Minggu, 07 Desember 2014

Jangan Hanya Pembenaran, Buktikan Kebenaran

Seorang karyawan sebuah “perusahaan” datang mengungkapkan isi hatinya. Dia bilang bahwa teman-teman di kantor menuduhnya mencuri uang kantor. Malah ada rekan kerja yang berusaha melacak keuangannya. Padahal dia sudah bekerja keras dan hidup jujur, demikian curahan isi hatinya.

Satu hal lain lagi yang membuat dia kesal adalah tudingan orang bahwa seringnya dia keluar kota mendampingi boss, dikatakan bahwa dia gunakan uang kantor untuk keperluan pribadi. Padahal semua biaya perjalanan itu ditanggung oleh boss. Sungguh menyakitkan hati dituduh begitu. Pastilah mereka-mereka itu iri hati dan tidak suka melihat orang senang.

Sepintas saya merasa prihatin dan bersimpati dengan nasib karyawan ini. Saya merasa jengkel dan marah dengan orang-orang yang menuduhnya telah mencuri uang kantor, alias korupsi. Kenapa orang sukanya menuduh. Tanpa disadari saya melihat bahwa kebenaran ada pada pihak karyawan itu. Apa yang diutarakannya adalah kebenaran. Dengan kata lain, kebenarannya adalah: karyawan itu tidak korupsi dan orang lain memfitnah dirinya.

Benarkah demikian? Setelah saya renungkan, ternyata saya keliru. Apa yang diungkapkan oleh karyawan itu bukanlah kebenaran, melainkan pembenaran. Dia ingin mendapatkan kebenaran dengan cara pembenaran. Pembenaran bukanlah kebenaran yang sebenarnya. Pembenaran bisa menjadi sarana untuk menyembunyikan kebenaran.

Renungan Hari Minggu Adven II - B

Renungan Hari Minggu Adven II, Thn B/I
Bac I    Yes 40: 1 – 5, 9 – 11; Bac II           2Ptr3: 8 – 14;
Injil      Mrk 1: 1 – 8;

Bacaan pertama dan Injil hari ini memiliki kesamaan, karena sama-sama menampilkan seruan orang yang menyiapkan bagi kedatangan Tuhan. Dalam bacaan pertama yang diambil dari Kitab Nabi Yesaya, dikatakan bahwa Yesaya menerima mandat dari Allah untuk menghibur orang Israel yang ada di pembuangan. Yesaya menyampaikan bahwa masa perhambaan akan berakhir. Akan tetapi, umat harus mempersiapkan diri menyambut kedatangan pembebasan itu. Salah satu wujud persiapan itu adalah dengan bertobat. Inilah inti dari bunyi suara yang berseru-seru itu.

Jika dalam bacaan pertama hanya disampaikan bunyi suara yang berseru-seru, Injil dengan tegas menunjuk sumber suara itu. Dia-lah Yohanes Pembaptis. Dalam Injil terlihat jelas bahwa memang tugas Yohanes Pembaptis adalah mempersiapkan umat untuk menyambut kedatangan Tuhan. Kedatangan Tuhan, yang dalam alam pikir Yahudi dikenal dengan Mesianisme, diyakini akan membawa pembebasan bagi bangsa Israel dan mengembalikan kejayaan Israel. Sama seperti yang diwartakan Nabi Yesaya, persiapan yang ditawarkan Yohanes juga mengarah kepada pertobatan.

Bacaan kedua hari ini diambil dari Surat Petrus yang Kedua. Senada dengan bacaan pertama dan Injil, Petrus juga menyinggung soal hari kedatangan Tuhan. Dalam suratnya itu, Petrus kembali menyampaikan apa yang pernah disampaikan oleh Sang Guru bahwa hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Tidak ada yang tahu kapan persisnya. Oleh karena itu, Petrus mengajak umat untuk “berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia.” (ay. 14). Tobat berarti berdamai dengan Tuhan. Jadi, Petrus mau mengatakan bahwa dalam masa penantian ini hendaknya umat mempersiapkan diri dengan bertobat.

Tak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Setiap kita pastilah pernah berdosa. Namun Tuhan kita adalah Allah yang Maharahim dan Pengampun. Allah ingin supaya di saat Dia datang menemui kita, diri kita dalam keadaan siap. Artinya, kita tidak bercacat dan bernoda. Untuk itu ada pintu ampun bagi mereka yang bertobat. Inilah yang hendak disampaikan sabda Tuhan hari ini. Di masa adven ini, kita diajak untuk mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan, baik di masa yang akan datang maupun perayaan natal. Tuhan menghendaki agar kita mempersiapkan diri kita dengan bertobat, meninggalkan kemanusiaan lama kita.

by: adrian