Minggu, 19 Juli 2015

Ada Uang di Balik Proyek Rohani

Sekelompok anak muda berkumpul bersama di sebuah ruangan di pastoran. Mereka sedang membicarakan rencana kegiatan untuk kaum muda, yang dikenal dengan istilah Orang Muda Katolik (OMK). Permbicaraan terlihat sangat serius, mulai dari bentuk acara hingga dana. Soal dana mereka akan mengajukan proposal ke Departeman Agama Provinsi. Kebetulan salah satu pegawai depag masih punya relasi baik dengan salah seorang pengurus OMK.

Tiba-tiba pastor masuk ke ruangan itu. Pastor itu adalah moderator OMK di paroki itu. Akan tetapi, serta merta mereka diam membisu. Dan tak lama kemudian pembicaraan beralih ke topik yang lain. Pastor itu pun ikut nimbrung sebentar. Tak lama kemudian dia keluar. Sekelompok anak muda ini kembali kepada topik pembicaraannya.
***
Kisah di atas bukanlah kisah realita, melainkan kisah rekayasa. Namun bukan tidak mustahil kisah tersebut nyata dalam kehidupan menggereja kita. Kisah itu bisa ada di mana saja. Mungkin juga kita ada dalam kelompok anak muda tadi.

Satu hal yang menarik dari kisah di atas adalah KENAPA MEREKA DIAM KETIKA PASTOR, YANG BERTANGGUNGJAWAB ATAS OMK DI PAROKI ITU, MASUK KE RUANGAN PERTEMUAN? Peristiwa ini amat sangat aneh. Bukankah seharusnya sang pastor dilibatkan dalam rencana kegiatan itu; kenapa terkesan beliau disingkirkan?

Dari keanehan ini, tidak salah kalau kemudian muncul penilaian negatif lainnya. Ada udang di balik batu. Pastilah ada sesuatu “jahat” dalam rencana kegiatan itu. Ada niat buruk yang disembunyikan dalam pembicaraan itu. Logisnya, jika tidak ada rencana “jahat”, tentulah mereka tidak diam saat pastor masuk ke ruangan pertemuan itu.

Tentulah ada orang akan mengatakan tak mungkin ada niat jahat dalam diri anak muda itu. Kelompok anak muda itu ingin membantu Gereja dalam menumbuh-kembangkan iman kaum muda. Mereka ingin berpartisipasi dalam hidup menggereja dengan mengadakan kegiatan rohani bagi kaum muda paroki. Bukankah ini baik dan luhur? Lantas apa yang “jahat” dalam rencana anak muda paroki itu?

Rasul Paulus, dalam suratnya yang pertama kepada Timotius, sudah mengatakan bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang (1Tim 6: 10). Jadi, sekitar 1914 tahun lalu, Paulus sudah mengajak umat kristiani untuk mewaspadai bahaya akan uang. Karena dari uang ini muncul berbagai kejahatan, seperti korupsi. Kejahatan itu bisa saja dibungkus dengan kebaikan dan idealisme. Seperti kata orang: serigala berbulu domba. Aslinya serigala, namun tampilannya domba.

Renungan Hari Minggu Biasa XVI - B

Renungan Hari Minggu Biasa XVI, Thn B/I
Bac I  Yer 23: 1 – 6; Bac II                  Ef 2: 13 – 18;
Injil    Mrk 6: 30 – 34;

Sabda Tuhan hari ini mengangkat topik tentang gembala. Yang mau disampaikan di sini adalah gembala sebagai pemersatu. Gembala di sini adalah kiasan untuk raja atau pemimpin agama bangsa Israel. Dalam Kitab Nabi Yeremia, yang menjadi bacaan pertama, ditampilkan nubuat kekecewaan Allah atas perilaku para gembala. Mereka tidak menjalankan tugasnya sebagaimana seharusnya. Para gembala ini tidak menaruh perhatian kepada umatnya. Karena ulah mereka kawanan umat tercerai-berai, tersesat dan ada juga yang hilang. Karena itulah, lewat nabi Yeremia, Allah mengecam dan menegur mereka.
Agak senada dengan bacaan pertama, ketercerai-beraian kawanan umat atau kawanan umat yang tidak diperhatikan terlihat lagi dalam Injil. Tuhan Yesus, ketika melihat orang banyak, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan kepada mereka. Tuhan Yesus mengatakan “mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala.” Di sini, tidak seperti gambaran gembala dalam Kitab Yeremia, sosok gembala yang baru menaruh perhatian kepada umatnya. Ia memiliki belas kasih kepada umatnya, sehingga Ia memberikan perhatian kepada mereka.
Tuhan Yesus tampil sebagai gembala yang baik, yang memperhatikan umatnya. Tuhan Yesus tidak mau melihat umatnya tercerai-berai seperti domba tanpa gembala. Oleh karena itu, Ia datang menyatukan mereka. Peran menyatukan inilah yang direfleksikan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus. Dalam bacaan kedua, Paulus melihat bahwa tembok pemisah, yaitu permusuhan, telah dirobohkan. Dalam Tuhan Yesus ada kesatuan. Dalam Tuhan Yesus kita menjadi satu keluarga sebagai anak-anak Bapa.
Sabda Tuhan hari ini mau menyampaikan kepada kita dua hal. Pertama, kita mempunyai satu Gembala yang sangat baik, yang senantiasa memperhatikan umat-Nya. Dia-lah Yesus Kristus. Tuhan Yesus, sebagai gembala, berusaha menyatukan kita. Dalam Yesus ada kesatuan. Dia telah merobohkan tembok pemisah, yaitu permusuhan. Menjadi pertanyaan kita, sebagai pengikut Kristus: masih adakah persatuan di antara kita? Apakah benar kita hidup dalam ketiadaan permusuhan. Kedua, ada banyak gembala umat di tempat kita, baik sebagai uskup, imam, maupun pemimpin umat lainnya. Menjadi pertanyaan kita, sudahkah mereka menampilkan diri sebagai pemersatu, sebagaimana sudah diteladankan oleh Tuhan Yesus?***
by: adrian