Tanya-Jawab

Bagi siapa yang mau bertanya atau juga berkonsultasi, dipersilahkan menuangkannya di laman ini. Sejauh bisa kami jawab, maka akan kami jawab.

Pertanyaan bisa langsung ketik di kolom komentar atau mengirimnya lewat email: nong.andi@gmail.com.

Jika Anda malu identitas Anda diketahui orang lain, Anda dapat menggunakan nama samaran atau inisial.

Sekian dan terima kasih!

27 komentar:

  1. Mat Siang Mo, Mau tanya nih.... mewartakan kabar gembira Yesus Kristus bisa melalui kotbah dan bisa juga melalui perilaku kehidupan kita sehari-hari terutama kepada orang-orang yang paling dekat dengan kita.. Bagaimana pendapat Romo, apabila pewartaan kabar gembira melalui perilaku hidup dalam rumah tangga yang semula beda agama dan ada keinginan untuk masuk agama Katolik, tetapi proses penerimaan sakramen sepertinya lama dan tanpa kepastian? siapakah yang harus memberi keputusan agar kabar gembira bisa cepat dirasakan oleh orang yang sudah rindu untuk memperolehnya? Trima kasih Mo...GBU

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Harus diakui ada sedikit kekaburan dalam pertanyaan ini, karena tidak disertai dengan contoh. Namun saya coba memberikan jawaban sekenanya saja.

      Pertama-tama perlu dibedakan antara kabar gembira itu sendiri dengan aturan (hukum). Kalau aturan tentu ada tolok ukur jelas. "Jelas" di sini bukan sekedar kasat mata, melainkan juga berlaku umum. Jika sudah memenuhi kriteria yang ditentukan, maka ada kepastian. Sedangkan tolok ukur untuk kabar gembira sudah diterima atau belum susah dijelaskan.

      Berkaitan dengan orang yang mau menjadi katolik tapi prosesnya lama dan tanpa kepastian, dapat dilihat dari tolok ukur itu. Apakah persyaratan untuk menjadi katolik, yang berlaku di paroki itu, sudah dipenuhi? Saya ingat pengalaman seorang ibu di Paroki Tiban yang menjadi katekumen selama 7 tahun. Selain itu juga harus diketahui kesiapan yang bersangkutan.

      Tak bisa dilupakan juga peran pastor parokinya. Mungkin pastor parokinya melihat ada sesuatu yang kurang dalam diri orang yang mau menjadi katolik. Memang untuk kasus ini pastor paroki harus mengatakan kepada yang bersangkutan. Intinya, harus ada komunikasi. Bisa saja apa yang dilihat pastor itu benar, bisa juga salah.

      Kiranya inilah yang bisa saya jelaskan. Semoga menjawab pertanyaan Anda. Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati!

      Hapus
  2. mau tanya kenapa tuhan dilahirkan oleh manusia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih atas pertanyaannya. Sungguh suatu pertanyaan yang singkat namun menyangkut hakikat iman, khususnya bagi orang kristen.

      Yang pertama harus kita sadari adalah bahwa Allah (Tuhan) itu mahakuasa, sedangkan manusia itu sangat terbatas. Oleh karena itu, tak mungkinlah kita manusia dapat memahami semua hal tentang Allah (Tuhan). Jika kita mengatakan bahwa segala sesuatu tentang Tuhan itu bisa dijelaskan oleh akal sehat itu berarti kita sombong dan sekaligus kita tidak mengakui bahwa Tuhan itu mahakuasa. Karena itu, berkaitan dengan Allah (Tuhan), masih ada banyak hal yang tidak diketahui oleh manusia. Dan itu menjadi misteri iman. Misteri iman hanya bisa diterima dengan sikap iman.

      Berkaitan dengan ini, saya mau mengutip pernyataan St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Rom 11: 33-36).

      Kesimpulan sederhana yang dapat ditarik sebagai jawaban atas pertanyaan di atas adalah adalah kehendak Tuhan Dia mau dilahirkan oleh manusia. Apakah ini tidak mengurangi kemahakuasaan-Nya? Sama sekali tidak. Justru kalau kita ikuti pikiran kita manusia, maka kemahakuasaan-Nya menjadi sirna.

      Mungkin kita akan bertanya, bukankah Allah (Tuhan) itu suci dan kudus sedangkan manusia tidak? Sekali lagi bukan urusan manusia. Karena Dia mahakuasa, Dia bisa mengatur segala-galanya sesuai dengan kehendak-Nya. Kita manusia tidak bisa mengatur-atur Dia.

      Kira-kira demikianlah jawaban sederhana saya. Saya memberikan kesempatan kepada pembaca lain yang mau menambahkan jawaban agar bisa menjadi jelas.

      Sekian dan terima kasih. Tuhan memberkati!!!

      Hapus
  3. Teman saya dari Gereja Kristen GKRI bilang bahwa menurut Kitab Suci manusia itu dipanggil berpasang-pasangan. Berpasang-pasangan ini dimengerti sebagai menikah. Lalu ia tanya, "kenapa dalam Gereja Katolik pastor dan suster tidak menikah? Berarti mereka tidak mengikuti perintah Tuhan dalam Kitab Suci."

    Terima kasih!!

    Santa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Cukup menarik. Benar apa yang dikatakan temanmu itu. Ada perintah untuk menikah. Memang kitab suci mengungkapkan itu. Persisnya dari kitab Kejadian. Begini bunyinya:
      1. Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kej 1: 28)
      2.TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2: 18).

      Memang, kedua ayat ini sering dipakai sebagai dasar untuk menikah. Lantas, apakah pastor dan suster yang tidak menikah berdosa karena tidak mengikuti perintah Tuhan dalam Kitab Suci?

      Pertama-tama harus disadari bahwa Kitab Suci kita ada dua, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Baru diawali dan diisi dengan kehidupan Yesus. Dikatakan Perjanjian Baru karena memang Yesus membawa pembaharuan dalam perjanjian itu. Pembaharuan yang dibawa oleh Yesus bukan berarti menghilangkan yang lama dan menggantikan yang baru, tetapi menggenapinya. Yesus pernah perkata, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Mat 5: 17).

      Jadi, di sini kita harus menerima bahwa ada pembaharuan yang dibawa oleh Yesus. Salah satunya adalah soal menikah. Kalau dalam Perjanjian Lama menikah itu merupakan suatu kewajiban (karena difirmankan oleh Tuhan), maka dalam Perjanjian Baru menikah itu merupakan pilihan hidup. Ia menjadi sebuah hak. Yesus pernah berkata, "Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga." (Mat 19: 12).

      Pernyataan terakhir dari teks di atas mau menunjukkan bahwa menikah itu adalah pilihan hidup. Orang dengan kemauannya sendiri memutuskan untuk tidak menikah demi kerajaan sorga. Pada titik inilah para pastor dan suster menghayati hidup selibat atau tidak menikah. Mereka dengan kesadaran dan kemauannya telah memutuskan untuk tidak menikah demi pelayanan tugasnya.

      Itulah alasan pertama mengapa pastor dan suster tidak menikah. Ada alasan lain lagi:

      1. Alasan Kristologis. Artinya, pastor dan suster mau mengikuti Yesus Kristus. Yang diketahui adalah bahwa Yesus itu tidak menikah. Jadi, karena Yesus tidak menikah, maka mereka juga tidak menikah.

      2. Alasan Eskatologis. Artinya, gaya hidup tidak menikah ini mencerminkan gaya hidup di masa depan. Yesus pernah berkata, "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan." (Luk 20: 34-35). Jadi, dengan tidak menikah, para pastor dan suster sudah ambil bagian atau mencicipi gaya hidup dalam dunia yang lain itu.

      3. Alasan praktis. Dengan tidak menikah, berarti pastor tidak dibebani oleh keluarga (istri dan anak). Dengan demikian tugas pelayanannya akan lebih total. Bayangkan, jika ia punya istri dan anak. Ketika tugas jauh, hati pikirannya akan gelisah memikirkan istri dan anak; apalagi bila dengar kabar anak lagi sakit. Tentulah konsentrasi tugasnya akan terbagi.

      Demikianlah jawaban singkat saya. Semoga memuaskan. Mungkin kamu bisa menunjukkan artikel ini kepada temanmu agar ia juga mendapat pencerahan.

      Sekian dan terima kasih. Tuhan memberkatimu!!!

      Hapus
  4. Calon saya non katolik. Bagaimana ini?

    Terima kasih,

    Seseorang di Pulau Burung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Hanya sayang, pertanyaan Anda sangat singkat dan sedikit agak membingungkan karena kurang jelas maksudnya. Akan tetapi kami menerima saja pertanyaan ini dengan asumsi begini:
      Anda punya pacar yang bukan katolik. Kami tidak mempermasalahkan apa agama atau gerejanya. Yang jelas adalah bahwa ia bukan katolik. Setelah lama pacaran, Anda ingin menikahi pacar Anda ini. Namun Anda bingung karena adanya beda keyakinan, sementara si dia tidak menunjukkan tanda-tanda mau menjadi katolik. Karena itu Anda bertanya minta solusi dan pencerahan.

      Pertama-tama yang harus disadari adalah salah satu pernikahan yang ideal adalah penikahan yang seiman (seagama atau pun segereja). Hal ini seperti yang tertulis dalam Kitab Suci, "Mereka bukan lagi dua, melainkan satu." (Mat 19: 6). Kesatuan itu menyangkut banyak hal, salah satunya adalah iman/keyakinan.

      Akan tetapi, seringkali orang menemui kesulitan untuk mendapatkan pasangan yang seiman. Mungkin karena tuntutan kriteria yang terlalu idealistis atau juga karena di lokasi tempat kita berada ketersediaan pasangan yang seiman sangat sedikit atau amat langka. Untuk kasus Anda ini, alasan kedua menjadi persoalannya. Lalu bagaimana bisa membantu mengatasi persoalan Anda? Anda ingin menikah. Pasangan seiman tak ada. Yang ada malah yang tak seiman. Anda sendiri tak mau meninggalkan iman katolik.

      Karena itu, langkah pertama yang musti dibuat adalah merenungkan kembali relasi Anda berdua: apakah relasi kalian didasari cinta atau suka. Jika seandainya landasannya adalah rasa suka, maka relasi tersebut lebih baik jangan diteruskan. Tapi jika landasannya adalah cinta, maka dapatlah diteruskan, karena dalam cinta ada kekuatan untuk menerima pasangan hidup apa adanya termasuk perbedaan keyakinan. Untuk itulah, perlu direnungkan baik-baik dasar relasi kalian: Cinta atau Rasa Suka.

      Setelah merenungkan apa yang menjadi landasan relasi tersebut, Anda harus menyadari bahwa di luar gereja/agama katolik tidak ada ritus pernikahan campur. Jadi, bila Anda mau menikah dengan pasangan Anda yang non katolik dan mengikuti ritus mereka, maka Anda harus meninggalkan agamamu dan menjadi satu dengan agama pasanganmu. Berbeda bila menikah memakai tata cara/ritus katolik. Gereja Katolik mempunyai ritus pernikahan campur, asalkan kalian sudah memiliki dispensasi, baik itu disparitas cultus maupun mixta religio. Jadi, dengan ritus pernikahan campur kalian tetap dapat melangsungkan pernikahan secara sah dan pasangan Anda bisa tetap dengan keyakinannya tanpa harus menjadi orang katolik.

      Langkah berikut yang bisa Anda lakukan adalah menyampaikan dua langkah di atas kepada pasanganmu. Ajaklah juga dia untuk merenungkan dasar hubungan kalian. Mungkin perlu juga disampaikan tawaran untuk "mengikuti" Anda. Jika ia tidak mau menerima tawaran Anda, jelaskanlah kepadanya langkah kedua di atas. Setelah semua itu Anda sampaikan, Anda musti memberitahukan dia syarat-syarat untuk menikah secara katolik: kursus persiapan pernikahan (KPP), kanonik, dispensasi, dll. Saat memberitahu hal-hal ini, Anda harus menjelaskan apa itu KPP, kanonik dan dispensasi; dan untuk apa KPP, kanonik dan dispensasi itu. Intinya, Anda bukan sekedar membuat dia tahu, melainkan juga mengerti.

      Apakah nanti akan menemui kesulitan? Kesulitan bisa saja muncul dari pihak Gereja Katolik dan dari pihak keluarga pasangan Anda, baik keluarga inti, keluarga besar maupun keluarga "iman". Dari pihak Gereja kesulitan muncul bila ada satu atau dua syarat yang belum bisa dipenuhi. Tapi, jika persyaratan sudah dipenuhi, maka tidak ada kesulitan lagi; tinggal bagaimana Anda meyakinkan keluarga dan "keluarga" lain dari pasangan Anda.

      Kiranya inilah yang bisa kami berikan untuk menjawab persoalan Anda. Kami berharap semoga jawaban ini dapat memenuhi maksud pertanyaan Anda sehingga Anda mendapatkan pencerahan. Lebih kurangnya kami minta maaf. Adalah bijaksana bila Anda berkonsultasi juga dengan pastor paroki.

      Sekian dan terima kasih. Tuhan memberkatimu!!!

      Hapus
  5. Romo, teman saya yang protestan pernah ikut misa sekolah. Karena itu dia tahu doa bapa kami. Kemarin dia tanya kepada saya kenapa orang katolik menggantikan doa bapa kami. Lalu dia bilang bahwa dalam kitab suci dikatakan bahwa Tuhan akan mendatangkan celaka bagi yang menambahkan isi kitab suci. Mohon tanggapannya.

    trims!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Apa yang temanmu bilang bahwa Tuhan akan mendatangkan celaka bagi yang menambahkan isi Kitab Suci didasarkan pada kutipan Kitab Wahyu 22: 18. Kutipan itu berbunyi: "Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini."

      Akan tetapi bukan hal itu yang mau kita bahas, melainkan soal perbedaan doa Bapa Kami yang bersumber dari Kitab Suci. Sayangnya, Anda tidak menyertakan perbedaannya di mana. Saya hanya menjelaskan perbedaan yang seringkali diperdebatkan, yaitu kata "makanan" dan "rezeki". Saudara kita protestan menggunakan kata "makanan", sedangkan kita memakai kata "rezeki". Semoga ini juga yang Anda maksudkan.

      Mari kita lihat teks asli Kitab Suci berbahasa Latin, khususnya yang memuat doa Bapa Kami (Mat 6: 11): “panem nostrum supersubstantialem da nobis hodie”. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "Give us this day our supersubstantial bread” atau dalam terjemahan populernya “give us this day our daily bread”. Jadi, kata yang dipermasalahkan adalah "bread".

      Kata "bread" mengandung makna roti. Kata "roti" ini kemudian ditafsirkan orang. Orang protestan menfsirkan secara sempit, yaitu makanan, sedangkan orang katolik menafsirkannya secara luas, yaitu kebutuhan hidup atau juga rezeki.

      Jadi, tidak ada yang salah dengan perbedaan itu. Perbedaan itu bukan berarti menambahkan sesuatu yang baru, melainkan beda penafsiran.

      Inilah yang bisa saya berikan sebagai jawaban. Semoga memuaskan. Tuhan memberkatimu!

      Hapus
  6. Aq lhat renungan2 dlm blog ini slalu ulas smua bacaan. Kenapa?

    BalasHapus
  7. Terima kasih atas pertanyaannya. Sebenarnya sederhana saja. Setiap kali misa, kita pasti mendengar 2 atau 3 bacaan. Selain Injil ada bacaan lain. Saya melihat bahwa bacaan-bacaan itu bukanlah sekedar tempelan atau hiasan belaka. Kalau renungan hanya diambil dari Injil saja, lalu bacaan lain itu untuk apa?

    Gereja menempatkan bacaan itu sebelum Injil tentu punya makna. Karena itulah, setiap kali membuat renungan saya mencoba mencari titik temu atau benang merah dari kedua(tiga) bacaan liturgi hari bersangkutan. Dan kebetulan saya selalu menemukan benang merahnya. Benang merah inilah yang menjadi pesan Tuhan bagi kita dari bacaan-bacaan liturgi dalam perayaan ekaristi.

    Demikianlah sekilas jawaban saya. Terima kasih dan Tuhan memberkati.

    BalasHapus
  8. Syalom! Aku mau tanya. Kami sudah ikut kanonik. Tak ada halangan. Sudah sudah tentukan tanggal pemberkatan. Yang berkat kami adalah pastor A. Beliau sebelumnya adalah pastor paroki di tempat kami, tapi kini tidak lagi.
    Saya dengar ada yang mengatakan kalau pastor A yang berkati perkawinan kami, tanpa ada delegasi dari pastor paroki, maka perkawinan kami tidak sah. Mohon penjelasan.
    Terima kasih!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih ada pertanyaannya. Ada beberapa hal yang kurang jelas. Misalnya soal pastor A ini. Apakah ada halangan bagi dia untuk menjalankan fungsinya sebagai peneguh?

      Terlepas dari itu, kami hanya memberikan gambaran singkat berangkat dari KHK berkaitan dengan topik kita. Kan 1108 ayat 1 berbunyi: "Perkawinan hanyalah sah bila dilangsungkan di hadapan ordinaris wilayah atau pastor paroki atau imam atau diakon, yang diberi delegasi oleh salah satu dari mereka itu......"

      Memang bunyi kanon ini sedikit membingungkan. Ada banyak hal yang dapat diperdebatkan. Namun, kita ambil saja kalimat pertama sebelum tanda koma. Di situ dikatakan bahwa peneguh perkawinan adalah ordinaris wilayah, atau pastor paroki atau imam atau diakon. Kata penghubung yang yang dipakai adalah "atau". Itu artinya pilihan. Kami melihat, sebagai peneguh perkawinan, mereka memiliki wewenang yang sama.

      Akan tetapi, karena perkawinan ini merupakan reksa pastoral parokial, maka etisnya jika peneguh yang tidak berada di teritorial paroki itu mendapatkan mandat dari pastor paroki.

      Inilah yang dapat kami sampaikan. Kami menganjurkan supaya Anda membicarakan baik-baik dengan pastor paroki Anda. Semoga niat suci Anda diberkati Tuhan sehingga Anda dan pasangan Anda dapat mengarungi hidup baru dengan tenang dan damai.

      Hapus
  9. salam sejahtera bagi teman2 seiman.

    Saya ingin bertanya mengenai biografi santo venantius/vinansius, apakah ada yang bisa berbagi mengenai hal itu. karena setahu saya tidak banyak dicerita mengenai perjalanan hidup dari santo ini. mohon bantuan nya..
    Terima kasih

    Salam damai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Ada 2 orang kudus dengan nama Venantius, yaitu Venantius (18 Mei) dan Venantius Fortunatus (14 Des). Data hidup mereka sangat terbatas, karena mereka hidup pada abad-abad awal Gereja. Yang satu hidup pada abad III, dan yang lain pada abad VI.

      Kamu bisa dilihat di blog ini riwayat singkatnya. Terima kasih!

      Hapus
  10. Selamat siang romo. Saya mau tanya apakah yesus itu Allah atau Anak ALlah?
    NN. batam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Pertama-tama kita harus membedakan antara Anak (huruf A kapital) Allah dengan anak Allah (huruf a kecil). Anak Allah (dengan huruf A kapital) hanya ditujukan kepada Yesus, sedangkan yang huruf kecil ditujukan kepada umat manusia.

      Pertanyaan di atas muncul mungkin dilatar-belakangi informasi yang diterima. Ada informasi yang mengatakan bahwa Yesus itu Allah, tapi ada juga informasi yang bilang bahwa Yesus itu Anak Allah. Terhadap dua informasi inilah kemudian muncul kebingungan sehingga memunculkan pertanyaan di atas.

      Perlu diketahui bahwa dua informasi itu benar. Tentulah hal ini tidak langsung menyelesaikan persoalan. Jawaban ini masih menyisahkan kebingungan. Bagaimana menjelaskan bahwa Yesus itu Allah dan juga Anak Allah?

      Sebelum saya menjelaskannya, saya mau memberikan satu fondasi berpikir kita. Agama Katolik kaya akan misteri iman. Jeremy Tailor pernah berkata, “Agama yang tanpa misteri adalah agama tanpa Allah.” Misteri ini menyangkut iman. Mgr Suharyo mengatakan, “Kalau semuanya jelas, itu pasti bukan Allah dan bukan iman.” Secara sederhana, misteri membuat kita tidak dapat memahami segala sesuatu terkait Yang Ilahi, namun kita percaya. Lebih lanjut tentang agama dan misteri ini baca di blog ini dengan judul "Agama dan Misteri" (8 Nov 2015).

      Jadi, Allah dan Anak Allah merupakan misteri iman. Otak atau akal budi manusia tidak dapat menangkap segala-galanya, karena akal budi manusia terbatas. Yang Ilahi itu mahakuasa, maha agung dan maha lainnya. Mana mungkin yang ke-maha-an itu bisa masuk ke dalam otak manusia yang kecil dan terbatas.

      Seperti yang sudah dikatakan di atas bahwa Yesus adalah Allah dan Anak Allah. Keallahan Yesus itu dapat dibaca dalam prolog Injil Yohanes (Yoh 1: 1, 14). Kita mengenal bahwa Yesus adalah Sabda Allah, dan Sabda itu adalah Allah. Karena itulah, dalam Syahadat Para Rasul dikatakan bahwa Yesus itu sehakikat dengan Allah (Bapa).

      Bagaimana dengan Anak Allah? Yohanes 1: 14 mengatakan Sabda sudah menjadi manusia. Itulah peristiwa natal. Itulah Yesus. Jadi, Yesus adalah Allah yang menjadi manusia.Ireneus dari Lyon, seorang Bapa Gereja abad II, pernah berkata bahwa Allah menjadi manusia agar manusia menjadi seperti Allah. Di sini terlihat salah satu peran Yesus adalah memperkenankan Allah.
      Sudah dikatakan bahwa Yesus itu adalah Allah. Memperkenalkan Allah kepada umat berarti sama artinya memperkenalkan diri-Nya sendiri. Kalau ini yang terjadi, tentulah umat akan kebingungan, karena konsep umat waktu ini (dan juga sekarang) Allah itu ada “di atas”, terpisah dari manusia. Jadi, agak “aneh” memperkenalkan Allah dalam diri Yesus sendiri, karena konsep itu belum dipahami oleh umat. Karena itu, Yesus membuat pemisahkan. Dalam pemisahan itu ada pembedaan. Maka ketika menyebut Allah, Yesus menyapa-Nya: Bapa, sementara Yesus memposisikan diri-Nya sebagai Anak Allah.

      Dengan memposisikan diri sebagai Anak Allah, Yesus sekaligus juga memberikan teladan kepada umat, yang adalah anak-anak Allah. Umat dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan dalam relasi mereka dengan Allah ketika melihat Yesus. Jadi, sama seperti Yesus yang taat kepada kehendak Allah, hendaknya juga manusia, yang adalah anak-anak Allah, harus taat.

      Demikianlah keterangan yang dapat saya berikan. Semoga keterangan ini menjawab pertanyaan Anda.

      Salam dan Tuhan memberkati

      Hapus
  11. Teman saya muslim di sekolah pernah tanya mengapa cewek kristen tak pakai kerudung, padahal ada dlm Kitab Suci. Dia ada sebut, tapi saya lupa nama kitabnya. Selain itu, Bunda Maria juga selalu digambarkan memakai kerudung. Terima kasih (NN, di Batam)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Pertama-tama perlu diketahui bahwa sebenarnya tradisi penggunaan kerudung ada dalam Gereja Katolik. Setiap perempuan wajib mengenakan kerudung saat mengikuti ekaristi, berdoa atau upacara liturgi lainnya. Namun, sejak Konsili Vatikan II, penggunaan kerudung tidak diwajibkan, tapi tidak juga melarang umat yang memakainya.
      Dasar kerudung yang dimaksud di atas ada dalam Surat Paulus kepada jemaat di Korintus (1Kor 11: 5 – 6, 13 – 15).

      Dalam teks di atas tertulis penudung atau bertudung, namun dapat pula dipahami dengan kerudung atau berkerudung, yang dalam dunia islam dikenal dengan istilah jilbab atau hijab. Sering teks ini dijadikan dasar “pewajiban” bagi perempuan kristiani yang mengenakan kerudung. Namun kenapa perempuan Kristen zaman sekarang tidak mengenakannya?

      Sekalipun kerudung tidak menentukan keselamatan, banyak orang suka mempermasalahkannya, karena seolah-olah peniadaan kerudung berarti bertentangan dengan ajaran Kitab Suci. Sebelum bertanya mengapa perempuan Kristen sekarang tidak berkerudung, terlebih dahulu kita harus bertanya kenapa perempuan dulu (dalam Kitab Suci) berkerudung. Perlu diketahui bahwa penulisan Kitab Suci tak lepas dari konteks budaya dan tradisi setempat. Surat Paulus kepada jemaat di Korintus ini dilatar-belakangi pertikaian umat di sana tentang pakaian umat, khususnya perempuan, saat upacara liturgi. Paulus mengkritik pertengkaran itu dengan nasehat yang mendasarkan pada budaya setempat.

      Pada zaman dahulu, ada pandangan bahwa perempuan berambut panjang yang tidak berkerudung adalah pelacur. Sedangkan perempuan berambut pendek dikenal sebagai lesbian. Jika perempuan tidak berkerudung, maka “identitasnya” mudah dikenali: apakah dia sebagai pelacur atau lesbian. Kalau pelacur, maka dia bisa dipakai oleh siapa saja yang bersedia membayar. Tapi, jika dia mengenakan kerudung, maka laki-laki tidak akan menggangunya. Orang akan melihat dia sebagai perempuan baik-baik.

      Akan tetapi, jika kita perhatikan ayat 15b, kita dapat menemukan pendapat Paulus, yang mungkin menjadi pijakan perempuan kristiani sekarang. Bagi Paulus, rambut perempuan adalah kerudung/penudung. Dalam ayat tersebut terlihat bahwa Paulus tidak terlalu mempersoalkan tradisi atau budaya yang berlaku saat itu. Sikap Paulus ini mirip seperti dalam kasus sunat (Lih. Kis 15: 1 – 2) atau soal Taurat (Lih. Kis 21: 20 – 21).

      Sebagaimana yang sudah diketahui, tugas perutusan Paulus adalah membawa Injil kepada orang-orang bukan Yahudi. Dalam menjalankan tugasnya itu, Paulus merasa tidak pas mengenakan atau mewajibkan tradisi/kebiasaan Yahudi kepada orang bukan Yahudi yang mau menerima pewartaannya. Dengan kata lain, orang lain tidak dikenakan kewajiban yang diterapkan kepada orang Yahudi (bandingkan dengan orang islam, yang membuat orang lain menjadi Arab).

      Oleh karena itu, jika sekarang ini sudah tak ada lagi pandangan bahwa perempuan berambut panjang tidak berkerudung adalah pelacur, atau perempuan berambut pendek adalah lesbian, kenapa kita harus memaksakan tradisi tersebut? Saat ini, ada juga pelacur yang bekerudung, atau lesbian yang berambut panjang. Sudah jamak kita menemukan perempuan berambut pendek, dan dia adalah perempuan baik-baik. Intinya, baik buruknya seseorang tidak lagi ditentukan oleh penampilan lahiriah, melainkan dari perbuatannya (Mat 12: 33).

      Akan tetapi, masih dapat ditemui beberapa perempuan kristiani mengenakan kerudung saat mengikuti perayaan ekaristi. Kerudung itu dikenal dengan istilah mantilla. Berbeda dengan jilbabnya wanita islam, yang menjadi semacam pakaian harian, kerudung di sini hanya dipakai sebagai perlengkapan liturgi pribadi (dipakai saat kegiatan liturgi). Mantilla dilihat sebagai ungkapan kerendahan hati di hadapan Allah atau ketaatan dan penyerahan kepada Tuhan.

      Demikianlah penjelasan kami. Semoga memuaskan. Tuhan memberkati.

      Hapus
  12. siang romo. Saya mo tnya soal anti Kristus. Siapa mrka itu? Makasih.

    nn - btam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaannya. Secara sederhana antikristus dipahami sebagai penolakan terhadap Kristus. Ini ditujukan kpd pribadi manusia dan juga suatu ajaran atau aliran. Sedangkan Kristus yg ditolak adalah ajaran Kristus atau ajaran tentang Kristus, baik yg ada dalam Kitab Suci maupun ajaran resmi Gereja.

      Supaya tak menyimpang, kita langsung merujuk pd Kitab Suci yg memuat antikristus. Ada 3 teks Kitab Suci, dan ketiganya harus dilihat secara utuh.

      Pertama, 1Yoh 2: 18 – 26. Kesimpulan teks ini ada pd ayat 26: “Semua itu kutulis kepadamu, yaitu mengenai orang-orang yg berusaha menyesatkan kamu.” Itulah antikristus, orang yg berusaha menyesatkan jemaat Kristus. Mereka ini menyangkal bhw Yesus adalah Kristus (Tuhan), dan menyangkal juga baik Bapa maupun Putera (ay. 22).

      Apakah antikristus itu adalah dari Gereja (katolik) sendiri? Jika kalimat ayat 19 dikutip secara utuh, akan terlihat jelas bhw antikristus itu bukan dari kalangan Gereja Katolik, “sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pd kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dgn kita. Tetapi hal itu terjadi supaya menjadi nyata bhw tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pd kita.” (ay. 9).

      Kedua, 1Yoh 4: 2 – 3. Di sini bisa disimpulkan bhw antikristus adalah orang yg menentang ajaran bhw Yesus adalah Allah yg menjadi manusia. Ini merujuk pd ajaran kristiani bhw Yesus adalah sungguh Allah sungguh manusia. Jadi, mereka ini mau mengatakan bhw Yesus itu hanyalah manusia biasa, bukan Allah. Atau juga mereka mengatakan bhw Yesus bukan manusia.

      Yohanes menulis bhw antikristus itu sudah ada dan akan datang. Bisa dikatakan bhw pd saat Yohanes menulis suratnya, antikristus sudah ada. Contohnya seperti gnotisisme, Karpokrates dan Marcion. Karena itu, Yohanes menulis untuk mengingatkan umat agar tak disesatkan (ingat kembali 1Yoh 2: 26).

      Akan tetapi, Yohanes juga menulis bhw antikristus akan datang. Artinya, Yohanes meramalkan bhw suatu saat akan muncul antikristus. Orang atau aliran bisa saja berbeda, tapi intinya tetap sama, yaitu menolak atau menentang ajaran Kristus dan ajaran tentang Kristus. Sekedar menyebut beberapa seperti Manicheisme, Monofisitisme, Arianisme, Apolinarisme, Albigensianisme, Nestorianisme dan masih banyak lagi.

      Ketiga, 2Yoh 1: 7. Antikristus yg dimaksud dlm teks ini adalah orang atau aliran yg menolak kemanusiaan Yesus. Gereja Katolik meyakini bhw Yesus adalah Allah yg menjadi manusia. Dalam diri Yesus ada keallahan dan kemanusiaan sekaligus. Nah, antikristus sepertinya hanya menerima keallahan Yesus, dan menolak kemanusiaan-Nya. Dalam sejarah Gereja ini dpt ditemui dlm Gnostisisme, yg konon sudah ada sejak abad pertama.

      Jadi, siapa itu antikristus? Dari uraian di atas, dpt diketahui siapa itu antikristus. Mereka adalah yg menentang atau menolak ajaran tentang Yesus Kristus. Yg ditentang adalah keallahan Yesus, kemanusiaan Yesus, dan konsep Allah Bapa.

      Namun mereka ini bukan sekedar menentang atau menolak, tapi juga menyesatkan. Dengan ajarannya, mereka berusaha agar umat kristiani awal terpengaruhi dan meninggalkan imannya. Karena itulah, Yohanes menasehati mereka agar jangan mau disesatkan. Tentang hal ini sebenarnya sudah dikatakan lebih dahulu oleh Yesus (bdk. Mrk 13: 5 – 6). Para antikristus ini sudah ada saat Yohanes menuliskan suratnya (surat Yohanes 1 dan 2 muncul antara tahun 90 – 110).

      Para antikristus ini juga akan muncul sesudahnya. Jauh setelah penulis surat Yohanes ini meninggal akan muncul antikristus-antikristus lain. Dari sejarah Gereja kita dpt mengetahui dlm diri para bidaah. Ada juga yg tidak termasuk bidaah, namun bisa dikategorikan sebagai antikristus, karena mereka mengajarkan tentang Kristus yg bertentangan dgn yg ada dlm Kitab Suci dan ajaran resmi Gereja.

      Hapus
  13. Nama saya Dedy. Saya mau tnya soal doa atau novena. Saya berdoa novena, dan doa-doa permohonan yang lain sesuai ajaran gereja tapi mengapa belum dikabulkan? Apakah karena dosa-dosa saya, atau doa permohonan saya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus?, sehingga belum dikabulkan.

    Salam & terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas pertanyaanya. Pertanyaan kamu ini merupakan persoalan umum. Bukan hanya kamu saja yang mengalaminya. Ada banyak orang lain lagi yang senasib dengan kamu. Saya juga sering mengalami hal tersebut. Jadi, kamu tidak sendirian; jangan berkecil hati. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika berkata, "Tetaplah berdoa." (1Tes 5: 17).

      Adakah yang salah dengan doa kita? Sangat menarik kalau kita merenungkan kata-kata Rasul Yakobus dalam suratnya. "Kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yak 4: 3). Di sini Yakobus menyebut ada kesalahan kita dalam doa. Kesalahan itu ada dalam hati kita yang kotor. Karena itu, hendaklah hati kita bersih dari segala kekotoran, termasuk dalam relasi kita dengan sesama. Tak heran, dalam doa Yesus (Bapa Kami), Yesus juga meminta kita untuk saling mengampuni.

      Ada satu lirik lagu Ebiet G Ade yang sangat bagus, yang bisa dijadikan pijakan untuk menjawab persoalan kamu. "Mungkin yang buat kita masih tersimpan di sorga // Menunggu kita siap menerimanya." Dasar dari lirik lagu ini adalah bahwa Tuhan itu Maha Baik dan Maha Tahu. Dia memang mau memberi apa yang kita minta, tapi Dia juga tahu siapa diri kita. Mungkin Tuhan tahu bahwa kita belum siap dengan pemberian-Nya sesuai dengan doa kita, karena bisa saja pemberian itu mencelakakan kita. Karena itu, Allah menunda pemberian-Nya, hingga kita siap menerimanya. Bisa juga hal ini dikaitkan dengan pembersihan hati kita.

      Selain itu, satu hal yang perlu diketahui adalah hendaknya doa kita itu harus disertai dengan sikap iman. Atau bisa juga dikatakan bahwa doa itu merupakan juga salah satu bentuk ungkapan iman. Jadi, berdoa bukan hanya karena saya butuh dan meminta, melainkan harus juga disertai dengan sikap iman. Salah satu sikap iman yang paling sederhana adalah "terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, ya Tuhan." Artinya, kita memang punya keinginan-keinginan, dan keinginan itu kita minta kepada Allah untuk dikabulkan. Tapi hendaknya kita juga menyertakan sikap iman "terjadilah padaku menurut kehendak-Mu, ya Tuhan.". Hal ini seperti cara berdoa Yesus di Taman Getsemani.

      Demikianlah kiranya jawaban saya. Pastilah jawaban ini kurang memuaskan, namun sedikit membantu. Sekian dan terima kasih. Tuhan Yesus memberkatimu.

      Hapus
  14. syaloom romo, maaf saya ingin bertanya sekaligus berkonsultasi. saya dan pasangan saya sudah punya niatan mau menikah sejak 3 tahun yang lalu karna suatu alasan, lalu karena ingin menikah dia sudah membawa saya tinggal di rumahnya dengan alasan supaya lebih mudah belajar terima resmi supaya kami sama" katolik dan bisa diberktai pakai misa. ternyata itu hanya alasan orang tua nya untuk mengulur kami menikah, sudah kunjung 3 tahun kami masih tinggal bersama dan belum menikah. karena sudah merasa tidak jelas kami bingung. apakah mungkin kami diberkati di gereja katolik tanpa kehadiran dan restu dari orang tua kami? kami tidak mau tinggal bersama terus tanpa status pernikahan. mohon bantu saya romo. ini alamat email saya. elsalim222@yahoo.com
    tolong bimbing kami romo

    BalasHapus
  15. syaloom romo, maaf saya ingin bertanya sekaligus berkonsultasi. saya dan pasangan saya sudah punya niatan mau menikah sejak 3 tahun yang lalu karna suatu alasan, lalu karena ingin menikah dia sudah membawa saya tinggal di rumahnya dengan alasan supaya lebih mudah belajar terima resmi supaya kami sama" katolik dan bisa diberktai pakai misa. ternyata itu hanya alasan orang tua nya untuk mengulur kami menikah, sudah kunjung 3 tahun kami masih tinggal bersama dan belum menikah. karena sudah merasa tidak jelas kami bingung. apakah mungkin kami diberkati di gereja katolik tanpa kehadiran dan restu dari orang tua kami? kami tidak mau tinggal bersama terus tanpa status pernikahan. mohon bantu saya romo. ini alamat email saya. elsalim222@yahoo.com
    tolong bimbing kami romo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf Elsa, saya baru jawab sekarang. Karena baru ngecek. Sebelumnya saya minta maaf karena informasi yang kamu berikan membingungkan, karena bahasanya sedikit kacau. Akan tetapi saya coba meringkasnya sbb:
      Kamu dan pacarmu sudah punya niat menikah 3 tahun lalu. Entah apa alasannya, dia membawa kamu tinggal di rumahnya. Kalian ingin nikah secara katolik. Entah apa alasannya, niat tersebut masih ditunda. Lalu kamu bertanya bisakah menikah tanpa restu dan kehadiran orangtua?

      Pertama-tama saya prihatin dengan keputusan kalian hidup bersama sebelum menikah. Kedua, menikah atau tidak adalah keputusan kalian. Orangtua hanya sebatas saran. Ketiga, kalian bisa menikah meski tidak ada restu dan kehadiran orangtua.

      Hapus