membuat Rafael merasa terpanggil. Rafael melanjutkan pendidikan arsitektur di Madrid, tetapi ia meninggalkan pendidikannya dan memilih bergabung dengan Ordo Trappist.
Pada 16 Januari 1934, Rafael diterima di biara Trappist dan mulai dikenal sebagai Bruder Maria Rafael. Empat bulan kemudian, Rafael terserang penyakit diabetes yang membuatnya harus meninggalkan biara untuk menyembuhkan penyakitnya. Setelah sehat, Rafael kembali ke biara dan tidak lama kemudian terserang penyakit itu kembali. Hal ini terjadi antara tahun 1935 – 1937.
Rafael kemudian menjadi oblat yang mengambil tempat paling akhir dan terpisah dari komunitas. Rafael juga tidak dapat mengikrarkan kaulnya karena kesehatannya menjadi penghalang sesuai dengan hokum kanon yang berlaku pada saat itu. Rafael Arnaiz Baron, OCSO meningga dunia pada 26 April 1938 di Duenas, Palencia, Spanyol. Pada 27 September 1992 ia dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II dan pada 11 Oktober 2009 ia dikanonisasi oleh Paus Benediktus XVI.
Baca juga riwayat orang kudus 26 April:

Renungan Hari Minggu Paskah IV - B

Renungan Hari Minggu Paskah IV, Thn B/I
Bac I  Kis 4: 8 – 12; Bac II                  1Yoh 3: 1 – 2;
Injil    Yoh 10: 11 – 18;

Hari ini merupakan hari Minggu pekan keempat masa Paskah. Dalam tradisi Gereja, pekan keempat ini dikenal juga sebagai hari Minggu Gembala Baik. Karena itu, Injil hari ini juga menampilkan pengajaran Tuhan Yesus tentang gembala yang baik. Pertama-tama Tuhan Yesus menampilkan perbedaan antara gembala yang baik dengan yang tidak baik, yang adalah orang upahan. Gembala yang baik lebih mengutamakan nasib dombanya ketimbang dirinya sendiri, sedangkan gembara yang buruk memperhatikan dirinya sendiri. Dari penggambaran ini Tuhan Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Tuhan Yesus tidak hanya mengenal para domba-Nya, tetapi juga memperhatikan mereka bahkan menyerahkan nyawa-Nya.

Yohanes, dalam suratnya yang pertama, yang menjadi bacaan kedua, mengungkapkan kasih Allah yang begitu besar kepada umat manusia. Kasih Bapa yang begitu besar ini mengingatkan kita akan pengorbanan Bapa pada Anak-Nya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus. Hal ini dapat kita kaitkan dengan peran Tuhan Yesus sebagai gembala yang rela mengorbankan diri-Nya demi domba-domba-Nya. Dan oleh kasih Allah itu, kita menjadi satu keluarga (anak-anak Allah), atau memakai istilah Injil, satu kawanan.

Bacaan pertama menampilkan kesaksian Patrus pada sidang di Yerusalem. Ini buntut dari mujizat yang dilakukannya terhadap orang lumpuh di Serambi Salomo. Di hadapan Imam Besar, para ahli Taurat, pimpinan-pimpinan orang Yahudi dan para tua-tua, Petrus mewartakan tentang Tuhan Yesus. Kembali Petrus memperkenalkan sosok Yesus Kristus yang rela mati demi keselamatan umat manusia. Ini mirip seperti gambaran gembala yang baik. Namun Petrus menggunakan istilah lain, yaitu batu penjuru.

Melalui sabda Tuhan hari ini kita disadarkan akan adanya gembala yang baik dan buruk. Dewasa ini para gembala ini mengacu pada para uskup dan imam. Dan seperti kata Tuhan Yesus bahwa ada gembala baik dan buruk, demikian pula dengan diri para uskup dan imam. Hal ini sudah pernah diungkapkan oleh Paus Fransiskus pada bulan Oktober tahun lalu. Ada uskup dan imam yang benar-benar berorientasi pada umat, namun ada pula imam dan uskup yang hanya memperhatikan kepentingan keluarga dan dirinya sendiri. Ada banyak imam yang menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Ada uskup, yang berasal dari kongregasi, hanya peduli pada kongregasinya saja. sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita, khususnya para gembala umat, untuk mengikuti teladan Tuhan Yesus, dengan menjadi gembala yang baik.

by: adrian

Sabtu, 25 April 2015

Bagaimana Uang Paroki Dikorupsi


Korupsi sudah merajalela merasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ia menjadi budaya, yang tak bisa lepas dari kehidupan manusia. Ketika masalah korupsi Al-Quran muncul, seakan tak ada lagi bagian hidup manusia yang luput dari korupsi. Agama yang mengurus moral dan akhlak manusia pun sudah dirasuki budaya korupsi. Kesucian agama telah hancur karena korupsi.

Bagaimana dengan Gereja? Apakah Gereja sebagai lembaga kudus bebas dari korupsi? Apakah budaya koupsi sudah merasuki para pejabat Gereja, seperti uskup dan imam? Mungkin sebagian orang mengatakan bahwa itu mustahil, karena uskup dan imam sudah mengikrarkan janji kemiskinan yang menjauhkan mereka dari kemewahan harta kekayaan. Janji kemiskinan membuat mereka dapat melawan godaan korupsi.

Bukan maksud saya untuk menuduh, tapi saya berangkat dari asumsi dasar bahwa uskup dan imam itu adalah manusia; dan setiap manusia rentan terhadap godaan uang. Dari asumsi ini dapatlah disimpulkan bahwa korupsi bisa juga dilakukan oleh para pejabat Gereja itu. Artinya, budaya korupsi dapat juga merasuki Gereja.

Bagaimana praktek korupsi dilakukan di Gereja? Inilah yang hendak dipaparkan dalam tulisan ini. Dalam tulisan ini, Gereja yang dimaksud adalah paroki, dan saya, sebagai pastor paroki, adalah pelakunya. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana saya mengorupsi uang paroki?

Yang pertama sekali saya lakukan adalah membuat sistem keuangan tertutup dan tunggal. Artinya, keuangan paroki hanya diatur dan diketahui oleh saya. Bendahara paroki hanya membuatkan pembukuaannya. Dewan Pastoral Paroki (DPP) dan pastor pembantu pun tidak tahu. Mereka baru diberitahu pada laporan akhir tahun dalam rapat DPP pleno. Tentulah mereka tidak akan mengetahui secara detail data-data keuangan selama satu tahun, karena yang saya berikan hanyalah laporan rekapitulasinya.

Untuk menguatkan sistem ini saya akan mengatakan kepada umat bahwa apa yang sudah diserahkan kepada Gereja, tidak boleh ditanya-tanya lagi. Tidak pantas. Untuk menguatkan argument ini saya akan mengutip Injil, “Janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (Matius 6: 3). Dengan pernyataan ini umat pun tidak akan berusaha untuk mencari-cari tahu soal keuangan. Selain itu mereka sudah percaya bahwa semua pastor itu BAIK, karena itu tak mungkin pastor akan mencuri uang Gereja.

Dengan sistem ini, saya akan dengan leluasa mengambil uang paroki. Uang kolekte hari Minggu (misa Sabtu sore dan Minggu pagi) sesekali saya catut. Sekalipun diumumkan minggu berikutnya, saya yakin tak ada umat yang tahu kalau uang kolekte sudah dicatut. Uang kolekte misa harian di kelompok-kelompok saya ambil sekian persen. Umat dan pastor pembantu yang pimpin misa tidak akan tahu, karena setelah misa uang kolekte itu langsung diserahkan kepada saya. Hal yang sama juga dengan iura stole atau stipendium. Yang ini paling enak, karena uangnya ada dalam amplop yang tidak diketahui nominalnya, kecuali oleh saya. Jadi, semakin besar nominalnya, semakin besar juga potongannya.

Selain sumber di atas, saya juga masih memiliki sumber lain. Setiap misa hari Minggu, selalu ada pemasukan dari parkiran. Uang tersebut disetorkan kepada saya. Nah, inipun saya potong sekian persen. Para juru parkir itu tak akan tahu kalau uang parkir saya catut karena mereka tidak membuat pembukuan. Di samping itu mereka percaya bahwa pastor itu BAIK. Mereka percaya bahwa uang parkir yang mereka serahkan akan digunakan untuk kepentingan pelayanan pastoral. Artinya, mereka percaya uang parkir tidak akan disalahgunakan pastor.

Terkadang juga saya mendapat sumbangan dari para donatur. Malah ada donatur yang agak rutin memberikan sumbangan. Mereka ini umumnya memiliki kepercayaan bahwa setiap pastor itu BAIK, sehingga mereka hanya memberi saja tanpa ada surat tanda terima. Bukankah Injil sudah menasehati “Janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.”? Maka terhadap sumbangan ini, saya selalu menyambutnya dengan gembira dan kepada mereka saya akan bersikap ramah. Tentulah, kepada bendahara paroki saya hanya menyampaikan nominal yang sudah saya catut. Misalnya, jika saya terima 15 juta, maka saya sampaikan 10 juta. Hanya saya yang tahu.

Renungan Pesta St. Markus, Thn B

Renungan Pesta Santo Markus, Thn B/I
Bac I  1Ptr 5: 5b – 14; Injil                      Mrk 16: 15 – 20;

Hari ini Gereja Universal mengajak umat katolik untuk bergembira merayakan pesta Santo Markus, pengarang Injil. Sebagai bentuk penghormatan kepadanya, Injil hari ini diambil dari tulisannya. Injil hari ini berkisah tentang perpisahan para murid dengan Tuhan Yesus. Sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus meminta mereka untuk memberitakan “Injil kepada segala makhluk.” (ay. 15). Dalam menjalankan tugas tersebut para murid tak perlu merasa takut dan cemas karena Tuhan senantiasa menyertai mereka.

Bacaan pertama hari ini diambil dari Surat Petrus yang Pertama. Dalam suratnya itu, Petrus menyinggung nama Markus. Bisa dipastikan bahwa Markus yang disebut Petrus ini adalah juga Markus yang menulis Injil. Akan tetapi, isi surat Petrus, yang menjadi bacaan pertama ini, bukan semata-mata ditujukan kepada Markus saja, melainkan kepada semua pembaca, termasuk kita saat ini. Di sini Petrus meminta pembacanya untuk bersikap rendah hati, baik di hadapan Tuhan maupun sesama, berserah diri kepada Tuhan, teguh dalam iman dan berjuang melawan kuasa iblis.

Sabda Tuhan hari ini pertama-tama menyadarkan kita bahwa kita terpanggil untuk melanjutkan karya perutusan para murid Kristus dahulu. Pewartaan akan Yesus Kristus dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kita dapat mengikuti cara Santo Markus dengan membuat tulisan tentang Tuhan Yesus dan ajaran-Nya. Kita tak perlu sama seperti Markus dengan menghasilkan buku, tetapi lewat tulisan-tulisan kita orang bisa mengenal Tuhan Yesus dan karya-Nya. Kita dapat memakai aneka media, seperti media sosial. Selain itu, Tuhan menghendaki kita untuk membangun sikap rendah hati dan berserah diri kepada Tuhan, agar kita dapat mengalahkan kekuatan iblis.

by: adrian