Selasa, 02 Juni 2015

(Pencerahan) Yesus Bergaul dgn Orang Kaya, Tapi ......

Ketika sedang dalam perjalanan, Tuhan Yesus melihat seorang pemungut cukai bernama Matius. Ia sedang duduk di kantornya. Tanpa basa-basi, Tuhan Yesus memanggilnya untuk mengikuti Dia. Dan Matius pun segera berdiri dan meninggalkan pekerjaannya, lalu mengikuti Yesus.
Menjelang malam, Matius mengundang Tuhan Yesus dan para rasul-Nya ke rumahnya. Dia mengadakan acara makan-makan. Turut hadir di sana rekan-rekan kerjanya, para pemungut cukai. Tuhan Yesus duduk makan bersama dengan mereka. Sambil menikmati sajian tuan rumah, Dia bersenda gurau dengan mereka. Suasana terasa santai dan ramai.
Kebetulan peristiwa tersebut disaksikan oleh orang-orang Farisi. Mereka kaget dan merasa jijik menyaksikan Tuhan Yesus bergaul dengan para pemungut cukai. Kepada para rasul, kaum Farisi ini berkomentar, “Mengapa Gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai? Bukankah mereka itu orang berdosa?”
Tanpa diduga, komentar mereka itu didengar Tuhan Yesus. Maka Tuhan Yesus keluar menghampiri mereka dan berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan dokter, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa, supaya mereka bertobat.”
Kisah di atas dapat dibaca dalam Injil Lukas 5: 27 – 32. Kisah ini sungguh sangat menarik untuk direnungkan, terlebih bagi para imam. Kenapa harus para imam? Sebagaimana diketahui, imam adalah alter Christi. Imam, karena rahmat tahbisannya, menjadi identik dengan Yesus. Karena itu, kisah ini menjadi lebih menarik untuk direnungkan bagi para imam. Karena dikhususkan buat para imam, maka fokus renungannya bukan pada kaum Farisi, melainkan Tuhan Yesus.
Sebelum merenungkan kisah tersebut, terlebih dahulu perlu dijelaskan dulu siapa itu kaum pemungut cukai. Dari struktur sosial, kaum pemungut cukai berada di strata menengah ke atas. Bahasa lainnya adalah orang berada alias kalangan kaya. Sementara Tuhan Yesus masuk kategori kalangan bawah atau kaum miskin alias sederhana.
Sekalipun miskin dan sederhana, Tuhan Yesus memiliki daya tarik. Ini terbukti dari Matius yang segera meninggalkan pekerjaannya dan mengadakan perjamuan dengan mengundang Tuhan Yesus bersama para rasul-Nya.  Tuhan Yesus tidak mau milih-milih. Dia merangkul semuanya. Bahkan ketika dalam perjamuan makan itu hadir pula pemungut cukai lainnya. Tuhan Yesus tidak merasa canggung. Dia tetap bergaul dengan mereka dalam canda, tawa dan ria.
Nah, sekarang mari kita merefleksikan peristiwa ini. Pertanyaan refleksinya: setelah terjadi kontak sosial antara Tuhan Yesus dan Matius, si pemungut cukai, siapa yang mengalami perubahan?
Tuhan Yesus tetap dengan status-Nya. Dia tidak berdosa apalagi menjadi orang kaya. Yang mengalami perubahan adalah Matius. Awalnya dia orang kaya yang egois dan berdosa. Setelah kontak dengan Tuhan Yesus, Matius berubah. Dia menjadi murid Yesus. Dia meninggalkan keberdosaannya di dunia percukaian.
Seperti yang disampaikan di atas, kisah ini sanat menarik untuk direnungkan oleh para imam, karena para imam mengambil posisi sebagai Tuhan Yesus. Pada umumnya, para imam berasal dari keluarga miskin dan sederhana. Karena rahmat tahbisannya, seorang imam memiliki daya tarik. Dan tak sedikit pula imam yang bergaul dengan umat dari kalangan kaya.
Kita tidak mau menyamakan umat yang kaya ini dengan kelompok pemungut cukai dalam kisah di atas. Namun menjadi pertanyaan kita sekarang, setelah bergaul dengan orang kaya, siapakah yang mengalami perubahan? Apakah orang kaya atau justru para imamnya?
Yang lebih sering terjadi adalah para imam berubah menjadi kaya. Setelah bergaul dengan keluarga-keluarga kaya, para imam yang semulanya biasa-biasa saja, berubah menjadi luar biasa. Yang awalnya hanya memiliki NOKIA Senter, berubah menjadi tablet dan BB. Hal ini terbukti dari ucapan kebanyakan imam. Ketika ditanya soal barang-barang mewahnya, imam selalu berkata bahwa semua itu pemberian. Tentulah pemberian dari orang kaya. Mana mungkin orang miskin memberi barang-barang mahal itu.

Jadi, sekarang ini ada pergeseran nilai. Kalau dulu pergaulan dengan orang kaya mengajak orang kaya itu berubah, kini justru imamnya yang berubah.
Pangkalpinang, 21 Maret 2015
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Orang Kudus 2 Juni: St. Nicephorus Konstantinopel

SANTO NICEPHORUS KONSTANTINOPEL, PENGAKU IMAN
Nicephorus dikenal sebagai negarawan dan filsuf. Ia lahir di Konstantinopel kira-kira pada tahun 758. Putra Sekretaris Kaisar Konstantin V (741 – 775) ini bekerja sebagai komisaris kekaisaran. Ketika konsili Nicea (787) berlangsung, ia diangkat sebagai Sekretaris Konsili.
Dari statusnya sebagai seorang awam, ia dipilih dan ditahbiskan menjadi Patriarkh Konstantinopel pada tahun 806. Kemudian pada tahun 815 ia dibuang oleh Kaisar Leo, seorang Armenia, karena melawan gerakan bidaah yang melarang penghormatan gambar-gambar kudus (Ikonoklasme). Hari-hari terakhir hidupnya dihabiskannya d dalam sebuah biara yang ia dirikan di Bosphorus.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Baca juga Orang Kudus hari ini:

Renungan Hari Selasa Biasa IX - Thn I

Renungan Hari Selasa Biasa IX, Thn B/I
Bac I  Tob 2: 9 – 14; Injil          Mrk 12: 13 – 17;

Sabda Tuhan hari ini berbicara tentang hak dan kewajiban. Dalam Injil hal ini terlihat dalam pernyataan Tuhan Yesus kepada orang Farisi dan Herodian yang hendak mencobai-Nya soal kewajiban membayar pajak kepada kaisar. “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (ay. 17). Di sini terlihat jelas bahwa kalau sesuatu itu sudah menjadi hak kaisar, maka rakyat wajib memberinya; demikian pula jika sudah menjadi hak Allah, adalah kewajiban umat untuk memberi kepada Allah. Di balik pernyataan-Nya ini, Tuhan Yesus bukan hanya mau mengajarkan soal pemisahan hak Allah dan kaisar, tetapi juga agar orang tidak merampas hak itu.
Pesan Tuhan Yesus kepada orang-orang yang mencobai Dia, terlihat juga dalam pernyataan Tobit kepada isterinya. Dalam bacaan pertama hari ini dikisahkan bahwa Tobit mengalami kebutaan total. Karena tidak bisa bekerja, terpaksalah isterinya yang bekerja. Dikisahkan suatu hari isterinya pulang kerja dengan membawa kambing. Ketika Tobit mengetahui ada kambing di rumahnya, langsung ia meminta isterinya untuk mengembalikan kambing itu, karena kambing itu dilihat sebagai bukan hak isterinya. Di sini Tobit mau mengajarkan isterinya untuk puas dengan haknya saja, yaitu upah kerja.
Sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita untuk melihat apa hak kita. Kalau kita sudah mengetahui hak-hak kita, cukuplah puas dengan apa yang menjadi hak kita. Ketidakpuasan akan melahirkan kejahatan. Misalnya seperti korupsi. Orang melakukan korupsi karena tidak puas dengan apa yang menjadi haknya (gaji). Contoh lain seperti perselingkuhan atau poligami. Orang selingkuh karena tidak puas dengan apa yang menjadi haknya (isteri). Tuhan juga mengajak kita untuk mengetahui apa kewajiban kita. Kalau kita sudah mengetahuinya, lakukanlah. Jangan menunda apalagi menahan. Karena menahan kewajiban dapat juga berarti kita mencuri hak orang lain.***

by: adrian